Dicky menyebut bahwa tiap-tiap wilayah harus memperhatikan posivity rate (PR) ini. Apabila PR di atas 5 persen, maka diklasifikasikan tinggi dan sangat serius jika berada di atas 10 persen.
"Itu artinya bahwa di daerah tersebut memiliki penularan di komunitas yang relatif tinggi dan cakupan tes yang belum cukup untuk menyaring atau mendeteksi kasus positif di masyarakat tersebut," jelasnya.
Jika jumlah tes belum masif dan PR menunjukkan angka yang tinggi, dapat diindikasikan kondisi yang masih sangat rawan.
Menurut Dicky, bila ada banyak kasus positif di masyarakat yang belum terdeteksi, maka penambahan tes akan memberikan hasil peningkatan kasus dan PR yang tinggi.
Akan tetapi, seiring dilakukannya intervensi test, tracing, dan isolasi, maka PR ini akan menurun.
"Test, trace, dan isolasi adalah strategi utama pandemi hingga berakhir," imbuhnya.
Untuk itu, Dicky berpesan agar daerah tidak menurunkan tes karena kekhawatiran akan PR dan jumlah kasus yang meningkat.
"Ini berbahaya sekali, karena akibatnya, orang pembawa virus tidak terdeteksi dan pada akhirnya akan menularkan pada kelompok rawan (lansia, ibu hamil, komorbid)," ungkapnya.
Ia mengkhawatirkan, kondisi ini akan meningkatkan angka rawatan di rumah sakit maupun kasus kematian.
Baca juga: Update Corona di Dunia 25 Juli: 15,9 Juta Terinfeksi | Kasus Kematian Pertama di Uganda
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.