Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Amnesty: 89 Tenaga Kesehatan di Indonesia Meninggal, 878 Terinfeksi

Kompas.com - 15/07/2020, 14:30 WIB
Vina Fadhrotul Mukaromah,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Amnesty International merilis sebuah laporan global yang berisi tentang kondisi yang dialami oleh para pekerja kesehatan di dunia selama pandemi Covid-19 melanda.

Dalam laporan tersebut, ada lebih dari 3.000 tenaga kesehatan yang telah meninggal akibat Covid-19 di 79 negara di dunia.

Menurut data dari Amnesty International, negara-negara dengan jumlah kasus kematian tenaga kesehatan tertinggi adalah Amerika Serikat (507 kasus), Rusia (545 kasus), Inggris (540 kasus, termasuk pekerja layanan sosial),  dan Brasil (351 kasus).

Indonesia

Di Indonesia sendiri, Amnesty mencatat setidaknya 89 tenaga kesehatan yang meninggal dunia akibat Covid-19 ini, yaitu mencakup dokter, dokter gigi dan perawat.

Data tersebut didasarkan pada monitoring yang dilakukan oleh Amnesty International Indonesia hingga 13 Juli 2020.

Adapun rinciannya adalah 60 dokter, 23 perawat, dan 6 dokter gigi.

Sementara itu, jumlah infeksi pada tenaga kesehatan berdasarkan pengawasan oleh Amnesty International hingga 12 Juni 2020 adalah sebanyak 878 kasus.

Beberapa di antaranya adalah di 174 kasus di DKI Jakarta, 225 kasus di Jawa Timur, dan 110 di Jawa Tengah.

Saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (15/7/2020) siang, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid membenarkan keterangan tersebut.

"Potret perlindungan meliputi kondisi dari tenaga kesehatan, mereka sangat memprihatinkan dari 63 negara, termasuk indonesia," kata Usman, dikutip dari Kompas.com (13/7/2020).

Baca juga: Amnesty: Perlindungan Terhadap Tenaga Medis Memprihatinkan...

Kurangnya alat pelindung diri (APD)

Di hampir seluruh negara yang disurvei oleh Amnesty International, para petugas kesehatan melaporkan kurangnya alat pelindung diri (APD), termasuk di negara-negara dengan jumlah kasus signifikan seperti India dan Brasil.

Selain kekurangan pasokan APD secara global, pembatasan perdagangan juga semakin memperburuk kondisi ini.

Pasalnya, sejak Juni 2020, 56 negara dan dua blok dagang (Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia) telah memberlakukan pelarangan dan pembatasan ekspor APD beserta komponen-komponennya.

“Di saat negara harus memastikan kecukupan APD untuk para tenaga kesehatan mereka, pembatasan perdagangan berisiko makin memperburuk kurangnya APD di negara-negara yang bergantung pada impor. Padahal, pandemi Covid-19 adalah masalah global yang membutuhkan kerja sama global,” kata Sanhita Ambast, Peneliti dan Penasihat tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya Amnesty International.

Beban kerja dan kesehatan mental

Dengan peningkatan jumlah pasien yang terus terjadi, tenaga kesehatan melaporkan beban kerja yang juga meningkat secara signifikan.

Di Sudan Selatan, 66 media melaporkan bahwa teknisi laboratorium pemeriksaan harus bekerja hingga 16 jam sehari.

Sebuah paper terbaru di British Medical Journal juga mencatat bahwa ada 50,3 persen tenaga kesehatan di China melaporkan depresi, 44,6 persen mengalami gangguan cemas, dan 34 persen mengalami insomnia.

Selain itu, sebuah studi pada tenaga kesehatan di garda pertama dan kedua di Italia menemukan sebuah proporsi substansial dari masalah kesehatan mental, terutama pada wanita muda dan tenaga kesehatan garda terdepan.

Baca juga: 3.000 Tenaga Kesehatan Meninggal akibat Covid-19, Ini Negara Terbanyak

Upah yang tak layak dan stigma

Selain itu, Amnesty Internasional juga mencatat sejumlah tenaga kesehatan yang dibayar dengan upah tidak layah hingga tidak diberi upah sama sekali pada beberapa kasus.

Di Guatemala, setidaknya 46 staf di fasilitas kesehatan tidak dibayar selama 2,5 bulan masa kerja mereka di rumah sakit rujukan Covid-19.

Sementara itu, di beberapa negara lain, tidak ada tunjangan tambahan untuk tenaga kesehatan yang merawat pasien Covid-19.

Sejumlah tenaga kesehatan juga menerima stigma negatif dan tindak kekerasan karena pekerjaan mereka. 

Data Amnesty International Indonesia per 2 juni 2020 menunjukkan setidaknya terdapat 15 kasus diskriminasi dengan 214 korban oleh masyarakat terhadap para tenaga medis.

Mulai dari penolakan di rumah kost tempat mereka tinggal, pemakaman jenazah perawat, hingga tindakan kekerasan terhadap mereka.

Rekomendasi

Atas kondisi ini, Amnesty International pun membuat sejumlah rekomendasi, di antaranya adalah sebagai berikut:

  • Negara-negara harus memastikan bahwa pengusaha memberikan semua APD yang memadai bagi pekerja kesehatan dan pekerja esensial 
  • Negara-negara harus mengakui Covid-19 sebagai penyakit akibat kerja, dan pekerja yang terjangkit Covid-19 sebagai akibat dari kegiatan yang terkait dengan pekerjaan harus berhak terhadap kompensasi tunai dan perawatan medis serta perawatan lain yang
    diperlukan
  • Masalah kesehatan dan keselamatan pekerja esensial harus didengarkan dan ditangani
    dengan cara yang tepat
  • Setiap serangan atau tindakan kekerasan terhadap pekerja kesehatan dan pekerja esensial harus segera diselidiki secara menyeluruh, independen dan tidak memihak oleh otoritas negara, dan pelaku harus mempertanggungjawabkan perbuatannya
  • Tinjauan komprehensif, efektif dan independen harus dilakukan berkenaan dengan
    kesiapan negara bagian dan aktor-aktor lain untuk dan respons terhadap pandemi
  • Negara-negara harus mengumpulkan dan mempublikasikan data berdasarkan pekerjaan,
    termasuk kategori pekerja kesehatan dan pekerja esensial lainnya yang telah terinfeksi
    oleh Covid-19, dan berapa banyak yang telah meninggal

Baca juga: 14 Dokter Meninggal dalam Sepekan, Kenapa Banyak Nakes Terinfeksi Covid-19?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com