"Para orang tua calon siswa yang sudah diterima, pasti tak akan tinggal diam begitu saja. Keputusan ini akan memperkeruh keadaan," tuturnya.
Menyelesaikan persoalan diskriminasi siswa dengan membuat diskriminasi baru bukanlah sesuatu yang bijak, bahkan berpotensi melahirkan konflik horizontal jika opsi ini dipilih.
Satriwan menyampaikan, Dinas Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta mesti mendata dan memetakan kembali mengenai jumlah calon peserta didik baru yang ditolak karena usia di tiap zona yang ada di DKI Jakarta.
"Dan berapa jumlah SMP/SMA/SMK negeri di zona tersebut dan zona tetangga. Sebab merujuk Pasal 27 ada kewajiban Dinas Pendidikan untuk menyalurkan kelebihan calon peserta didik ke sekolah di zona tetangga atau zona setelahnya," kata dia.
Baca juga: INFOGRAFIK: Syarat Masuk SMP, SMA, dan SMK pada PPDB 2020
Disdik DKI Jakarta, lanjut Satriwan, dapat menambah calon siswa di tiap kelas (7 dan 10), sebagai contoh 2-3 siswa dari para siswa yang tertolak karena usia muda.
"Ini bisa jadi alternatif dan dampaknya tak akan terlalu besar bagi manajemen sekolah dan jam mengajar guru," tuturnya.
Opsi lainnya yaitu dengan membuka rombongan belajar atau menambah kelas baru.
Satriwan mencontohkan di suatu sekolah di satu zona, untuk menerima calon pendaftar yang tertolak karena faktor kuota yang sudah penuh dan/atau faktor usia muda, tentu dilakukan dengan didasarkan pada pemetaan dan pendataan ulang.
"Pemprov DKI Jakarta bisa membukanya. Yang dilarang oleh Pasal 27 Ayat 6 Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 adalah jika yang melakukan pembukaan rombel baru tersebut dilakukan oleh sekolah bukan Pemda," jelas Satriwan.
Berikut bunyi ayatnya:
"Dalam pelaksanaan PPDB, sekolah yang diselenggarakan oleh Pemda tidak boleh menambah ruang kelas baru"
Satriwan menjelaskan, arti ayat di atas adalah larangan bagi sekolah, bukan larangan bagi Pemerintah Daerah.
Baca juga: Cara dan Link Pendaftaran PPDB SMA 2020 Jalur Zonasi di Jatim
Saran lainnya, Kemdikbud dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan bersama Irjend Kemdikbud segera turun tangan, melakukan evaluasi dan supervisi terhadap semua Juknis PPDB di 34 provinsi dan 514 Juknis PPDB di kabupaten/kota seluruh Indonesia.
Hal tersebut lantaran potensi adanya penyimpangan dan kekeliruan dalam Juknis PPDB di daerah ini tak hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga terjadi di daerah lain, seperti daerah yang menerapkan aturan kategori nilai rapor dan akreditasi sekolah untuk jalur zonasi/jarak.
"Bukan berdasarkan jarak/zonasi murni sebagaimana perintah Pasal 25 Ayat 1 Permendikbud No. 44/2019 tentang PPDB," ujar Satriwan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.