Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

55 Tahun Harian Kompas, Berikut Sejarah dan Asal-usul Nama "Kompas"

Kompas.com - 28/06/2020, 09:20 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

Setelah pusat memberikan izin prinsip, mereka harus mengonfirmasikannya ke Daerah Militer V Jaya.

Lalu, ketika semua sudah dapat diatasi, muncul suatu persyaratan terakhir untuk dapat terbit, yakni harus ada bukti bahwa telah memiliki langganan sekurang-kurangnya 3.000 orang.

"Ini benar-benar pukulan terakhir, knock out! Itu sangka mereka. Mereka lupa bahwa masih ada yang dinamakan Flores," kata Seda.

Maka, selanjutnya diberi instruksi ke Pulau Bunga itu kepada semua anggota partai, guru-guru sekolah, dan anggota-anggota Koperasi Kopra Primer di Kabupaten Ende Lio, Kabupaten Sikka, Flores Timur, untuk segera mengirim daftar 3.000 pelanggan lengkap dengan alamta dan tanda tangan.

Baca juga: Kisah Komputer Pertama di Redaksi Harian Kompas

Nama Kompas diberikan Bung Karno

Hingga akhirnya, bagian perizinan Kodam V Jaya menyerah, keluarlah izin terbit.

"Saya menghadap Bung Karno untuk melaporkan bahwa semua sudah siap," kata Seda.

Lalu, Seda bertemu Bung Karno dan ia ditanya mengenai nama korannya.

"Apa nama harianmu itu?," tanya Bung Karno.

"Bentara Rakyat, Bung!," jawab Seda.

Bung Karno hanya tersenyum sembari memandang wajah Seda dan kembali bertanya padanya.

"Aku akan memberi nama yang lebih bagus...Kompas! Tahu toh apa itu Kompas? Pemberi arah dan jalan dalam mengarungi lautan atau hutan rimba!," sahut Bung Karno.

Seda pun menjawab, "Baik, Bung. Akan saya bicarakan dulu dengan Redaksi dan Yayasan," jawab Seda.

Akhirnya, redaksi dan yayasan menyetujui usulan Bung Karno tersebut dan nama Bentara Rakyat yang sudah disiapkan, diubah dengan nama Kompas.

Terbit perdana 28 Juni 1965

Pada 28 Juni 1965, Kompas edisi perdana dengan 20 halaman berita di halaman I, terbit empat halaman. Terbit sebanyak 4.828 eksemplar dengan harga langganan Rp 500 per bulan.

Medio tahun 1966-1968, krisis kertas membuat Kompas berulang kali terbit dengan jumlah ukuran, jumlah kolom, dan halaman bervariasi.

Dari lebar normal 43 cm, menjadi 30 cm, dengan 5-6 kolom. Pada Maret 1968 terbit hanya dengan dua halaman, dari normal empat halaman.

Pada 20 Januari 1978, Harian Kompas dibredel. Kepala Penerangan Laksusda Jaya Letkol Anas Malik memberitahukan hal itu bersama tujuh media lainnya.

Di antaranya yakni Sinar Harapan, Merdeka, Pelita, The Indonesia Times, Sinar Pagi, dan Pos Sore.

Sebulan setelahnya, tepatnya pada 6 Februari 1978, Harian Kompas kembali terbit setelah pembredelan.

Baca juga: Harian Kompas, Kompas.com, dan Perubahan Media di Era Digital

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com