Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pria dan Remaja Cenderung Kurang Patuhi Protokol Kesehatan, Ini Penjelasan Psikolog...

Kompas.com - 26/06/2020, 14:35 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Rizal Setyo Nugroho

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Badan Pusat Statistik (BPS) merilis hasil survei sosial dampak demografis Covid-19 untuk mengetahui respon masyarakat terhadap ancaman Covid-19. Hasilnya cukup beragam.

Survei yang dilakukan antara 13 hingga 20 April 2020 secara daring ini, berhasil menjaring respon dari 87.379 responden. Sebanyak 49,74 persen merupakan responden laki-laki, sedangkan 50,26 persen merupakan responden perempuan.

Dari respon yang telah dikumpulkan, laki-laki dan anak muda cenderung kurang patuh dengan protokol kesehatan yang dianjurkan pemerintah, sedangkan perempuan justru lebih mudah cemas dengan segala hal terkait corona.

Misalnya, pada pengetahuan terkait physical distancing. Sebanyak 88 persen responden perempuan mengetahui secara detail kebijakan ini, sementara laki-laki sebanyak 85 persen.

Dalam hal penerapannya, sebanyak 77 persen responden perempuan selalu melakukan atau teratur menjaga jarak, sementara pada responden laki-laki hanya 67 persen yang disiplin melakukan kebijakan tersebut.

Baca juga: Mengapa Lebih Banyak Pria yang Meninggal karena Covid-19 daripada Wanita?

Responden perempuan juga cenderung lebih khawatir terhadap kesehatannya dibandingkan responden laki-laki, sehingga mereka lebih telaten dalam menjaga kebersihan dengan rutin mencuci tangan.

Data menunjukan bahwa 52 persen responden perempuan merasa khawatir/sangat khawatir terhadap kesehatannya, sedangkan responen laki-laki yang merasakan hal serupa hanya sebanyak 44,67 persen.

Perempuan memiliki perilaku lebih baik dibandingkan pria dalam menjalankan protokol kesehatan,” kata Kepala Subdirektorat Indikator Statistik Badan Pusat Statistik (BPS) Windhiarso Ponco Adi Putranto, dalam webinar ”Membedah Hasil Survei Sosial Demografi Dampak Covid-19: Pengaruhnya pada Perilaku dan Produktivitas Penduduk di Jakarta”, Sabtu (13/6/2020).

Laki-laki ingin praktis

Sementara itu menurut Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rose Mini Agoes Salim, sebenarnya laki-laki dan perempuan sama-sama bisa menerima pemahaman tentang protokol kesehatan dengan baik.

Hanya saja menurut Romy, begitu ia biasa disapa, dalam hal protokol kesehatan laki-laki cenderung menginginkan sesuatu yang sifatnya praktis.

"Pada waktu dia harus pakai masker, misalnya. Mereka tidak selalu concern untuk menjaga masker tetap menutupi mulut, kadang-kadang dilepas, ditaruh di sembarang tempat, dan kemudian lupa," kata Romy saat dihubungi Kompas.com (26/6/2020).

Selain itu, penyebab perempuan lebih cemas terhadap masalah kesehatan adalah karena mereka juga berperan sebagai role model atau contoh bagi anak-anaknya.

Perempuan juga memiliki kekhawatiran jangka panjang terhadap Covid-19, seperti mengenai perawatan saat jatuh sakit.

"Kalau laki-laki mungkin merasa nanti kalau sakit sudah ada yang mengurus. Jadi, mereka tidak terlalu merasa khawatir," kata Romy.

Baca juga: Ini Sebabnya Pria Lebih Rentan Terinfeksi Virus Corona

Karena pembagian peran

Perbedaan respon antara laki-laki dan perempuan dalam menerima dan menerapkan protokol kesehatan juga tidak bisa dilepaskan dari pembagian peran pada kedua gender yang sudah mengakar kuat di masyarakat.

"Biasanya untuk urusan domestik atau rumah tangga itu ditangani oleh perempuan, sedangkan laki-laki lebih berperan sebagai pencari nafkah," jelas Romy.

Namun, Romy menyebut bahwa ada juga laki-laki yang sangat peduli terhadap protokol kesehatan, bahkan terkadang kecermatan mereka bisa melebihi perempuan.

Sehingga, tidak bisa digeneralisir bahwa laki-laki cenderung mengabaikan protokol kesehatan. Hanya saja, memang mereka lebih menyukai segala sesuatu yang praktis.

"Untuk mematuhi protokol pencegahan Covid-19 memang membutuhkan waktu dan juga effort. Memakai masker butuh effort, menjaga jarak butuh effort," jelas Romy.

Selain itu, Romy juga menyebut ada faktor pengalaman masa lalu dan pola asuh saat masih anak-anak yang turut membentuk penyikapan seseorang ketika dewasa, walaupun dalam kasus ketaatan terhadap protokol kesehatan ini, Romy menyebut perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui hal tersebut dengan lebih jelas.

Sehingga, menurut Romy, perbedaan gender bukanlah faktor utama yang memengaruhi penerimaan dan kepatuhan menjalankan protokol kesehatan, tetapi ada faktor-faktor lain yang harus dipahami.

"Pola pendidikannya, pola asuhnya, pengalaman hidupnya, itu sangat berpengaruh," kata Romy.

Baca juga: Kematian Pria Akibat Virus Corona Lebih Tinggi, Ini Penyebabnya

Kurang sadar bahaya

Mengutip Harian Kompas (25/6/2020), Data Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 hingga Rabu (24/6/2020) menunjukkan, jumlah anak dan remaja (6-17 tahun) positif dan meninggal akibat Covid-19 adalah 5,7 persen dan 0,5 persen.

Sementara penduduk dewasa muda (18-30 tahun) yang positif dan meninggal 22,1 persen dan 3 persen. Pemerintah mengingatkan risiko itu, tapi sulit dijalankan anak muda.

Dosen Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Adhityawarman Menaldi menyebutkan, keputusan seseorang menjalankan protokol kesehatan dapat dipengaruhi sejumlah sebab.

Di antaranya tingkat kerentanan, keparahan, keuntungan, dan hambatan yang dirasakan seseorang terhadap Covid-19.

Abainya anak muda, juga kelompok umur lain, terhadap anjuran kesehatan itu karena mereka merasa ancaman atau kerentanan terhadap corona masih jauh.

Kelompok ini baru merasakan bahaya corona jika ada keluarga atau orang dekat mereka sakit atau meninggal akibat korona.

Mereka baru dapat menyadari bahaya corona apabila sudah terdampak secara kesehatan dan ekonomi. Selain itu juga akan lebih patuh menjalankan protokol jika tahu manfaat jangka panjang dari perilaku mereka.

Informasi

Di sisi lain, ketidakpatuhan anak muda dan warga terhadap protokol kesehatan itu dipengaruhi penyampaian informasi oleh pemerintah.

Sikap pemerintah yang kerap berubah-ubah, hingga beda pandangan ahli, memicu kebingungan warga. Kegamangan itu makin nyata saat muncul perbedaan antara aturan dan praktik lapangan.

"Selain itu juga dipengaruhi perkembangan kemampuan berpikir mereka. Dalam usia mereka, bagian otak yang berfungsi dalam pengambilan keputusan jangka panjang dan rasional belum matang. Karena itu, butuh komunikasi khusus kepada anak muda tentang bahaya corona," ungkapnya.

Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Petinju Muhammad Ali Gantung Sarung Tinju

KOMPAS.com/AKbar Bhayu Tamtomo Infografik: Mengenal Social Distancing

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com