Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Mana di Asia yang Berpotensi Hadapi Gelombang Kedua Virus Corona?

Kompas.com - 22/06/2020, 16:02 WIB
Luthfia Ayu Azanella,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

Sumber SCMP

KOMPAS.com - Pandemi virus corona yang merebak sejak awal tahun ini masih terus berlangsung di sebagian besar negara di dunia.

Sebagian negara dianggap berhasil mengendalikan penyebaran wabah dan menekan angka infeksi, tetapi banyak pula negara yang masih mengalami peningkatan kasus baru dengan angka harian yang cukup signifikan.

Belum selesai pandemi secara keseluruhan, ancaman infeksi gelombang kedua virus corona muncul dan menimbulkan kekhawatiran tersendiri.

Apalagi, saat ini sudah mulai banyak negara yang melonggarkan aturan dan kembali membuka kegiatan ekonomi, bangkit dari keterpurukan akibat wabah beberapa bulan terakhir.

Baca juga: Sri Mulyani: Saya Berdoa Tidak Terjadi Gelombang Kedua Covid-19

Negara paling berisiko untuk gelombang kedua

Lebih dari 1.000 peserta tabligh akbar yang digelar di Nizamuddin, New Delhi, India, dipindahkan dari lokasi, dan 24 di antaranya positif terinfeksi virus corona. Tabligh akbar ini digelar pada 31 Maret 2020.RAJAT GUPTA/EPA-EFE Lebih dari 1.000 peserta tabligh akbar yang digelar di Nizamuddin, New Delhi, India, dipindahkan dari lokasi, dan 24 di antaranya positif terinfeksi virus corona. Tabligh akbar ini digelar pada 31 Maret 2020.

Melansir South China Morning Post (SCMP), Minggu (21/6/2020), ada beberapa negara yang dinilai paling berisiko untuk mengalami gelombang kedua atau second wave dari Covid-19.

Presiden Asia-Pacific Society of Clinical Microbiology and Infection, Paul Ananth Tambyah, menyebutkan, negara yang paling berisiko untuk mengalami gelombang kedua Covid-19 adalah negara yang memiliki kasus penularan lokal secara berkelanjutan.

Kasus penularan lokal ini terjadi dalam angka yang cukup tinggi, di kisaran ratusan hingga ribuan kasus per harinya.

"Meskipun bisa dibilang sekarang ini masih ujung dari gelombang pertama, namun ada banyak rantai penularan di berbagai negara yang belum terputus," kata Tambyah.

Untuk wilayah Asia, negara dengan karakteristik itu adalah India.

Salah satu negara terpadat di dunia ini, Jumat (19/6/2020), melaporkan 13.586 kasus infeksi baru dalam satu harinya. Angka ini merupakan yang tertinggi di Asia dan tertinggi ke-4 secara global.

Selain India, Tambyah juga menyebut Pakistan dan Indonesia menjadi negara lain di Asia yang memiliki potensi tinggi untuk terserang gelombang kedua ini.

Di Pakistan, tercatat kasus kematian dalam sehari mencapai 136 kasus untuk Jumat kemarin. Sementara di Indonesia, kasus harian sempat mencapai angka tertingginya, yakni 1.331 infeksi pada Kamis (18/6/2020).

Baca juga: Pandemi Corona, Negara Mana Saja yang Alami Gelombang Kedua?

Gelombang kedua terjadi di beberapa negara

Seorang ibu mencium anaknya, di mana mereka menggunakan masker untuk menghindari penularan virus corona di TK di Seoul, Korea Selatan, pada 27 Mei 2020.YONHAP NEWS AGENCY via REUTERS Seorang ibu mencium anaknya, di mana mereka menggunakan masker untuk menghindari penularan virus corona di TK di Seoul, Korea Selatan, pada 27 Mei 2020.

Sementara, sejumlah negara masih bekerja keras mengatasi gelombang pertama pandemi.

Sejumlah negara lainnya disebut sukses menekan penyebaran virus dan infeksi kini tengah bersiap untuk membendung terjadinya gelombang kedua.

Misalnya, China yang sudah kondusif dan minim terjadi kasus baru Covid-19, pekan lalu kembali mencatat kasus baru dalam jumlah yang cukup signifikan sebanyak 184 kasus di wilayah Ibu Kota Beijing.

Berbagai aturan pencegahan pun dilakukan mulai dari membatalkan sejumlah penerbangan dalam negeri dan memberlakukan penguncian wilayah parsial.

Tidak hanya China, Korea Selatan juga mendapati kasus baru yang kembali tumbuh setelah negara itu berhasil menghentikan transmisi virus dengan melakukan pelacakan besar-besaran.

Pada Jumat lalu, negara ni mencatatkan 49 kasus baru, 32 di antaranya adalah infeksi lokal. Kasus-kasus ini terdeteksi terjadi di ibu kota Seoul dan kota besar di sekitarnya.

Hal ini masih terjadi meski masyarakat di sana sudah menjalankan menjaga jarak sosial sejak sebulan terakhir.

Seorang profesor dari National University of Seoul, Lee Hoan-jong menyebutkan, virus tidak bisa dihindarkan hanya dengan melakukan jarak sosial.

"Gelombang kedua bisa datang kapan saja sebelum vaksin ditemukan atau setidaknya 60 persen orang terinfeksi (untuk mendapat kekebalan kelompok)," kata Lee.

Jepang juga tidak kalah mengkhawatirkan. Para ahli memperkirakan ada kemungkinan besar gelombang kedua terjadi di negara itu.

Pada Kamis (18/6/2020), 41 kasus baru tercatat di Ibu Kota Tokyo. Besaran kasus dengan jumlah di atas 40 sudah terjadi 3 kali dalam sepekan kemarin.

Menurut Presiden dari Japan Associations of Infectious Disease (JAID) Kazuhiro Tateda, kasus baru ini banyak terjadi di kota besar karena adanya kehidupan malam di sana, misalnya pub, klub, dan sebagainya.

Untuk mencegah terjadinya penularan yang lebih meluas, otoritas terkait telah memberlakukan aturan atau pedoman yang harus ditaati oleh para pelaku industri hiburan malam.

Selain itu, pemerintah disebut telah meningkatkan persediaan anggaran untuk memerangi virus dan para tenaga medis seperti dokter dan perawat telah memiliki kesiapan yang lebih untuk menghadapi kasus-kasus infeksi.

Baca juga: Bangkitkan Ekonomi, Jepang Cabut Pembatasan Perjalanan Domestik

Pelajaran dari gelombang pertama

Pekerja salon menggunakan masker dan pelindung wajah saat melayani pelanggan yang melakukan perawatan rambut di Alfons Salon di Jakarta, Jumat (19/6/2020). Pemprov DKI Jakarta pada minggu ketiga penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi membuka kembali operasional unit usaha salon dan tata rambut dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran seperti pengukuran suhu tubuh, penggunaan masker bagi karyawan dan konsumen salon, sterilisasi peralatan, pemakaian pelindung wajah bagi karyawan, dan sistem reservasi bagi konsumen.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Pekerja salon menggunakan masker dan pelindung wajah saat melayani pelanggan yang melakukan perawatan rambut di Alfons Salon di Jakarta, Jumat (19/6/2020). Pemprov DKI Jakarta pada minggu ketiga penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi membuka kembali operasional unit usaha salon dan tata rambut dengan menerapkan protokol kesehatan sesuai anjuran seperti pengukuran suhu tubuh, penggunaan masker bagi karyawan dan konsumen salon, sterilisasi peralatan, pemakaian pelindung wajah bagi karyawan, dan sistem reservasi bagi konsumen.

Dari penularan virus dan wabah yang terjadi di gelombang pertama, masyarakat dunia dan berbagai pihak terkait bisa belajar apa saja yang bisa dilakukan dan efektif untuk mencegah penularan.

Beberapa di antaranya adalah pentingnya penggunaan masker wajah dan kapasitas pengujian dan sistem pelacakan yang tinggi.

Profesor Kesehatan Masyarakat di Otago University, Wellington, Michael Baker menyebut hal lain yang juga tak kalah penting adalah dikembangkannya ilmu pengetahuan, keberadaan pemimpin yang baik, pemimpin yang bisa cepat tanggap menangani pandemi. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com