Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Apa Itu Zona Hitam di Surabaya dan Mengapa Bisa Terjadi?

Kompas.com - 03/06/2020, 14:07 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Dalam peta sebaran Covid-19 di Jawa Timur, Kota Surabaya tampak terlihat berwarna hitam.

Berdasarkan pantauan Kompas.com di infocovid19.jatimprov.go.id, hingga Rabu (3/6/2020) siang, wilayah Kota Surabaya masih terlihat menjadi zona hitam.

Selain itu, pengguna Facebook Ika Devi juga turut mengunggah mengenai hal tersebut.

"Surabaya jadi zona hitam ..bukan merah lagi. Stay safe
Jangan lupa berdoa. Jangan lupa vitamin. Menjadi sapaan Tiap hari untuk sahabat dan TS..Rip dr is Tjahjadi SPPD," tulis Ika Devi.

Baca juga: Kembali Merebak di Kongo, Berikut Beda Virus Ebola dengan Corona...

Baca juga: Uji Coba Vaksin Corona dan Rendahnya Jumlah Kasus Covid-19 di China...

Lantas, apa itu zona hitam dan mengapa Surabaya bisa menjadi zona hitam?

Hitam memiliki arti darurat

Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman menjelaskan, kondisi hitam bisa memiliki arti darurat.

"Sudah lebih dari zona bahaya yakni merah. Artinya penambahan kasusnya sudah tinggi, lebih dari 2.000-an biasanya," kata Dicky kepada Kompas.com, Rabu (3/6/2020).

Sebenarnya, kata Dicky, warna yang tampak seperti hitam tersebut aslinya adalah berwarna merah.

"Sebetulnya yang aslinya itu bukan warna hitam, aslinya warna merah. Jadi ketika angka kasus baru di atas 2.000-an, maka daerah itu akan berwarna merah. Jadi tampak seperti hitam," ucap dia.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

Tutup tempat ramai

Kampung Wani Jogo Suroboyo di RW 12 Kelurahan Sawahan, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur.Dok. Pemkot Surabaya Kampung Wani Jogo Suroboyo di RW 12 Kelurahan Sawahan, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Dicky, hal ini menunjukkan bahwa Kota Surabaya harus sudah sangat serius merespons penanganan Covid-19.

Selain itu, masyarakat, semua instansi dan pemangku kepentingan juga harus dilibatkan dan terlibat aktif menurunkan angka positif Covid-19.

"Karena bila tidak, bukan mustahil dalam waktu 2-3 minggu ke depan, situasi di Surabaya akan menjadi chaos," jelas dia.

Oleh karena itu, Dicky berpesan agar segera dilakukan peningkatan jumlah testing dan melacak populasi yang dianggap berisiko tinggi.

Misalnya, terhadap orang lanjut usia, orang sakit, anak-anak, dan juga terhadap ibu hamil.

"Saran saya, tempat-tempat ramai ditutup dulu dalam 2 minggu ke depan, sehingga akan mengurangi kecepatan dari penularan," papar Dicky.

"Masyarakat juga harus terus diedukasi tentang pentingnya pengertian new normal dalam artian untuk pencegahan, bukan new normal yang artian kembali hidup bebas dengan gembira ria dan tidak memakai masker, tidak patuh cuci tangan, tidak mengindahkan jaga jarak, dan juga hal-hal lain yang bersifat pencegahan," imbuhnya.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 3 Juni: 6,4 Juta Orang Terinfeksi | Tes Berbasis Air Liur di Jepang

Dicky mengungkapkan, dalam menilai suatu wilayah yang mengalami peningkatan dari hijau ke merah, selalu dilihat pada strategi utama menghadapi pandemi.

Adapun strategi yang dimaksud yakni testing, tracing dan isolasi.

"Terjadinya peningkatan ini tentunya ada kelemahan di antara tiga strategi utama tadi," kata Dicky.

Oleh sebab itu, lanjut dia, strategi utama dan kunci untuk melandaikan dan mencegah suatu wilayah agar beranjak dari zonasi yang lebih buruk, satu-satunya jalan adalah menguatkan tiga strategi ini.

Baca juga: Berikut Cara Membuat Hand Sanitizer Sendiri dengan Lima Bahan Sederhana

Pelaksanaan rapid test Covid-19 warga Kelurahan Pisangan Baru, Matraman, Jakarta Timur di Puskesmas Kecamatan Matraman, Selasa (2/6/2020).Dokumentasi Kelurahan Pisangan Baru Pelaksanaan rapid test Covid-19 warga Kelurahan Pisangan Baru, Matraman, Jakarta Timur di Puskesmas Kecamatan Matraman, Selasa (2/6/2020).

Selain itu, peran aktif dari masyarakat juga harus dikedepankan dalam upaya pencegahan.

"Jadi di surabaya ini setidaknya ada 30 kluster lebih. Ditambah dengan perilaku sebagian besar masyarakat yang masih abai, masih banyak yang tidak mengindahkkan kewajiban bermasker, jaga jarak dan lain-lain," ucap Dicky.

Masih banyaknya masyarakat yang abai tersebut tak hanya di Surabaya saja, melainkan juga terjadi hampir di seluruh Indonesia.

Menurutnya, hal ini hendaknya menjadi pelajaran yang berharga bagi daerah-daerah lain.

"Tanpa adanya kerja sama antara masyarakat dan pemangku kepentingan, tentu keinginan kita untuk mencegah terjadinya pelambatan dan mencegah terjadinya penularan Covid-19 ini akan sulit," pungkas dia.

Baca juga: Waspada Gejala Baru Virus Corona, dari Sulit Berbicara hingga Halusinasi

Sejatinya warna merah

Ilustrasi virus corona di IndonesiaShutterstock Ilustrasi virus corona di Indonesia

Sementara itu, Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menyebut, sejatinya warna hitam tersebut adalah merah.

Pasalnya, kriteria warna yang dipakai hanyalah empat warna.

"Yang dipakai merah (risiko tinggi), oranye (risiko sedang, kuning (risiko rendah, dan hijau (tidak terdampak)," ucap Yuri saat dikonfirmasi terpisah.

Senada dengan Yuri, Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito juga menyatakan hal yang sama.

Wiku mengatakan, berdasarkan pengetahuannya, warna yang dipakai hanya berjumlah empat warna.

"Saya enggak tahu apa artinya hitam. Yang dipakai merah, oranye, kuning, dan hijau," ujar Wiku singkat.

Baca juga: Uji Coba Vaksin Corona dan Rendahnya Jumlah Kasus Covid-19 di China...

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Syarat Pengurusan SIKM Wilayah DKI Jakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com