Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Buruh dan Bayang-bayang RUU Cipta Kerja

Kompas.com - 01/05/2020, 06:30 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Buruh Internasional diperingati pada hari ini, 1 Mei 2020.

Setiap peringatan Hari Buruh, hal yang menjadi perhatian adalah isu-isu soal kesejahteraan buruh.

Pada 2018, misalnya, isu yang menjadi sorotan adalah Peraturan Presiden (Perpres) No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

Saat itu, pemerintah diminta lebih ketat dalam membuat aturan tentang TKA untik melindungi eksistensi tenaga kerja Indonesia.

Tahun ini, di tengah kekhawatiran global akan ancaman krisis ekonomi akibat pandemi virus corona, polemik RUU Cipta Kerja masih terus bergulir menghiasai peringatan Hari Buruh.

Serikat buruh hingga mahasiswa ramai-ramai menyatakan penolakannya. RUU yang terdiri dari 79 undang-undang dengan 15 bab dan 174 pasal itu dinilai semakin memojokkan para buruh.

Sekjen Serikat Pekerja Media dan Industri Kreatif untuk Demokrasi (Sindikasi) Ikhsan Raharjo bahkan menilai, RUU tersebut berpotensi menciptakan perbudakan modern.

"Semangat perbudakan modern itu sangat kuat terasa dalam draf yang kita semua bisa baca hari ini," kata Ikhsan, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 5 Maret 2020.

Baca juga: Sejarah Hari Buruh di Indonesia, Dulunya Dilarang Kini Jadi Hari Libur Nasional

Kontroversi sejumlah aturan

Ada sejumlah aturan yang menjadi sorotan.

Pertama, ketentuan pengupahan dalam RUU Cipta Kerja yang berbeda dengan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Dalam draf itu, penghitungan upah berdasarkan atas satuan kerja dan satuan waktu serta berpeluang menghapuskan penghitungan upah minimum kabupaten atau kota.

Kedua, ketentuan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan soal kontrak kerja yang dihapus dalam RUU Cipta Kerja. Artinya, semua jenis pekerjaan sah untuk mempekerjakan buruh dengan sistem kontrak.

Ketiga, penghapusan pasal-pasal yang mengatur outsourcing. Hal itu berpotensi menyebabkan semua pekerjaan bisa menggunakan sistem outsourcing.

Padahal, aturan soal outsourcing yang sebelumnya diatur dalam UU Ketenagakerjaan sudah memiliki aturan turunan yang lebih spesifik dalam Peraturan Menteri Nomor 11 Tahun 2019.

Keempat, dihapuskannya sanksi pelanggaran pengupahan yang ada dalam Pasal 90 UU Ketenagakerjaan.

Penghapusan itu semakin memperbesar celah perusahaan untuk mempekerjakan buruh dengan upah di bawah minimum.

Kelima, jaminan kesehatan yang tak lagi diatur sebagai kewajiban pengusaha di draf RUU Cipta Kerja.

Baca juga: Peringati Hari Buruh, FSPMI Akan Aksi di Medsos, Tolak Omnibus Law

Desak pembatalan

Dengan sejumlah permasalahan itu, banyak pihak mendesak pemerintah untuk membatalkan pembahasan RUU Cipta Kerja.

Desakan itu di antaranya disampaikan Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP) yang akan terus menggaungkan kampanye pembatalan tersebut.

Menurut Ketua Umum FBLP Jumisih, kampanye tersebut sebagai salah satu strategi supaya pemerintah segera mengambil sikap yang tidak hanya menunda klaster ketenagakerjaan.

Selain itu, Jumisih mengatakan, penolakan RUU Cipta Kerja juga sebagai upaya mendorong pemerintah agar fokus dalam penanganan pandemi Covid-19.

Senada dengan FBLP, Ketua Umum Konfederasi Kongres Aliansi Buruh Indonesia (KASBI) Nining Elitos juga mendesak pemerintah dan DPR untuk membatalkan pembahasan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

"Sejak dari awal selain proses dan kemudian kontennya juga sangat bertentangan dengan konstitusi negara kita yaitu Undang-Undang Dasar dan kemudian Pancasila," kata Nining, dikutip dari pemberitaan Kompas.com, 9 April 2020.

Menurut dia, pembahasan RUU Cipta Kerja di tengah pandemi Covid-19 juga tidak tepat. Karena itu, ia menyarankan agar pemerintah dan DPR fokus memutus mata rantai penularan Covid-19 terlebih dahulu.

Baca juga: May Day dari Perayaan Musim Semi hingga Hari Buruh Sedunia...

(Sumber: Kompas.com/Penulis: Sania Mashabi/Tsarina Maharani/Dian Erika Nugraheny/Achmad Nasrudin Yahya | Editor: Krisiandi/Kristian Erdianto/Bayu Galih)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

WHO Peringatkan Potensi Wabah MERS-CoV di Arab Saudi Saat Musim Haji

Tren
Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Mengapa Lumba-lumba Berenang Depan Perahu? Ini Alasannya Menurut Sains

Tren
Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Cara Cek NIK KTP Jakarta yang Non-Aktif dan Reaktivasinya

Tren
Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Berkaca dari Kasus Mutilasi di Ciamis, Mengapa Orang dengan Gangguan Mental Bisa Bertindak di Luar Nalar?

Tren
3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

3 Bek Absen Melawan Guinea, Ini Kata Pelatih Indonesia Shin Tae-yong

Tren
Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Alasan Israel Tolak Proposal Gencatan Senjata yang Disetujui Hamas

Tren
Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Pendaftaran Komcad 2024, Jadwal, Syaratnya, dan Gajinya

Tren
Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Studi Baru Ungkap Penyebab Letusan Dahsyat Gunung Tonga pada 2022

Tren
Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com