Maka, sejak tahun 2019, musim tayang pertama "Coming Home with Leila Chudori", yang saat itu juga didukung oleh Gentle Media merekam 12 episode.
Episode itu mengundang sejumlah tamu seperti Mira Lesmana, yang dengan seru berbincang tentang karya Haruki Murakami lengkap dengan kecenderungan tokoh-tokoh Murakami dalam setiap karyanya.
Ada pula Dian Sastrowardoyo, yang membahas tokoh Holden Caufield dengan serius dan rinci dalam "The Catcher in the Rye".
Saya dan Handry Satriago memilih mendiskusikan novel Azhari Aiyub "Kura-kura Berjanggut", sementara Salman Aristo dan Ine Febrianti bercerita pengalaman pertama mereka membaca karya Pramoedya Ananta Toer novel "Bumi Manusia", yang kemudian diangkat menjadi film yang melibatkan mereka.
Para penulis yang baru saja mengeluarkan karyanya kami undang untuk berbincang tentang proses kreatif mereka, antara lain Seno Gumira Ajidarma, Dee Lestari, Ayu Utami, Ahmad Fuadi, Laksmi Pamuntjak, dan Joko Pinurbo.
Sesekali kami juga mengundang beberapa narasumber memilih satu topik untuk didiskusikan, misalnya tentang Penghargaan Sastra.
Kami semua berharap dengan program podcast yang kami sajikan setiap hari Rabu ini, terutama di saat karantina seperti sekarang, kita semua mempunyai pilihan buku-buku apa yang asyik untuk dibaca, direnungkan, dan dibahas bersama kawan atau keluarga Anda.
Untuk musim tayang ketiga, aktivis Ivan Lanin akan membuka diskusi novel karya Marah Roesli berjudul "Anak dan Kemenakan" (kerja sama Balai Pustaka dan Kepustakaan Populer Gramedia, 2020).
Nama Marah Roesli tentu saja lebih identik dengan roman "Siti Nurbaja". Lahir di Padang, Sumatera Barat, 1889 dan wafat pada usia 78 tahun, Marah Roesli disebut oleh kritikus HB Jassin sebagai Bapak Roman Modern Indonesia.
Yang menarik dari ulasan Ivan Lanin, sebagaimana yang akan dengarkan pada episode pembuka hari ini, bagaimana banyaknya kosa kata dan diksi Melayu dalam roman ini yang sudah lama tidak digunakan dalam bahasa Indonesia masa kini.
Dalam era social media yang bernapsu memangkas kalimat menjadi sangat ringkas dan penuh akronim yang membuat pikiran buntu, gaya bahasa Marah Rusli menjadi suatu ingatan kembali pada kita betapa kaya dan indahnya menggunakan bahasa Indonesia yang lengkap.
Hal lain tentu saja yang kami diskusikan di sini adalah konsistensi Marah Rusli menulis roman yang berisi komentar (bahkan kritik) sosial tentang aturan-aturan perkawinan di abad itu, di mana kelompok etnik dan status sosial menjadi persyaratan yang sangat penting.
Kritik ini bukan hanya terasa dalam nobel "Anak dan Kemenakan", tetapi juga pada novel semi biografisnya yang berjudul "Memang Jodoh".
Episode perdana Musim Tayang 3 "Coming Home with Leila Chudori" bisa ditemukan pada tautan Spotify ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.