Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Cara Hong Kong Kendalikan Virus Corona Tanpa Lockdown...

Kompas.com - 18/04/2020, 20:05 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pemerintah Hong Kong tak menerapkan penguncian atau lockdown sebagai upaya menekan penyebaran dan pencegahan virus corona di negaranya.

Tanpa lockdown, seperti dilakukan sejumlah negara seperti China, Amerika Serikat, dan Inggris, Hong Kong dinilai berhasil menangani penyebaran virus corona.

Dengan populasi hampir 7,5 juta jiwa, angka Covid-19 di Hong Kong hingga Sabtu (18/4/2020) pagi, tercatat 715 kasus, termasuk 94 infeksi tanpa gejala, dan 4 orang meninggal dunia.

Pada awal pandemi virus corona, Hong Kong dianggap berisiko besar terpapar virus corona karena para pelancong yang datang dari daratan China.

Akan tetapi, sejak awal Februari, negara itu dianggap berhasil mengendalikan wabah virus corona.

Pelacakan kontak

Melansir The Guardian, Minggu (18/4/2020), Hong Kong menerapkan kebijakan sesuai dengan rekomendasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan memulai program ketat untuk melakukan tes pada setiap orang dengan gejala.

Baca juga: Kenapa Orang Hong Kong Sering Pakai Masker? Ternyata Sejak Kejadian Ini...

Mereka yang hasil tesnya positif Covid-19 menjalani karantina di rumah sakit.

Kemudian, dilakukan pelacakan terhadap mereka yang melakukan kontak dengan pasien positif, dan diperintahkan melakukan isolasi.

Pada awal Maret 2020, sekitar 400 pasien yang menjalani rawat jalan dan 600 pasien rawat inap diuji setiap hari.

Kontrol ketat dilakukan di perbatasan. Siapa pun yang datang dari daratan China atau negara dengan kasus Covid-19 wajib menjalani karantina selama 14 hari di tempat yang telah disediakan.

Penginapan wisata dan perumahan baru namun belum dihuni diubah menjadi fasilitas karantina.

Sekolah ditutup dan orang-orang didorong untuk bekerja dari rumah jika mereka mampu.

Inggris dan negara-negara Eropa lainnya juga melakukan tes dan pelacakan kontak pada minggu-minggu awal epidemi virus corona.

Akan tetapi, seiring bertambahnya jumlah kasus, tes dan penelusuran ditinggalkan dan mereka memilih menerapkan lockdown total untuk membatasi pergerakan dan meminta warga tetap berada di rumah.

Baca juga: Cara Mudah Bikin Masker Sendiri di Rumah Menurut Ilmuwan Hong Kong

Kesadaran masyarakat Hong Kong

Warga Hong Kong terlihat memakai masker bepergian di pulau Cheung Chau saat libur Paskah, di tengah merebaknya virus corona. Foto diambil pada 12 April 2020.JOYCE ZHOU/REUTERS Warga Hong Kong terlihat memakai masker bepergian di pulau Cheung Chau saat libur Paskah, di tengah merebaknya virus corona. Foto diambil pada 12 April 2020.
Hong Kong belum menerapkan kebijakan lockdown.

Melansir Lancet Public Health, meskipun masyarakat Hong Kong tidak diwajibkan untuk tinggal di rumah, mereka memilih untuk mengubah perilaku.

Dalam sebuah survei pada Maret 2020, 85 persen responden mengaku menghindari tempat-tempat ramai, dan 99 persen responden menyatakan mengenakan masker saat meninggalkan rumah.

Perilaku ini dianggap sebagai indikasi kekhawatiran mereka.

Selama wabah SARS pada tahun 2003 yang melanda Hong Kong dan menyebabkan 299 kematian, 79 persen warga negara itu mengenakan masker.

Namun, saat pandemi flu babi pada 2009, hanya 10 persen warga yang mengenakan masker. 

Para ilmuwan memperkirakan, jumlah rata-rata orang yang terinfeksi dari pembawa virus tetap berada pada angka 1 selama 8 minggu dari awal Februari ketika langkah-langkah pencegahan diberlakukan.

Hal ini dianggap berkontribusi pada pelambatan epidemi.

Prof Benjamin Cowling dari University of Hong Kong, yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan, Hong Kong menunjukkan bagaimana penyakit ini dapat dikendalikan agar berdaya rusak rendah tanpa menyebabkan dampak signifikan secara ekonomi dan sosial seperti yang dialami oleh negara-negara Eropa dan AS.

"Dengan segera menerapkan langkah-langkah kesehatan masyarakat, Hong Kong telah menunjukkan bahwa penularan Covid-19 dapat secara efektif ditahan tanpa menggunakan lockdown total yang sangat mengganggu, seperti yang terjadi di China, AS, dan negara-negara Eropa Barat," kata Prof. Benjamin.

“Pemerintah lain dapat belajar dari keberhasilan Hong Kong. Jika langkah-langkah dan respons populasi ini dapat dipertahankan, sambil menghindari stress yang bisa terjadi di kalangan masyarakat umum. Mereka secara substansial dapat mengurangi dampak lokal epidemi Covid-19," lanjut dia.

Baca juga: Rumor Angin Wuhan Bawa Virus Corona hingga ke Hong Kong Disebut Tidak Benar

Kasus influenza juga ikut turun

Penggunaan masker pada jam makan siang di Hong Kong.Penggunaan masker pada jam makan siang di Hong Kong. Penggunaan masker pada jam makan siang di Hong Kong.
Tim ilmuwan juga menemukan penurunan angka kasus influenz. Masih dikaji apakah penurunan ini terjadi karena adanya pembatasan fisik dan perubahan perilaku masyarakat di Hong Kong sebagai pencegahan Covid-19.

Kedua penyakit ini ditularkan dengan cara yang sama.

Tercatat, penularan flu berkurang 44 persen selama Februari 2020 setelah penutupan sekolah. 

“Kecepatan penurunan aktivitas influenza pada tahun 2020 lebih cepat daripada tahun-tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa tindakan jarak sosial dan perilaku penghindaran lainnya memiliki dampak tambahan yang substansial pada penularan influenza,” kata peneliti lainnya dari Universitas Hong Kong, Dr Peng Wu.

“Karena influenza dan Covid-19 adalah patogen pernapasan yang langsung ditularkan dengan dinamika pelepasan virus yang serupa, kemungkinan langkah-langkah pengendalian ini juga mengurangi penularan Covid-19 di masyarakat," ujar dia.

Dia menambahkan, masyarakat Hong Kong lebih sadar akan perlunya mengubah perilaku mereka karena pengalaman berjangkitnya penyakit menular di masa lalu.

Melihat perkembangan di Hong Kong, guru besar kedokteran dari Universitas East Anglia, Profesor Paul Hunter mengatakan, penelitian ini bisa menjadi contoh untuk mempertimbangkan sebelum melakukan lonckdown.  

“Meskipun seseorang tidak selalu dapat mengadaptasi metode dari negara Asia ke negara Eropa, pendekatan Hong Kong dapat memberi kita cara untuk meringankan dampak dari lockdown tanpa mempertaruhkan terjadinya peningkatan jumlah kasus lagi," kata Prof Paul.

Menurut dia, sebagai salah satu negara yang terkena dampak paling parah selama epidemi SARS pada tahun 2003, Hong Kong dianggap lebih siap untuk menghadapi wabah Covid-19 daripada negara lain.

“Peningkatan kapasitas tes dan kapasitas rumah sakit untuk menangani patogen pernapasan baru, dan populasi yang sangat sadar akan kebutuhan untuk meningkatkan kebersihan pribadi dan menjaga jarak fisik, menempatkan mereka dalam kondisi yang lebih baik," kata dia.

Meski demikian, para ahli ini belum bisa menyimpulkan kebijakan mana yang paling memberi pengaruh apakah pengujian, pelacakan kontak, atau karantina.

“Itu adalah pertanyaan yang sangat penting dan satu yang belum dapat kami jawab. Kami pikir kemungkinan besar itu adalah kombinasi dari serangkaian kebijakan yang bekerja dengan baik. Pembatasan sosial memperlambat transmisi virus dan mencegah terjadinya wabah besar, sehingga memungkinkan tes dan pelacakan terus dilakukan,” ujar dia.

Baca juga: Hewan Positif Covid-19: Harimau di AS, Anjing di Hong Kong, dan Kucing di Belgia

KOMPAS.com/AKbar Bhayu Tamtomo Infografik: Wabah Virus Corona, Siapa yang Perlu Periksa ke Rumah Sakit?

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com