Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diprediksi Akan Terjadi, Apa Itu Gelombang Kedua Virus Corona?

Kompas.com - 14/04/2020, 10:14 WIB
Dandy Bayu Bramasta,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa ahli mengatakan bahwa Indonesia harus bersiap menyambut kedatangan gelombang kedua virus corona.

Salah satu peneiliti yang mengungkapkan hal itu adalah Epidemiolog Indonesia kandidat doktor dari Griffith University Australia, Dicky Budiman.

Menurut Dicky, pandemi Covid-19 berpotensi memiliki beberapa gelombang serangan wabah, termasuk di Indonesia.

Baca juga: Update Virus Corona di Dunia 14 April: 1,9 Juta Terinfeksi, 443.732 Sembuh, 119.403 Meninggal

Lantas, apa itu gelombang kedua virus corona?

Dicky mengatakan, gelombang kedua virus corona adalah bila suatu wilayah telah mencapai puncak terkena virus corona, kemudian terjadi penurunan, setelah fase penurunan jumlah kasus tersebut terjadi lonjakan kasus lagi.

Adapun puncak kasus, kata Dicky, biasanya dihitung dengan attack rate di angka 3-10 persen penduduk merujuk data di Wuhan.

"Gelombang kedua biasanya menyerang hingga 90 persen penduduk yang belum terpapar tadi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Selasa (14/4/2020).

Dicky mengungkapkan, gelombang kedua mempunyai masa jeda yang relatif jauh dengan puncak gelombang pertama, bisa memakan waktu sebulan atau lebih.

Seperti halnya di China, gelombang kedua terjadi karena adanya orang dari luar wilayah atau negara yang membawa virus dan menularkan kembali ke populasi yang lainnya.

"Dalam kasus China diduga pembawanya adalah penduduk China yang kembali ke negaranya," ujar Dicky.

Baca juga: Simak 10 Cara Meminimalkan Tertular Virus Corona di Transportasi Publik

Pelacakan kasus kontak

Ilustrasi Virus CoronaStocktrek Images/Getty Images Ilustrasi Virus Corona

Sedangkan untuk di Indonesia, ia menyarankan untuk fokus pada kondisi saat ini dengan intensifikasi dan ekstensifikasi test, pelacakan kasus kontak, perawatan dan isolasi.

Dalam proyeksinya, puncak kurva di Indonesia akan terjadi di awal Mei, dengan asumsi intervensi yang masih sama dengan saat ini.

"Awal atau akhir setiap gelombang tak bisa diprediksi tepat namun dapat diperkirakan, walau kadang sedikit tricky. Misalnya DKI melakukan PSBB ketat selama sebulan, dan terjadi penurunan angka kasus baru, dan memutuskan untk membuka atau meniadakan PSBB, pada kondisi tersebut bisa saja disebut gelombang pertama," kata Dicky.

Baca juga: Iran Catatkan 4.585 Kematian akibat Virus Corona Saat Larangan Bepergian Dicabut

Setiap wilayah berpotensi alami gelombang kedua

Menurut Dicky, selama solusi belum ada yaitu obat dan vaksin atau herd imunity terjadi, maka setiap wilayah akan berpotensi mengalami gelombang kedua atau ketiga.

Hal ini, imbuh Dicky, sama halnya seperti perjalanan panjang manusia saat pandemi flu pada 1918-1920.

Dicky mengungkapkan, pandemi Covid-19 ini harus dipahami secara utuh.

"Saya melihat pemerintah pusat atau daerah belum memahami ini. Terlihat dari pendekatan strategi masih belum menyentuh strategi utama pandemi yaitu tes trace treat dan isolate. Plus upaya pencegahan seperti pembatasan sosial dan fisik yang di dalamnya masuk PSBB, cuci tangan dan bermasker," papar Dicky.

Petugas gabungan dari TNI, Polri, Polisi Pamong Praja dan Dishub DKI Jakarta melakukan imbauan kepada pengendara mobil dan motor untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan Penjernihan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (13/4/2020). Imbauan ini dilakukan agar masyarakat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari, yang salah satu aturannya adalah pembatasan penumpang kendaraan serta anjuran untuk menggunakan masker jika berkendara.KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG Petugas gabungan dari TNI, Polri, Polisi Pamong Praja dan Dishub DKI Jakarta melakukan imbauan kepada pengendara mobil dan motor untuk dapat mematuhi penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di jalan Penjernihan, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Senin (13/4/2020). Imbauan ini dilakukan agar masyarakat menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama 14 hari, yang salah satu aturannya adalah pembatasan penumpang kendaraan serta anjuran untuk menggunakan masker jika berkendara.

Ketika disinggung apakah jumlah kasus di gelombang kedua akan lebih tinggi dari gelombang pertama, ia tak bisa menjawabnya.

Hal itu lantaran selama pemerintah belum mengetahui berapa sebetulnya jumlah penduduk yang telah terinfeksi Covid-19.

Adapun solusinya dapat dengan cara meningkatkan tes secara masal dan agresif sehingga bisa diperkirakan jumlah yang positif.

"Namun akan lebih tepat dan ideal bila melakukan juga survei serologi agar analisa yang didapat relatif lebih bisa dipercaya untuk menggambarkan berapa jumlah penduduk yang masih rawan," kata Dicky.

Menurutnya, semakin besar jumlah penduduk yang belum terinfeksi maka logikanya potensi penduduk yang akan terinfeksi dalam gelombang berikutnya akan semakin besar.

Baca juga: Berikut 5 Gejala Virus Corona Ringan yang Tak Boleh Diabaikan

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Timeline Wabah Virus Corona

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Alasan Komisi X soal Anggota DPR Dapat Kuota KIP Kuliah

Tren
Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Kebun Binatang di China Ubah Anjing Menyerupai Panda, Tuai Kecaman Pengunjung

Tren
Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Buntut Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Kemenhub Tuntut ASN Jaga Etika

Tren
Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Pekerjaan untuk Juru Parkir Liar Minimarket

Tren
Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Benarkah Kenaikan UKT Belakangan karena Campur Tangan Pemerintah?

Tren
Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Demonstran Israel Blokir Jalan dengan Batu, Truk Bantuan ke Gaza Tak Bisa Lewat

Tren
BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

BMKG: Inilah Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 11-12 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

[POPULER TREN] Media Asing Soroti Indonesia Vs Guinea | Ikan Tinggi Vitamin D

Tren
Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Perjalanan Sashya Subono, Animator Indonesia di Balik Film Avatar, She-Hulk, dan Hawkeye

Tren
Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli 'Cash', Ini Faktanya

Ramai soal Mobil Diadang Debt Collector di Yogyakarta padahal Beli "Cash", Ini Faktanya

Tren
Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Pria di India Ini Memiliki Tumor Seberat 17,5 Kg, Awalnya Mengeluh Sakit Perut

Tren
Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Daftar 10 Ponsel Terlaris di Dunia pada Awal 2024

Tren
Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Ramai soal Pejabat Ajak Youtuber Korsel Mampir ke Hotel, Ini Kata Kemenhub

Tren
Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Beredar Penampakan Diklaim Ular Jengger Bersuara Mirip Ayam, Benarkah Ada?

Tren
Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Warganet Sambat ke BI, Betapa Susahnya Bayar Pakai Uang Tunai di Jakarta

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com