Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Krakatau Meletus, Ini Pemberitaan Media Asing soal Suara Dentuman Tadi Malam

Kompas.com - 11/04/2020, 14:15 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Virdita Rizki Ratriani

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Hari Jumat (10/4/2020) Gunung Anak Krakatau (GAK) mengalami erupsi sekitar pukul 21.58 WIB.

Erupsi gunung berapi yang terletak di Selat Sunda ini telah dibenarkan oleh Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo.

"Iya benar. Semalam Gunung Anak Krakatau meletus dekat-dekat jam 12 tadi malam hingga jam 5 tadi pagi masih meletus," kata Agus saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (11/4/2020) pagi.

Berdasarkan laporan yang diterima BNPB, tinggi kolom abu yang dikeluarkan pada erupsi awal sekitar 500 meter.

Peristiwa erupsi GAK ini pun tidak luput dari perhatian media internasional.

Baca juga: Letusan Gunung Anak Krakatau Tak Sebabkan Tsunami, Ini Penjelasan BMKG

Media Inggris 

Tangkapan layar pemberitaan Daily Mail tentang erupsi Gunung Anak Krakatau, Sabtu (11/4/2020).dailymail.co.uk Tangkapan layar pemberitaan Daily Mail tentang erupsi Gunung Anak Krakatau, Sabtu (11/4/2020).

Media Inggris, Daily Mail menuliskan, letusan Gunung Anak Krakatau mengeluarkan kepulan asap setinggi 15 kilometer (km) ke udara.

Daily Mail juga mengabarkan adanya suara dentuman keras, yang terdengar hingga 150 kilometer jauhnya di ibu kota Jakarta sekitar pukul 11 malam waktu setempat.

"Citra satelit mendeteksi letusan magmatik besar dengan kepulan asap setinggi 15 km (47.000 kaki) ke langit," tulis Daily Mail

Daily Mail juga menulis bahwa letusan tersebut diyakini sebagai aktivitas terkuat sejak letusan pada Desember 2018.

"Gunung berapi itu kehilangan lebih dari dua pertiga ketinggiannya setelah ledakan yang memicu tsunami mematikan yang menewaskan 400 orang," tulis Daily Mail selanjutnya.

Baca juga: Lapan Sebut Suara Dentuman Bukan dari Letusan Gunung Anak Krakatau

Media Rusia

Tangkapan layar pemberitaan erupsi Gunung Anak Krakatau dari Sputnik News, Sabtu (11/4/2020).sputniknews.com Tangkapan layar pemberitaan erupsi Gunung Anak Krakatau dari Sputnik News, Sabtu (11/4/2020).

Media Rusia, Sputnik News turut menyoroti letusan GAK semalam. Beritanya juga menunjukkan ini letusan terbesar sejak Desember 2018 yang saat itu memicu tsunami.

Meski demikian, data yang dicantumkan Sputnik sedikit berbeda dengan Daily Mail. Di Sputnik disebutkan kepulan asap setinggi 14 km, yang mereka lansir dari pemberitaan Newshub.

"Erupsi dari gunung api ternama, yang terletak di antara Pulau Jawa dan Sumatra di Provinsi Lampung, dilaporkan dimulai pada 10.35 malam waktu setempat," tulis Sputnik. 

Baca juga: Pasca-letusan Anak Krakatau, Warga Masih Waspada, Sebagian Bersihkan Sisa Debu Vulkanik

Media Amerika Serikat

Media Amerika Serikat, Washington Examiner juga turut melaporkan berita serupa.

"Gunung berapi yang terkenal, Krakatau, meletus pada Jumat, memuntahkan abu vulkanik setinggi 9 mil ke udara," tulis Washington Examiner

Media tersebut menulis, sekitar pukul 11 malam Waktu setempat, letusan gunung berapi yang keras dilaporkan didengar oleh warga Indonesia yang berada di ibu kota negara, Jakarta, lebih dari 90 mil jauhnya. 

"Gambar yang diambil dari webcam di dekat area tersebut menunjukkan lava yang mengalir dari gunung berapi," tulisnya lagi. 

Media tersebut juga menyoroti bahwa letusan ini diyakini sebagai yang paling kuat sejak Desember 2018.

Baca juga: BMKG: Dentuman di Jakarta Tak Berkaitan dengan Gunung Anak Krakatau

 Pada waktu itu, letusan GAK menghasilkan tsunami mematikan yang menewaskan lebih dari 400 orang di pantai-pantai di Sumatra bagian tenggara dan Jawa bagian barat. 

Washington Examiner menutup beritanya dengan menuliskan sejarah erupsi dahsyat Krakatau yang terjadi pada 1883.

"Pada tahun 1883, gunung berapi itu meletus dengan ledakan dahsyat yang 10.000 kali lebih kuat dari bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima," tulis Washington Examiner

Letusan itu menewaskan sekitar 36.000 orang, menghancurkan ratusan desa, dan abunya menyebar hingga Eropa. Penelitian menunjukkan bahwa dampak letusan tersebut kemungkinan telah menyebabkan penurunan suhu global selama bertahun-tahun.

Baca juga: Erupsi Gunung Anak Krakatau, Operasional Bandara Radin Inten II Masih Normal

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com