Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tetap Mudik di Tengah Pandemi Corona, Berikut Sejarah dan Asal-usul Mudik

Kompas.com - 03/04/2020, 08:04 WIB
Jawahir Gustav Rizal,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Mudik merupakan salah satu tradisi yang melekat kuat di kultur masyarakat
Indonesia, salah satunya bagi masyarakat Kabupaten Wonogiri yang sebagian
besar warganya merantau ke luar kota.

Tradisi pulang ke kampung halaman ini biasanya dilakukan menjelang bulan Ramadhan dan Syawal.

Di tengah kekhawatiran akan infeksi virus corona yang semakin meluas, animo masyarakat untuk pulang kampung tidak tampak menurun tapi mengalami lonjakan yang signifikan.

Hal tersebut dapat dilihat dari data yang dihimpun oleh Terminal Giri Adipura Kabupaten Wonogiri sejak 15 Maret-1 April 2020 menunjukkan total bus AKAP (Antar Kota Antar Provinsi) yang memasuki Wonogiri berjumlah 1.654 bus dan membawa 29.908 penumpang.

Pemerintah sendiri memang memutuskan untuk tidak mengeluarkan larangan resmi
terkait mudik.

Keputusan ini diambil saat rapat terbatas yang dipimpin langsung oleh Presiden Joko Widodo, Kamis (2/4/2020).

Plt. Menteri Perhubungan Luhut Binsar Pandjaitan beralasan pemerintah tidak melarang mudik secara resmi karena ada kemungkinan larangan yang diterbitkan oleh pemerintah tidak akan diindahkan oleh masyarakat.

"Orang kalau dilarang, (tetap) mau mudik saja gitu. Jadi kita enggak mau (larang)," ucap luhut.

Sebagai sebuah kultur yang telah melekat lama di masyarakat mudik memang sulit untuk dilarang. Namun, sejak kapan sebenarnya tradisi ini bermula?

Sejarah mudik

Arus calon penumpang mudik Lebaran di Terminal Pulogadung, Jakarta, terlihat padat, Senin (26/1/1998).KOMPAS/EDDY HASBY Arus calon penumpang mudik Lebaran di Terminal Pulogadung, Jakarta, terlihat padat, Senin (26/1/1998).

Diberitakan Kompas.com, Rabu (6/6/2018), Dosen Sejarah Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Silverio Raden Lilik Aji Sampurno mengungkapkan, mudik sudah ada sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam.

"Awalnya, mudik tidak diketahui kapan. Tetapi ada yang menyebutkan sejak zaman Majapahit dan Mataram Islam," kata Silverio.

Pada zaman dahulu, wilayah kekuasaan Kerajaan Majapahit meliputi Sri Lanka dan Semenanjung Malaya.

Oleh sebab itu, pihak kerajaan menempatkan pejabat-pejabatnya ke berbagai wilayah untuk menjaga wilayah kekuasaannya.

Di waktu tertentu, imbuhnya pejabat-pejabat tersebut akan kembali ke pusat kerajaan untuk menghadap Raja dan mengunjungi kampung halamannya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com