Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tentang Serat Kalatidha Ronggowarsito yang Dikutip HB X Saat Sapa Aruh soal Virus Corona

Kompas.com - 24/03/2020, 22:18 WIB
Rizal Setyo Nugroho

Penulis

KOMPAS.com - Raja Ngayogyakarta Hadiningrat Sri Sultan Hamengku Buwono X memberikan seruan kepada kepada warga Yogyakarta, Senin (23/3/2020) terkait wabah virus corona.

Pesan tersebut sejatinya ingin disampaikan HB X di keraton karena menyangkut pribadinya sebagai Raja Yogyakarta.

Namun akhirnya pesan Sapa Aruh Sultan HB X itu disampaikan di Kepatihan, mengingat dirinya juga Gubernur DIY yang masih harus mengontrol jalannya tanggap darurat virus corona di DIY.

HB X berpesan agar masyarakat Yogyakarta menjaga kesehatan, menghindari keramaian, dan mengisolasi diri selama 14 hari serta menjaga keluarga.

Dalam pengumuman itu, pihaknya menyebut Yogyakarta tidak melakukan lockdown namun slow-down atau berupaya memperlambat pandemi virus corona.

Sehingga HB X memohon kepada warga Yogyakarta bersabar, tawakal, pasrah, ikhtiar dan berdoa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Di awal pesannya, HB X menyebut pujangga Ronggowarsito dan sajak Serat Kalatidha untuk konteks hari-hari yang penuh ketidakpastian virus corona atau tidha-tidha dalam ungkapan Jawa.

"SAYA, Hamengku Buwono, pada hari-hari ini yang syarat akan ketidakpastian, yang digambarkan oleh Pujangga Wekasan, Ranggawarsito dalam serat Kalatidha, suasana tidha-tidha yang sulit diramal, penuh rasa was-was. Saya mohon para warga agar bersama-sama memanjatkan doa ke haribaan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, agar Kita diberi petunjuk di jalan lurus-NYA kembali pada ketenteraman lahir dan batin," ujar HB X dikutip dari Kompas.com (23/3/2020).

Apa itu Serat Kalatidha dan siapa Ronggowarsito?

Mengutip Harian Kompas (7/3/1991), Serat Kalathida adalah salah satu karya pujangga Jawa Ronggowarsito yang menonjol.

Karya terkenal Ronggowarsito lainnya selain Serat Kalatidha adalah Serat Centhini, Joko Lodhang, Sabda Jati, atau Sabda Tama.

Naskah yang seluruhnya terdiri dari 12 bait itu berbentuk serat (puisi klasik) pada zamannya sering dianggap sebagai "ramalan" tentang suatu keadaan di masa mendatang.

Prof Drs Sunarjo Wreksosuhardjo saat pidato pengukuhan guru besar Universitas Sebelas Maret di kampus UNS menyebutkan, Serat Kalatidha mengandung derajat kesempurnaan di dalam filsafat Timur.

Sementara bait yang juga sering dikutip orang dari Serat Kalatidha adalah bait ketujuh, yang di dalamnya mengingatkan orang Jawa untuk selalu ingat dan waspada.

RNg Ronggowarsito (1802-1873) adalah pujangga besar Jawa yang hidup di kalangan Keraton Surakarta pada masa pemerintahan Paku Buwono IV hingga V.

Ronggowarsito lahir di Surakarta 15 Maret 1802 dengan nama kecil Bagus Burhan. Dia adalah putra dari Mas Pajangswara atau Mas Ngabehi Ronggowarsito, cucu Yasadipura II.

Ronggowarsito meninggal di usia 71 tahun pada 24 Desember 1873.

Berikut 12 bait Serat Kalatidha karya Ronggowarsito:

I
Mangkya darajating praja
kawuryan wus sunya-ruri
rurah pangrehing ukara
karana tanpa palupi.
Ponang parameng-kawi
kawileting tyas malatkung
kongas kasudranira
tidhem tandhaning dumadi.
Hardayengrat dening karoban rubeda.


Artinya:
Sekarang derajat negara terlihat telah suram pelaksanaan undang-undang sudah rusak karena tanpa teladan. Kini, Sang Pujangga hatinya diliputi rasa sedih, prihatin tampak jelas kehina-dinannya amat suram tanda-tanda kehidupan. Akibat kesukaran duniawi, bertubi-tubi kebanjiran bencana.

II

Ratune ratu utama
patihe patih linuwih
pra nayaka tyas raharja
panekare becik-becik
parandene tan dadi
paliyasing kalabendu
Malah sangkin andadra
rubeda kang ngreribedi.
Beda-beda hardane wong sanagara.

Artinya:
Raja yang tengah berkuasa adalah raja utama, perdana menterinya pun seorang yang terpilih para menteri juga bercita-cita menyejahterakan rakyat. Pegawai aparatnya pun baik-baik, meski demikian tidak menjadi penolak atas zaman terkutuk ini. Malahan keadaan semakin menjadi-jadi berbagai rintangan yang mengganggu. Berbeda-beda perbuatan angkara orang seluruh negara.

III
Katatangi tangisira
sira sang parameng kawi
kawileting tyas duhtita
kataman ing reh wirangi
dening upaya sandi
sumaruna anarawang
panglipur manuhara
met pamrih melik pakolih
temah suh-ha ing karsa tanpa weweka.

Artinya:
Daripada menangis sedih, bangkitlah wahai Sang Pujangga meski diliputi penuh duka cita mendapatkan rasa malu atas berbagai fitnahan orang. Mereka yang mendekatimu bergaul, menghibur, seolah membuat enak hatimu, padahal bermaksud memperoleh keuntungan, sehingga merusak cita-cita luhur, karena tanpa kehati-hatianmu.

IV
Dhasar karoban pawarta
babaratan ujar lamis
pinudya dadya pangarsa
wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti
pedah apa aneng ngayun
andhedher kaluputan
siniraman banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka.

Artinya: Dasarnya terbetik berbagai berita, kabar angin yang berujar munafik Sang Pujangga hendak diangkat menjadi pemuka, akhirnya malahan berada di belakang. Apabila dipikir-pikir dengan benar berfaedah apa berada di muka. Menanam benih-benih kesalahan disirami oleh air kelupaan. Apabila tumbuh berkembang menjadi kesukaran.

V
Ujaring Panitisastra
awawarah asung peling
ing jaman keneng musibat
wong ambek jatmika kontit.
Mangkono yen niteni.
Pedah apa amituhu
pawarta lalawora
mundhak angroronta ati.
Angur-baya ngiketa cariteng kuna.

Artinya: Menurut buku Panitisastra memberi ajaran dan peringatan di dalam zaman yang penuh bencana bahwa orang berjiwa bijak justru kalah dan berada di belakang. Demikian apabila mau memperhatikan tanda-tanda zaman. Apakah gunanya kita percaya pada berita-berita kosong justru terasa semakin menyakitkan hati. Lebih baik menulis cerita-cerita kuno.

VI
Keni kinarya darsana
palimbang ala lan becik.
Sayekti akeh kewala
lalakon kang dadi tamsil
masalahing ngaurip
wahanira tinemu
temahan anarima
mupus papasthening takdir
puluh-puluh anglakoni kaelokan.

Artinya:
Hal itu dapat digunakan sebagai teladan untuk membandingkan hal buruk dan baik. Tentunya banyak juga lakuan-lakuan yang menjadi contoh tentang masalah-masalah hidup
hingga akhirnya ditemukannya, keadaan tawakal (narima), menyadari akan ketentuan takdir Tuhan, bagaimana pula hal ini mengalami keanehan.

VII
Amenangi jaman edan
ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
yen tan milu anglakoni
boya kaduman melik
kaliren wakasanipun.
Dilalah kersa Allah
begja-begjaning kang lali
luwih begja kang eling lan waspada.

Artinya:
Menghadapi zaman edan keadaan menjadi serba sulit turut serta edan tidak tahan apabila tidak turut serta melakukan tidak mendapatkan bagian akhirnya menderita kelaparan. Sudah kehendak Tuhan Allah betapun bahagianya orang yang lupa lebih berbahagia mereka yang sadar dan waspada.

VIII
Samono iku babasan
padu-paduning kapengin
enggih makoten Man Doplang
bener ingkang ngarani
nanging sajroning batin
sejatine nyamut-nyamut.
Wis tuwa arep apa
muhung mahasing ngasepi
supayantuk parimamaning Hyang Suksma.

Artinya:
Demikianlah perumpamaannya padahal mereka menginginkan, bukankah demikian Paman Doplang?. Benar juga yang menyangkanya, namun di dalam batin sesungguhnya hal itu masih jauh. Sudah tua mau apalagi, sebaiknya menjauhkan diri dari keramaian duniawi supaya mendapatkan anugerah kasih Tuhan Yang Maha Esa.

IX
Beda lan kang wus santosa
kinarilan ing Hyang Widhi
satiba malanganeya
tan susah ngupaya kasil
saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
marga samaning titah
rupa sabarang pikolih
parandene masih taberi ikhtiyar.

Artinya:
Berbeda bagi mereka yang telah teguh sentosa jiwanya dianugerahi Tuhan Yang Maha Esa. Betapapun tingkah laku perbuatannya tidak susah untuk mendapatkan penghasilan oleh karena dari datangnya pertolongan Tuhan. Tuhan senantiasa memberi petunjuk dan pertolongan jalannya melalui sesama makhluk berupa segala sesuatu yang bermanfaat. Meskipun demikian, dia masih tetap tekun rajin berusaha.

X
Sakadare linakonan
mung tumindak mara ati
angger tan dadi prakara
karana wirayat muni
ikhtiyar iku yekti
pamilihe reh rahayu
sinambi budi daya
kanthi awas lawan eling
kang kaesthi antuka parmaning Suksma.

Artinya:
Sekadar menjalani hidup hanya semata bertindak mengenakkan hati asalkan tidak menjadi suatu masalah dengan memperhatikan petuah orang tua bahwa ikhtiar itu sesungguhnya memilih jalan agar selamat sambil terus berusaha disertai dengan awas dan sadar yang bertujuan agar mendapatkan kasih anugerah Tuhan.

XI
Ya Allah ya Rasulullah
kang sipat murah lan asih
mugi-mugi aparinga
pitulung ingkang nartani
ing alam awal akhir
dumunung ing gesang ulun
mangkya sampun awredha
ing wekasan kadi pundi
mila mugi wontena pitulung Tuwan.

Artinya:
Ya Allah, ya Rasulullah yang bersifat pemurah dan pengasih semoga berkenan melimpahkan pertolongan yang menyelamatkan di dunia hingga ke akhirat tempat hidup hamba padahal sekarang (hamba) sudah tua pada akhirnya nanti bagaimana (terserah), maka semoga ada pertolongan Tuhan.

XII
Sageda sabar santosa
mati sajroning ngaurip kalis
ing reh huru-hara
murka angkara sumingkir
tarlen meleng melatsih
sanityaseng tyas mamatuh
badharing sapudhendha
antuk wajar sawatawis
borong angga suwarga mesi martaya.

Artinya:
Semoga dapat sabar sentosa laksana mati di dalam hidup terbebas dari segala kerusuhan, angkara murka, tamak, loba menyingkir semua tiada lain karena berkonsentrasi diri memohon kasih Tuhan senantiasa melatih hatinya patuh agar dapat mengurungkan kutukan sehingga mendapatkan sinar terang sekadarnya berserah diri agar dapat masuk surga yang berisi keabadian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com