JUMLAH pasien yang dinyatakan positif terjangkit Virus Corona terus menanjak signifikan. Minggu (22/3/2020), total pasien yang dinyatakan positif COVID-19 mencapai 514 orang.
Jumlah ini naik berkali-kali lipat dari jumlah pasien pada pekan lalu, Minggu (15/3/2020), yang masih 117 kasus.
Beragam cara dilakukan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan jajarannya guna menangkal dan menahan laju penyebaran virus ‘mematikan’ ini.
Salah satu cara yang ditempuh adalah melakukan rapid test (tes cepat).
Jokowi sepertinya lebih tertarik meniru cara Korea Selatan dalam menangani COVID-19, yakni melakukan rapid test bukan lockdown.
Rapid test adalah metode pemeriksaan cepat untuk melihat suatu infeksi di tubuh.
Ada berbagai cara rapid test yang bisa dilakukan. Namun pada kasus COVID-19, Indonesia akan menggunakan metode pemeriksaan IgG dan IgM yang diambil dari sampel darah.
Presiden Jokowi mengatakan, rapid test untuk COVID-19 sudah mulai dilakukan pada Jumat (20/3/2020) sore di Jakarta Selatan.
Juru Bicara penanganan COVID-19 Achmad Yurianto mengklaim, hasil tes akan ketahuan kurang dari dua menit. Namun tak semua orang akan dites. Hanya mereka yang berisiko saja yang akan dicek.
Jika hasilnya berpotensi positif, maka yang bersangkutan akan diminta mengisolasi diri.
Sementara, bagi orang yang berpotensi positif akan dicek lebih lanjut dengan metode Real Time Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) gen N.
Jika tes cepat menggunakan darah, PCR menggunakan cairan di tenggorokan. Jika tes PCR menunjukkan hasil positif, yang bersangkutan akan langsung dirawat.
Karena hasilnya bisa diketahui lebih cepat, cara ini diyakini bisa lebih efektif mencegah penyebaran Virus Corona.
Pasalnya, tiap orang dapat langsung ditindak sesuai hasil tes dan dapat menghindari penyebaran lebih luas ke orang lain.
Namun cara ini dikritik sejumlah kalangan.
Pertama, karena langkah ini dinilai terlambat.
Kedua, akurasi dari rapid test dipersoalkan. Pemerintah mengakui, tes cepat yang menggunakan pengambilan sampel darah ini bukan untuk mendiagnosis apakah seseorang positif atau tidak terkena COVID-19 melainkan baru tahap skrining (deteksi dini).
Perhimpunan Dokter Spesialis Patologi Klinik dan Kedokteran Laboratorium Indonesia (PDS LatKLIn) melalui keterangan tertulisnya mengingatkan, rapid test belum diketahui validitas dan akurasinya.