KOMPAS.com - Sultan Oman, Qaboos bin Said Al Said meninggal pada usia 79 tahun, Jumat (10/1/2020) malam.
Informasi ini disampaikan oleh kantor berita Oman, Sabtu (11/1/2020) sebagaimana dikutip dari New York Times.
Tidak diberitahukan dengan gamblang apa penyebab kematian pemimpin Oman selama 5 dasawarsa ini. Tetapi ia diketahui menjalani penyembuhan kanker di Eropa sejak 2014.
Lantas seperti apa kiprahnya saat memerintah Oman?
Pada 23 Juli 1970, Qaboos menjabat sebagai Sultan di Oman.
Hari pertama masa pemerintahannya, dijadikan hari libur nasional memperingati Renaissance Day. Sementara hari kelahirannya, 18 November diperingati sebagai Hari Nasional Oman.
Tak hanya menjabat sebagai Sultan, Qaboos juga pernah menduduki posisi Perdana Menteri, Gubernur Bank Sentral, juga Menteri Keuangan, Pertahanan, dan Luar Negeri.
Qaboos juga telah banyak berjasa mengubah negaranya. Semula, Oman merupakan negara yang terisolasi dan banyak terjadi perang saudara.
Kini, Oman menjadi negara maju serta banyak berkontribusi sebagai negara perantara yang mengakomodir perundingan antar negara-negara global yang berseberangan.
Misalnya Iran, Israel, Amerika Serikat, Arab Saudi dan pemberontak Houthi di Yaman.
Salah satu kasus yang berhasil ditengahi oleh Oman di bawah Qaboos adalah pembebasan 3 orang pejalan kaki asal Amerika yang dipenjara di Iran atas tuduhan spionase.
Mereka bisa bebas setelah membayar sejumlah tebusan.
Baca juga: Penguasa Terlama di Arab, Sultan Qaboos dari Oman Meninggal Dunia
Selain itu, ia juga pernah mendamaikan Iran dan Amerika Serikat di zaman kepemimpinan Obama. Ia mengadakan pembicaraan rahasia yang mempertemukan keduanya hingga lahir kesepakatan soal program nuklir di Iran.
Letak geografis Oman yang berada di salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia, memungkinkan Qaboos tampil menjadi tokoh diplomatik yang bijaksana dan diperhitungkan.
Ia menjadikan minyak yang merupakan kekayaan di negerinya untuk memajukan Oman.
Ia membangun jalan, rumah sakit, sekolah, dan berbagai infrastruktur modern di sepenjuru negeri untuk meningkatkan kualitas hidup rakyatnya.
Upaya itu pun dianggap berhasil sehingga membuat sosoknya sangat dihormati.
PBB pun mengganjar negeri berpenduduk 4,6 juta jiwa itu sebagai negara dengan peningkatan indeks pembangunan manusia tercepat di dunia.
Tak hanya itu, sebagai pemimpin terlama di Arab, namanya banyak diabadikan untuk menamai sarana dan fasilitas umum di sana, seperti jalan, pelabuhan, universitas, serta stadion.
Meski begitu, di tahun-tahun terakhir kepemimpinannya, harga minyak terpantau rendah hingga menyebabkan stagnasi ekonomi dan membuat hak-hak politik rakyat Oman terbatas.
Tetapi, Qaboos yang tidak menikah dan tidak memiliki anak tidak memberikan wasiat apapun sebelum kepergiannya.
Sehingga siapa sosok yang akan menggantikannya mungkin akan diputuskan melalui proses suksesi.
Menurut Hukum Dasar negara, jika sang sultan mangkat, maka keluarga akan berdiskusi untuk memilih penggantinya.
Jika tidak muncul kesepakatan dalam beberapa hari, maka penerus tahta akan merujuk pada tulisan Sultan sebelumnya yang telah dituliskan sebelum meninggal.
Terlepas dari semua itu, banyak warga negara yang terletak di ujung tenggara Semenanjung Arab itu yang berharap salah satu dari 3 sepupu Qaboos lah yang akan melanjutkan kepemimpinan.
Mereka adalah Assad, Shihab dan Haitham bin Tariq al-Said.
Baca juga: Di Hadapan Kadin Oman, Emil Paparkan Potensi Perkebunan dan KEK Jabar
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.