Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Arif Nurdiansah
Peneliti tata kelola pemerintahan

Peneliti tata kelola pemerintahan pada lembaga Kemitraan/Partnership (www.kemitraan.or.id).

Greta Thunberg dan Perempuan Gambut

Kompas.com - 31/12/2019, 17:27 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebaliknya, kerusakan lahan gambut akan mengeluarkan banyak emisi dan mempercepat proses perubahan iklim.

Analisis World Resources Institute (WRI) menunjukkan bahwa pengeringan satu hektar lahan gambut di wilayah tropis akan mengeluarkan karbon setara dengan membakar lebih dari 6.000 galon bensin setiap tahun.

Pada sisi lain, rusaknya ekosistem gambut berdampak buruk bagi perempuan desa. Para pengrajin purun--tanaman endemik lahan gambut--di sebagian wilayah Kalimantan Tengah dan Selatan, semakin kehilangan bahan membuat anyaman pasca kebakaran hebat di tahun 2015.

Akibatnya, perempuan Desa Sungai Namang, Kabupaten Hulu Sungai Utara harus mendatangkan bahan baku purun dari kabupaten, bahkan provinsi lain agar dapat terus membuat anyaman. Pun demikian dengan pengrajin kue talipuk (teratai) yang kian kesulitan mendapatkan tanaman teratai, kendati mayoritas wilayah desa merupakan lahan gambut.

Perempuan di sebagian wilayah desa gambut di Riau berkurang penghasilan akibat dari kelangkaan tanaman pandan untuk membuat tikar, dan serta secara perlahan telah menghilangkan tradisi menyambut kelahiran anak tercinta dengan tikar pandan. Menyebabkan mamak-mamak di kabupaten Merauke dan Mappi, Papua, mengeluarkan tenaga ekstra untuk mencari ikan dan memanen sagu hutan.

Kondisi ini dialami oleh perempuan desa gambut, karena faktor terbatasnya keterlibatan pada tahapan penyusunan rencana pembangunan, dari mulai awal perumusan usulan di tingkat dusun, hingga pengambilan keputuan dalam musyawarah desa.

Akibatnya, kebutuhan dan isu-isu yang menjadi perhatian perempuan tidak masuk dalam rencana pembangunan, termasuk kebutuhan akan pentingnya menjaga ekosistem gambut agar tanaman purun, pandan, sagu maupun keberadaan ikan tetap terjaga.

Perempuan juga cenderung memiliki akses yang terbatas terhadap ekonomi. Padahal, sebagian perempuan di desa masih menjadi pihak paling bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan domestik rumah tangga.

Reorientasi pembangunan

Untuk itu, dibutuhkan perubahan terhadap tujuan pembangunan, tidak hanya mengalihkan fokus pembangunan dari infrastruktur ke pembangunan sumber daya manusia, tetapi secara spesifik melibatkan perempuan dalam pembangunan, dari level desa hingga negara.

Terbukti, pembangunan desa dengan melibatkan keterwakilan perempuan dalam prosesnya cenderung lebih memperhatikan isu seputar gambut.

Di Desa Sungai Namang, dana desa tahun ini tidak hanya digunakan untuk membangun infrastruktur, melainkan juga untuk meningkatkan kapasitas kelompok perempuan pengrajin purun dan kue talipuk, serta memberi bantuan modal usaha melalui badan usaha milik desa (bumdes).

Demikian juga di Desa Pulantani, salah satu alokasi dana desa tahun 2020 adalah untuk menanam dan memperluas lahan tanam purun desa.

Perwakilan pengrajin purun desa dikirim ke Yogyakarta, untuk belajar agar dapat menambah nilai jual produk kerajinan.

Upaya ini dilakukan agar semakin banyak perempuan-perempuan desa seperti Acil Una, yang lulus sarjana dari hasil menjual kerajinan purun.

Di Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, fasilitator bersama warga desa berhasil memproduksi pupuk organik dengan bahan sederhana dan murah, tersedia di desa.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com