Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Diprioritaskan sebagai Wisata Kesehatan, Ini Sejarah Jamu

Kompas.com - 29/11/2019, 07:30 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

 

KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sepakat untuk memprioritaskan pengembangan wisata kebugaran dan jamu, karena dinilai memiliki prospek kesehatan, budaya dan ekonomi yang tinggi.

Melansir pemberitaan Kompas.com, Selasa (19/11/2019), Menteri Kesehatan Terawan mengatakan penetapan wisata kebugaran dan jamu menjadi prioritas merupakan keputusan yang tepat.

Sebab selain mempunyai nilai jual yang tinggi, Indonesia menawarkan tindakan promotif dan preventif lebih utama dalam bidang kesehatan.

Jamu, misalnya, menurut Terawan, dikenal sebagai ramuan herbal tradisional khas Indonesia yang sudah digunakan secara turun temurun.

Jamu juga dipercaya memiliki khasiat-khasiat yang dapat meningkatkan kesehatan tubuh dan melindungi diri dari penyakit sehingga bisa digunakan sebagai alternatif pengobatan.

Dilihat dari sisi historisnya, ramuan tradisional yang dipercaya memiliki berbagai khasiat kesehatan ini memiliki cerita yang panjang.

Melansir portal Informasi Indonesia, tradisi minum jamu ini diperkirakan sudah ada sejak 1300 Masehi dan merupakan minuman bersejarah.

Kata jamu sendiri berasal dari Jawa Kuno Djampi yang bermakna penyembuhan.

Jamu terbuat dari tanaman herbal yang diekstrak sarinya atau dengan cara ditumbuk.

Baca juga: Jamu Pereda Haid Berefek pada Kehamilan? Ini Penjelasannya...

Kerajaan Mataram

Sementara itu, masyarakat Indonesia sudah mengenal jamu sejak zaman Kerajaan Mataram.

Perempuan di zaman itu sudah memproduksi jamu dan para pria yang bertugas mencari tanaman herbal untuk diolah menjadi jamu.

Sayangnya, sejak ilmu modern masuk ke Indonesia, tradisi minum jamu mulai ditinggalkan.

Banyak kampanye obat-obat bersertifikat yang mulai membuat masyarakat tidak lagi berminat terhadap jamu.

Namun, tradisi minum jamu di Indonesia kembali populer sejak zaman penjajahan Jepang berkat dibentuknya komite jamu Indonesia.

Tahun 1974 hingga 1990 perusahaan yang memproduksi jamu pun mulai banyak bermunculan.

Pemerintah juga mulai memberikan pembinaan dan bantuan kepada produsen jamu.

Sebenarnya, tradisi minum jamu ini tak hanya ada di Indonesia, hanya saja istilahnya berbeda. Misalnya, jamu di India yang disebut dengan ayurveda atau zhongyi dari India.

Jamu juga sempat populer di Eropa, tepatnya di abad pertengahan. Sayangnya, gereja katolik membakar para pembuat jamu atau herbalis karena mengasosiasikan mereka dengan sihir.

Baca juga: Mengenal Tuak, Minuman Beralkohol yang Diklaim Punya Manfaat Kesehatan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Mengenal 7 Stadion yang Jadi Tempat Pertandingan Sepak Bola Olimpiade Paris 2024

Tren
Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Mengenal Alexinomia, Fobia Memanggil Nama Orang Lain, Apa Penyebabnya?

Tren
Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Sunat Perempuan Dilarang WHO karena Berbahaya, Bagaimana jika Telanjur Dilakukan?

Tren
UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

UU Desa: Jabatan Kades Bisa 16 Tahun, Dapat Tunjangan Anak dan Pensiun

Tren
Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Harga Kopi di Vietnam Melambung Tinggi gara-gara Petani Lebih Pilih Tanam Durian

Tren
Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Kasus Mutilasi di Ciamis dan Tanggung Jawab Bersama Menangani Orang dengan Gangguan Mental

Tren
Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Potensi Manfaat Tanaman Serai untuk Mengatasi Kecemasan Berlebih

Tren
Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Terkait Penerima KIP Kuliah yang Bergaya Hedon, UB: Ada Evaluasi Ulang Tiga Tahap

Tren
Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Catat, Ini 5 Jenis Kendaraan yang Dibatasi Beli Pertalite di Batam Mulai Agustus

Tren
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Begini Kata Ahli UGM

Tren
BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

BMKG: Wilayah yang Dilanda Hujan Lebat dan Angin Kencang 9-10 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

[POPULER TREN] Prakiraan Cuaca BMKG: Wilayah Hujan Lebat 9 Mei 2024 | Vaksin AstraZeneca Ditarik Peredarannya

Tren
Mengulik Racunomologi

Mengulik Racunomologi

Tren
Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Pemain Bola Malaysia Kembali Jadi Korban Penyerangan, Mobil Diadang Saat Berangkat ke Tempat Latihan

Tren
Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Cara Mengetahui Jenis Vaksin Covid-19 yang Pernah Diterima

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com