Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPI Imbau Lembaga Penyiaran dan Masyarakat Tidak Sebar Konten Negatif Aksi Terorisme

Kompas.com - 13/11/2019, 14:37 WIB
Retia Kartika Dewi,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pasca-kejadian ledakan yang diduga bom bunuh diri di Polrestabes Medan pada Rabu (13/11/2019), sejumlah warganet mengunggah foto yang menampilkan kondisi terduga pelaku bom tersebut.

Dengan tanpa sensor, foto tersebut beredar luas di media sosial, bahkan di aplikasi pesan WhatsApp.

Atas sikap itu, Wakil Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Mulyo Hadi Purnomo, mengimbau agar lembaga penyiaran dan masyarakat lebih berhati-hati dalam menayangkan pemberitaan tentang terorisme.

Ia juga menyampaikan bahwa aturan yang berlaku terkait program siaran yang memuat adegan kekerasan tertuang dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3-SPS) KPI Tahun 2012.

"Dalam P3-SPS disebutkan bahwa program siaran jurnalistik tentang peliputan bencana atau musibah dilarang, menambah penederitaan atau trauma korban, keluarga, dan masyarakat; menampilkan gambar korban/mayat secara detail, dan menampilkan gambar luka berat, darah, dan/atau potongan organ tubuh," ujar Mulyo saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/11/2019).

Tak hanya itu, Mulyo menjelaskan, siaran jurnalistik yang memberitakan terorisme wajib mempertimbangkan proses pemulihan korban, keluarga, dan/masyarakat yang terkena bencana atau musibah.

"Dalam kaitan liputan terorisme juga tidak boleh melakukan labelisasi berdasarkan suku, agama, ras dan/atau golongan terhadap pelaku, kerabat, dan kelompok yang diduga terlibat," ujar Mulyo.

Baca juga: Pelaku Bom Bunuh Diri Medan Diduga Pakai Atribut Ojek Online, Ini Tanggapan Gojek

Dampak penyebaran

Mengenai unggahan terduga pelaku bom bunuh diri yang memperlihatkan bagian tubuh korban, Mulyo pun menegaskan agar lembaga penyiaran dilarang menampilkan tubuh manusia yang berdarah-darah, terpotong-potong, dan/atau kondisi yang mengenaskan.

Menurutnya, jika hal tersebut ditayangkan, maka berakibat menimbulkan kengerian dan trauma bagi korban, keluarga, dan masyarakat.

Dampak dari unggahan foto itu juga bisa menghambat tumbuh kembang jiwan anak-anak dan remaja.

"Dengan memperhatikan hal (akibat) tersebut dalam peliputan terorisme, visual korban untuk tidak ditayangkan secara eksploitatif," ujar Komisioner KPI Pusat, Nuning Rodiyah saat dihubungi terpisah pada Rabu (13/11/2019).

Selain itu, bagi pihak yang menyebarluaskan konten bermuatan kekerasan itu dapat dikenai sanksi berupa teguran sesuai dengan aturan di P3-SPS.

Sanksi berupa penghentian siaran juga berlaku pada lembaga penyiaran yang dengan sengaja menampilkan, bahkan cenderung mendramatisasikan (dengan mengulang-ulang) visual kekerasan dalam tayangan.

Berdasarkan P3-SPS Pasal 23, program siaran yang memuat adegan kekerasan dilarang menampilkan secara detail peristiwa kekerasan, seperti tawuran, pengeroyokan, penyiksaan, perang, penusukan, penyembelihan, mutilasi, terorisme, pengrusakan barang-barang secara kasar atau ganas, pembacokan, penembakan, dan/atau bunuh diri.

Kemudian, adegan yang menampilkan manusia atau bagian tubuh yang berdarah-darah, terpotong-potong dan/atau kondisi yang mengenaskan akibat dari peristiwa kekerasan.

Selanjutnya, peristiwa tindakan sadis terhadap manusia, hewan, dan/atau adegan memakan hewan dengan cara yang tidak lazim.

Baca juga: Ramai soal Bom Bunuh Diri di Medan, Ini Rentetan Aksi Teror dengan Target Polisi

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com