Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Orang Optimis Tak Mudah Terkena Serangan Jantung, Benarkah?

Kompas.com - 29/09/2019, 05:54 WIB
Ahmad Naufal Dzulfaroh,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Berjiwa optimis dan berpikir positif akan membantu kita untuk menjalani aktivitas sehari-hari lebih mudah.

Namun, berjiwa optimis ternyata juga bisa mengurangi potensi terkena serangan jantung.

Baru-baru ini beberapa ilmuwan melakukan penelitian untuk mengungkap hubungan antara pandangan seseorang tentang hidup dan kesehatan kardiovaskularnya.

Temuan tersebut telah dipublikasikan di Jurnal Kesehatan Jama Network Open.

Data yang digunakan adalah 230.000 peserta yang berasal dari AS, Israel, dan Australia selama periode 14 tahun.

Berdasarkan temuan penelitian ini, para peserta yang menggambarkan dirinya sebagai seorang optimis 35 persen lebih sedikit mengalamai stroke daripada mereka yang tidak optimis dalam periode waktu tersebut.

Tak hanya itu, mereka juga memiliki kemungkinan 14 persen lebih kecil untuk mengalami kematian dini karena sebab apa pun, termasuk kardiovaskular, kanker, dimensia, dan diabetes.

Untuk mengukur optimismenya, para peserta dievaluasi dengan menggunakan skala psikologis.

Baca juga: Kerap Berutang, BPJS Kesehatan Dibutuhkan atau Pemborosan?

Menjaga kesehatan

Profesor Alan Rozanski, seorang ahli jantung di Rumah Sakit Mount Sinai St Luke, New York mengatakan temuan tersebut menunjukkan adanya keterkaitan antara pola pikir dengan risiko kardiovaskular.

Menurutnya, meningkatkan optimisme mungkin penting menjaga kesehatan.

"Riset kami adalah meta analisis pertama untuk menilai hubungan antara optimisme dan hasil klinis," kata Rozanski.

Ia menjelaskan, menjadi seorang yang optimis daoat membuat seseorang lebih mungkin untuk mengikuti gaya hidup sehat dengan olahraga secara teratur, makan makanan yang seimbang dan tidak merokok.

"Sudah sejak lama optimisme dianggap sebagai atribut positif untuk hidup," ujarnya.

"Secara keseluruhan, manfaat optimisme terhadap kardiovaskular dan psikologis menjadikannya ruang lingkup baru yang menarik untuk dipelajari dalam bidang kardiologi perilaku," lanjutnya.

Para peneliti meyakini bahwa temuan mereka dapat mengarah pada pengenalan terapi perilaku kognitif yang lebih intensif untuk membantu penderita depresi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com