KOMPAS.com - Gas air mata seringkali digunakan untuk meredam atau membubarkan aksi massa, seperti halnya yang terjadi sewaktu demo mahasiswa di depan gedung DPR/MPR, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019).
Reaksi gas air mata menyebabkan sensasi terbakar pada anggota tubuh. Oleh karena itu, begitu gas air mata ditembakkan, para demonstran biasanya langsung berlarian dan menghindari gas air mata tersebut.
Lantas, apa itu gas air mata? dan bagaimana cara melindungi serta mengurangi dampak penggunaan gas air mata?
Dilansir dari britannica.com, gas air mata atau juga disebut lacrimator, adalah salah satu dari kelompok zat yang mengiritasi selaput lendir mata, menyebabkan sensasi menyengat dan masalah lainnya.
Ada tiga macam gas air mata yang saat ini umum digunakan, baik oleh individu maupun aparat keamanan.
Dilansir dari Hello Sehat, ketiganya antara lain CS (chlorobenzylidenemalononitrile), CN (chloroacetophenone), dan semprotan merica.
Dalam satu kaleng gas air mata, terdapat beberapa kandungan, antara lain arang, potasium nitrat, silikon, sukrosa, potasium klorat, magnesium karbonat, dan O-Chlorobenzalmalononitrile.
Baca juga: Demo UU KPK dan RKUHP, 232 Orang Jadi Korban, 3 Dikabarkan Kritis
Gas air mata memicu peradangan pada selaput lendir mata, hidung, mulut, dan paru-paru.
Secara umum, gas air mata tidak mematikan namun ada yang beracun.
Biasanya, efek akan timbul sekitar 30 detik setelah terkena gas.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan