Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jokowi Tolak Cabut UU KPK, ICW: Janji-janji Selama Ini Hanya Halusinasi

Kompas.com - 24/09/2019, 15:13 WIB
Nur Rohmi Aida,
Inggried Dwi Wedhaswary

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana mengkiritisi sikap Presiden Joko Widodo yang menolak tuntutan untuk mencabut UU tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau UU KPK versi revisi.

Menurut dia, sikap itu menunjukkan bahwa janji penguatan pemberantasan korupsi dan penguatan KPK bersifat semu.

Pada Senin (23/9/2019), Presiden Jokowi menyatakan menolak tuntutan mencabut UU KPK yang disampaikan dalam sejumlah aksi yang berlangsung sejak kemarin hingga hari ini, Selasa (24/9/2019).

“Ini sudah berkali-kali terjadi. Sikap yang menunjukkan ketidakberpihakan pada pemberantasan korupsi. Pertama, Jokowi langsung menyerahkan nama-nama capim KPK yang kita pandang bermasalah. Soal revisi UU KPK, ia punya waktu 60 hari tetapi langsung setuju. Kini saat ada opsi Perppu, Jokowi kembali menolak,” kata Kurnia, saat dihubungi Kompas.com, Selasa siang.

Baca juga: ICW Heran Jokowi Tak Cabut UU KPK, tetapi Minta RUU Lain Ditunda

Ia menyayangkan sikap penolakan ini disampaikan Jokowi saat berbagai elemen melakukan aksi di berbagai wilayah di Indonesia.

"Padahal aksi tersebut bukanlah aksi tanpa argumentasi yang jelas. Di mana beberapa legislasi yang disetujui oleh pemerintah dan DPR tersebut benar-benar mengebiri demokrasi, khususnya terkait KPK dan pemberantasan korupsi," papar dia.

Dengan kata lain, menurut dia, sikap Jokowi menunjukkan komitmen antikorupsi di pemerintahannya belum terbukti.

“Janji-janji yang selama ini diucapkan hanya halusinasi belaka. Karena sudah jelas banyak tokoh bicara ini, tapi rasanya Jokowi tak menganggap penting untuk mendengarkan aspirasi masyarakat,” kata Kurnia.

Kurnia menilai, saat ini solusi yang bisa ditempuh hanya melalui jalur konstitusional yaitu judicial review di Mahkamah Konstitusi.

Sejumlah lembaga, termasuk ICW telah bersiap untuk mengajukan judicial review ke MK.

“Kami (ICW) meyakini MK akan dibanjiri judicial review Undang-Undang KPK,” kata dia.

Baca juga: Artis-artis yang Protes UU KPK, RKUHP, hingga Kecewa Sikap Jokowi

Menurut dia, jika itu terjadi, pemerintah dan DPR seharusnya malu.

“Kalau sampai seperti itu, harusnya mereka malu karena kualitas legislasi yang mereka buat dengan serampangan dan dalam waktu yang tak panjang memiliki kualitas buruk hingga harus dilakukan uji materi di MK,” ujar Kurnia.

Saat ini, ICW masih melakukan analisa terhadap pasal-pasal yang bertentangan dengan undang-undang.

Mengenai isu lain yang muncul bersamaan dengan desakan pencabutan UU KPK, Kurnia mengingatkan agar masyarakat tak kehilangan fokus terhadap semua isu.

“Dari mulai isu RKUHP, proses pemilihan Pimpinan KPK, pembahasan revisi UU KPK, dan undang-undang permasyarakatan. Ini menjadi benang merah untuk mengonfirmasi ada niat buruk dari pemerintah dan DPR untuk mengembalikan pemberantasan korupsi ke jalur lambat. Sementara, sekarang ini sudah cepat dengan hadirnya KPK,” kata Kurnia.

“Kita pandang semua legislasi ini penting. Sehingga konsentrasi harus fokus ke semua isu. Karena di setiap regulasi yang dibahas DPR, ada pasal-pasal yang diduga akan mengebiri demokrasi, mengancam kebebasan berpendapat dan terkait isu korupsi,”  lanjut dia.

KOMPAS.com/Akbar Bhayu Tamtomo Infografik: Klaim dan Fakta Pernyataan Jokowi Soal Revisi UU KPK

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Daftar Harga Sembako per Awal Mei 2024, Beras Terendah di Jawa Tengah

Tren
Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Menakar Peluang Timnas Indonesia Vs Guinea Lolos ke Olimpiade Paris

Tren
Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Berapa Suhu Tertinggi di Asia Selama Gelombang Panas Terjadi?

Tren
Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Menyusuri Ekspedisi Arktik 1845 yang Nahas dan Berujung Kanibalisme

Tren
Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Apa Itu Vaksin? Berikut Fungsi dan Cara Kerjanya di Dalam Tubuh Manusia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com