Sementara itu, melansir pemberitaan VOA Indonesia (29/1/2019), beberapa masyarakat Indonesia justru menjadi lahan pendapatan bagi mereka.
Tak sedikit warga yang menggantungkan hidup sebagai pemilah sampah plastik impor, seperti kasus yang terjadi pada pasangan suami istri asal Mojokerto, Saji dan Supiati.
Supiati dan Saji telah menjalani profesi sebagai penyortir sampah plastik impor sejak 2008.
Hasil sortir yang dijualnya bisa mencapai Rp 1,6 juta, tergantung kemampuannya memilah sampah plastik impor itu.
Dari pekerjaannya selama ini, mereka berhasil menyekolahkan anak-anaknya, bahkan membangun rumah sendiri.
Menanggapi hal tersebut, Dwi mengatakan dampak positif dari adanya impor sampah plastik tersebut tak sebanding dengan akibat yang ditimbulkannya.
"Ada banyak pekerjaan lain yang lebih layak. Dan itu efek negatifnya lebih besar daripada keuntungannya," ucapnya.
Menurut Dwi, adanya impor sampah plastik ini juga menciderai kebanggaan negara.
"Ini kan mengurangi kebanggaan negara. Kok mau kita jadi tempat sampah negara lain. Sebaiknya, masyarakat diminta untuk mengolah atau memilah sampah dari negara sendiri. Itu lebih baik," ungkapnya.
Baca juga: Kritik Navicula di Soundrenaline 2019, Korupsi hingga Sampah Plastik
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.