Anslinger meyakini, bahkan memberi contoh-contoh kasus sakit mental, kriminalitas, dan menyalahkan ganja.
Jurnalis Johann Hari dalam bukunya Chasing the Scream: The First and Last Days of the War on Drugs (2015) menulis alasan asli Anslinger begitu kerasnya memerangi ganja berkaitan dengan nasib lembaganya.
Sebelum mendesak larangan ganja, Biro Narkotika melarang peredaran alkohol. Tapi hasilnya justru berbalik. Alkohol diedarkan secara ilegal oleh gangster. Larangan itu pun dicabut.
Sebagai kepala baru, Anslinger takut ia tak bisa berkiprah dengan baik. Sebab biro yang dipimpinnya tak punya sesuatu untuk diperangi.
Ganja pun jadi tumbal. Padahal sebelumnya, Anslinger tahu dan mengatakan ganja tak merusak manusia.
Bagaimana tidak? Di Aceh, ganja tumbuh subur. Mamak-mamak biasa menggunakan bijinya untuk semua jenis masakan. Tak ada penyedap zaman dulu. Ganja seperti micin alami bagi orang Aceh.
Ganja dilarang di Indonesia pada 1927 oleh pemeritah kolonial Belanda hingga saat ini. Yang paling merana akibat hukum ini mungkin Fidelis Arie.
PNS asal Sanggau Kalimantan Barat itu sempat dipenjara selama delapan bulan lamanya. Pada 2017 Fidelis ditangkap atas kepimilikan 39 batang ganja.
Ganja itu digunakannya untuk mengobati sang istri tercinta, Yeni Riawati yang menderita penyakit langka Syringomyeila. Fidelis bersaksi ganja sangat membantu meringankan kondisi istrinya.
Sayangnya, hukum tak membolehkan Fidelis mengobati penyakit dengan ganja. Setelah Fidelis dibui dan tak ada lagi pengobatan ganja, Yeni meninggal.
Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (31/8/2019); kratom menjadi sumber nafkah sekitar 300.000 petani di Kalimantan. Kratom tidak melulu diambil langsung dari hutan, tetapi juga dibudidayakan.
Sayangnya, kratom akan dinaikkan jadi obat-obatan terlarang Golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).
Baca juga: Daun Kratom, Benarkah Bikin Kecanduan dan Bisa Mematikan?
Peneliti dan pakar adiksi di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho MsC, yang dihubungi Kompas.com mengatakan bahwa persoalan tanaman perdu Kratom ini sudah menjadi polemik di antara para peneliti dan pembuat kebijakan sejak lima tahun belakangan.
"Saya pribadi, sebagai peneliti dan seterusnya, ya ini (efeknya kratom) tidak signifikanlah, memang punya potensi untuk disalahgunakan tapi ya itu kasus-kasusnya lebih jarang ada dibandingkan dengan drug (obatan terlarang) yang lain seperti metafetamin atau ganja," kata Hari.
Menurut Hari, pemerintah harus melakukan riset mengenai tingkat penyalahgunaan kratom di Indonesia dulu, sehingga kebijakan yang nantinya diambil tidak berdampak pada sektor lainnya.
Jika tidak, kratom akan bernasib sama seperti poppy, coca, dan ganja.
Baca tulisan selanjutnya: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (3): Coca, Kokain, dan Coca Cola
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.