Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (2): Politik Ganja hingga Berakhirnya Nasib Kratom

Kompas.com - 07/09/2019, 06:30 WIB
Nibras Nada Nailufar,
Heru Margianto

Tim Redaksi


Sejumlah tanaman yang dulu dikenal berkhasiat sebagai obat dilarang peredarannya karena diolah menjadi narkotika, psikotropika, dan zat adiktif. Baca bagian pertama dari serial ini: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (1): Poppy dan Coca, Tanaman Obat yang Jadi Candu

------------------

SEPERTI halnya poppy dan coca, ganja atau Cannabis sativa juga mengalami nasib yang sama. Ganja terlacak digunakan setidaknya mulai dari 6.000 tahun sebelum masehi.

Dikutip dari The Little Book of Marijuana: History, Trivia, Recipes and More (2016), ganja mulai digunakan bangsa China dengan turut memasak bijinya dalam makanan.

Kemudian 4000 tahun sebelum masehi, ganja digunakan untuk membuat baju. Tahun 2700 sebelum masehi, manusia baru menyadari kegunaan ganja sebagai obat yang sangat majur untuk segala penyakit.

Peradaban Mesir kuno, India, Yunani, turut menggunakan ganja sebagai pengobatan. Tokoh dunia yang menjadi saksi akan khasiatnya mulai dari Shakespeare, Abrahan Lincoln, Ratu Victoria, Christopher Columbus, hingga Bob Marley.

Sayangnya, nasib ganja justru berubah setelah ia semakin populer.

Menurut Martin Booth dalam Cannabis: A History (2015), di abad pertengahan, ganja adalah obat wajib di setiap lemari tabib atau dokter.

Namun upaya Gereja Katolik di Eropa memberangus penyihir dan hal-hal berbau sihir, turut menyeret ganja. Ganja dituduh sebagai bahan utama dalam meracik sihir.

Politik ganja

Di era modern, Amerika Serikat lagi-lagi bertanggung jawab sebagai negara yang membuat nama ganja jelek.

Di awal abad 20, rokok ganja diperkenalkan oleh imigran Meksiko di Amerika Serikat. (Baca peran Amerika dalam melarang tanaman poppy dan coca di serial pertama dari tulisan ini.)

Saat itu orang-orang di Amerika Serikat hanya menggunakan ganja sebagai serat bahan pakaian dan tambang.

Xenophobia atau ketidaksukaan terhadap liyan membuat pemerintah dan masyarakat mencap buruk ganja yang dihisap para imigran.

Antara 1914 hingga 1925, puluhan negara bagian di AS melarang keberadaan ganja. Nama ganja menjadi buruk bukan karena adanya temuan akan efek samping atau ancaman kesehatan. Dilarangnya ganja lebih banyak karena faktor politik.

Ini menguat di tahun 1930-an ketika Biro Narkotika AS dikepalai Harry Anslinger. Ia menghabiskan sepanjang karirnya memerangi ganja yang makin populer kala itu.

Anslinger meyakini, bahkan memberi contoh-contoh kasus sakit mental, kriminalitas, dan menyalahkan ganja.

Daun Cannabis yang sudah dirajang dan dikeringkan.SHUTTERSTOCK Daun Cannabis yang sudah dirajang dan dikeringkan.

Jurnalis Johann Hari dalam bukunya Chasing the Scream: The First and Last Days of the War on Drugs (2015) menulis alasan asli Anslinger begitu kerasnya memerangi ganja berkaitan dengan nasib lembaganya.

Sebelum mendesak larangan ganja, Biro Narkotika melarang peredaran alkohol. Tapi hasilnya justru berbalik. Alkohol diedarkan secara ilegal oleh gangster. Larangan itu pun dicabut.

Sebagai kepala baru, Anslinger takut ia tak bisa berkiprah dengan baik. Sebab biro yang dipimpinnya tak punya sesuatu untuk diperangi.

Ganja pun jadi tumbal. Padahal sebelumnya, Anslinger tahu dan mengatakan ganja tak merusak manusia.

Di Indonesia, ganja tadinya legal

Bagaimana tidak? Di Aceh, ganja tumbuh subur. Mamak-mamak biasa menggunakan bijinya untuk semua jenis masakan. Tak ada penyedap zaman dulu. Ganja seperti micin alami bagi orang Aceh.

Ganja dilarang di Indonesia pada 1927 oleh pemeritah kolonial Belanda hingga saat ini. Yang paling merana akibat hukum ini mungkin Fidelis Arie.

PNS asal Sanggau Kalimantan Barat itu sempat dipenjara selama delapan bulan lamanya. Pada 2017 Fidelis ditangkap atas kepimilikan 39 batang ganja.

Ganja itu digunakannya untuk mengobati sang istri tercinta, Yeni Riawati yang menderita penyakit langka Syringomyeila. Fidelis bersaksi ganja sangat membantu meringankan kondisi istrinya.

Sayangnya, hukum tak membolehkan Fidelis mengobati penyakit dengan ganja. Setelah Fidelis dibui dan tak ada lagi pengobatan ganja, Yeni meninggal.

Ilustrasi KratomShutterstock Ilustrasi Kratom

Nasib kratom

Seperti dilansir dari BBC Indonesia, Sabtu (31/8/2019); kratom menjadi sumber nafkah sekitar 300.000 petani di Kalimantan. Kratom tidak melulu diambil langsung dari hutan, tetapi juga dibudidayakan.

Sayangnya, kratom akan dinaikkan jadi obat-obatan terlarang Golongan I oleh Badan Narkotika Nasional (BNN).

Baca juga: Daun Kratom, Benarkah Bikin Kecanduan dan Bisa Mematikan?

Peneliti dan pakar adiksi di Institute of Mental Health Addiction and Neuroscience Jakarta, dr Hari Nugroho MsC, yang dihubungi Kompas.com  mengatakan bahwa persoalan tanaman perdu Kratom ini sudah menjadi polemik di antara para peneliti dan pembuat kebijakan sejak lima tahun belakangan.

"Saya pribadi, sebagai peneliti dan seterusnya, ya ini (efeknya kratom) tidak signifikanlah, memang punya potensi untuk disalahgunakan tapi ya itu kasus-kasusnya lebih jarang ada dibandingkan dengan drug (obatan terlarang) yang lain seperti metafetamin atau ganja," kata Hari.

Menurut Hari, pemerintah harus melakukan riset mengenai tingkat penyalahgunaan kratom di Indonesia dulu, sehingga kebijakan yang nantinya diambil tidak berdampak pada sektor lainnya.

Jika tidak, kratom akan bernasib sama seperti poppy, coca, dan ganja.

Baca tulisan selanjutnya: Tanaman Obat yang Jadi Mudarat (3): Coca, Kokain, dan Coca Cola

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya

Terkini Lainnya

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

5 Kasus Pembunuhan Mutilasi yang Jadi Sorotan Dunia

Tren
Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Daftar Terbaru Kereta Ekonomi New Generation dan Stainless Steel New Generation, Terbaru KA Lodaya

Tren
Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Daftar Sekolah Kedinasan yang Buka Pendaftaran pada Mei 2024, Lulus Bisa Jadi PNS

Tren
Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Sering Dikira Sama, Apa Perbedaan Psikolog dan Psikiater?

Tren
Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Benarkah Kucing Lebih Menyukai Manusia yang Tidak Menyukai Mereka?

Tren
Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Banjir di Sulawesi Selatan, 14 Orang Meninggal dan Ribuan Korban Mengungsi

Tren
Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Buah-buahan yang Aman Dikonsumsi Anjing Peliharaan, Apa Saja?

Tren
BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

BPOM Rilis Daftar Suplemen dan Obat Tradisional Mengandung Bahan Berbahaya, Ini Rinciannya

Tren
Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Arkeolog Temukan Vila Kaisar Pertama Romawi, Terkubur di Bawah Abu Vulkanik Vesuvius

Tren
Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Kapan Seseorang Perlu ke Psikiater? Kenali Tanda-tandanya Berikut Ini

Tren
Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Suhu Panas Melanda Indonesia, 20 Wilayah Ini Masih Berpotensi Diguyur Hujan Sedang-Lebat

Tren
Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Apa Beda KIP Kuliah dengan Beasiswa pada Umumnya?

Tren
Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Kisah Bocah 6 Tahun Meninggal Usai Dipaksa Ayahnya Berlari di Treadmill karena Terlalu Gemuk

Tren
ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

ASN Bisa Ikut Pelatihan Prakerja untuk Tingkatkan Kemampuan, Ini Caranya

Tren
Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Arkeolog Temukan Kota Hilang Berusia 8.000 Tahun, Terendam di Dasar Selat Inggris

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com