Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Ramai soal Sindrom Nasi Goreng, Apa Itu?

Video tersebut diunggah oleh akun @jpall20 pada 12 September 2023.

Pengunggah menyoroti kisah seorang pemuda yang meninggal setelah makan sisa pasta berusia lima hari dan tidak disimpan di lemari es.

“Untuk semua pelajar dan penyiapan makanan di luar sana, jangan membuat makanan, memasukkannya ke dalam Tupperware, dan kemudian meninggalkannya di meja Anda selama seminggu," kata pemilik akun itu.

Kejadian pada 2008

Dikutip dari Today, kematian seorang pemuda itu awalnya dipublikasikan sebagai laporan kasus di Journal of Clinical Microbiology pada 2011.

Dalam jurnal itu, peneliti mengungkapkan seorang pelajar berusia 20 tahun di Belgia meninggal mendadak pada 2008.

Pelajar tersebut memakan sisa spageti dengan saus tomat yang telah dimasaknya.

Padahal, spageti itu sudah dibiarkan di meja dapur pada suhu ruangan sejak lima hari sebelumnya.

Tak lama setelah memanaskan kembali dan memakan pasta tersebut, ia jatuh sakit disertai muntah-muntah parah dan gejala gastrointestinal.

Keesokan paginya, pemuda itu ditemukan tewas. Hasil otopsi mengungkapkan, dia menderita gagal hati akut.

Kemudian, pengujian menunjukkan sejumlah besar bakteri yang disebut Bacillus cereus ada di dalam pasta yang dimakan.

Meski penyebab kematian tidak dapat dipastikan karena otopsi tertunda, bukti menunjukkan Bacillus cereus sebagai penyebab paling mungkin, tulis laporan itu.

Bacillus cereus tersebut menyebabkan infeksi yang disebut sindrom nasi goreng.

Infeksi Bacillus cereus juga dapat berkembang setelah memakan makanan yang disimpan pada suhu kamar untuk jangka waktu yang jauh lebih singkat, bahkan hanya beberapa jam.

Apa itu sindrom nasi goreng?

Sindrom nasi goreng mengacu pada keracunan makanan yang disebabkan oleh Bacillus cereus.

Profesor ilmu pangan Cornell University Robert Gravani mengatakan, Bacillus cereus adalah sejenis bakteri yang membentuk spora yang melepaskan racun berbahaya.

Seseorang terinfeksi ketika mengonsumsi makanan terkontaminasi bakteri yang menyebabkan diare dan muntah.

Dalam kasus yang parah, infeksi usus yang disebabkan oleh Bacillus cereus dapat menyebabkan gagal hati akut dan kematian.

“Kami sudah mengetahuinya sejak lama. Organisme ini sangat umum di lingkungan, dan secara alami terdapat di tanah, tumbuh-tumbuhan, dan berbagai produk makanan nabati dan hewani,” kata Gravani.

Sementara itu, menurut pakar infeksi bawaan makanan Universitas Johns Hopkins Cynthia Sears, nama sindrom nasi goreng berasal dari kasus-kasus yang terdokumentasi terkait dengan nasi putih yang dimasak dan tidak didinginkan dan kemudian digunakan untuk membuat hidangan nasi goreng di restoran.

“Pada dasarnya, nasi dimasak dan kemudian disimpan pada suhu yang tidak sesuai, cukup hangat sehingga spora dapat berkecambah dan spora tersebut menghasilkan apa yang disebut racun yang tahan panas,” tutur Sears.

Dilansir dari ChannelNewsAsia, semakin lama makanan yang seharusnya disimpan di lemari es dibiarkan pada suhu ruang, racun tersebut semakin besar kemungkinannya akan tumbuh.

Meskipun sisa makanan sudah dipanaskan pada suhu tinggi dapat membunuh pada bakteri lain, itu tidak terjadi pada Bacillus cereus.

Spora ini pada dasarnya tidak aktif, namun jika diberi suhu dan kondisi yang tepat, mereka dapat tumbuh dan menjadi aktif.

Saat itulah, mereka mulai memproduksi racun yang membuat kita tidak sehat.

Gejala infeksi bacillus cereus

Infeksi Bacillus cereus memiliki gejala seperti diare atau muntah yang sebenarnya cenderung bisa sembuh dalam beberapa hari.

Itu juga membuat sindrom nasi goreng menjadi dua sesuai dengan gejalanya.

Namun, orang-orang yang rentan, seperti anak-anak atau mereka yang memiliki penyakit penyerta, mungkin lebih memerlukan penanganan medis.

Karena gejalanya mirip dengan penyakit pencernaan lainnya, orang tidak sadar jika sedang terinfeksi Bacillus cereus.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/11/10/191500265/ramai-soal-sindrom-nasi-goreng-apa-itu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke