KOMPAS.com - Sumber hukum Islam adalah landasan atau dasar dalam menerapkan hukum Islam. Sumber hukum inilah yang kemudian menjadi pedoman dalam menjalankan kehidupan.
Menurut Djuwityastuti dkk dalam Pengantar Hukum Indonesia (2016), sumber hukum Islam digolongkan menjadi tiga, yakni:
Berikut penjelasannya:
Sumber hukum Islam
Menurut Al Quran Surat An-Nisa ayat 69, setiap Muslim wajib menaati perintah Allah, Rasul, dan kehendak ulil amri atau orang yang memiliki kekuasaan.
Kehendak Allah tertulis dalam Al Quran, kehendak Rasul tertuang dalam hadis atau sunnah, dan kehendak penguasa terdapat dalam kitab-kitab fikih.
Adapun penguasa tersebut, merupakan orang-orang yang memenuhi syarat untuk melakukan ijtihad.
1. Al Quran
Sumber hukum Islam yang pertama adalah Al Quran. Al Quran adalah wahyu Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat yang paling besar dan agung.
Sumber hukum ini disampaikan melalui Malaikat Jibril sebagai petunjuk bagi seluruh manusia, dan merupakan pahala bagi yang membacanya.
2. Hadis
Sumber hukum Islam yang kedua adalah hadis, segala perkataan, perbuatan, serta ketetapan dari Nabi Muhammad.
Melalui hadis, umat Islam mendapatkan penjelasan lebih lanjut dari apa yang tercantum dalam Al Quran.
3. Ijtihad
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.
Sementara itu, menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum.
Ijtihad dilakukan oleh orang yang memenuhi syarat ketika mendapati suatu masalah yang hukumnya tidak ada di dalam Al Quran maupun hadis.
Dilakukan dengan menggunakan akal pikiran, ijtihad tetap mengacu pada dua sumber hukum Islam utama, yakni Al Quran dan hadis.
Dengan demikian, saat melakukan ijtihad, tidak boleh bertentangan dengan Al Quran dan hadis.
Metode atau bentuk ijtihad
Terdapat berbagai metode atau cara melakukan ijtihad, seperti ijma, qiyas, dan maslahah mursalah.
Merujuk Pengantar Hukum Islam dari Semenanjung Arabia hingga Indonesia (2016) karya Rohidin, berikut metode atau bentuk ijtihad:
1. Ijma
Ijma atau ijmak menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kesesuaian pendapat atau kata sepakat dari para ulama mengenai suatu hal atau peristiwa.
Secara etimologi, ijma mengandung dua arti. Pertama, berarti ketetapan hati untuk melakukan sesuatu atau memutuskan untuk berbuat sesuatu.
Kedua, ijma diartikan sebagai kata sepakat. Dengan demikian, ijma adalah suatu kesepakatan para ulama dalam menetapkan hukum Islam berdasarkan Al Quran dan hadis.
2. Qiyas
Qiyas secara etimologi bermakna menyamakan atau menganalogikan sesuatu.
Metode ijtihad ini bertujuan untuk menetapkan hukum suatu perbuatan yang belum ada ketentuannya, dengan menganalogikan perbuatan yang sudah ada hukumnya.
3. Maslahah mursalah
Maslahah mursalah adalah cara menetapkan suatu hukum yang tidak ada ketentuannya dalam Al Quran maupun hadis.
Adapun, cara menemukan hukum melalui ijtihad ini adalah dengan mempertimbangkan kegunaan dan manfaatnya untuk kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum.
Sumber hukum Islam di Indonesia
Di sisi lain, menurut pendapat Imam Syafi'i, sumber hukum Islam ada empat macam, yakni:
Dengan demikian, Imam Syafi'i langsung memasukkan dua metode ijtihad ke dalam sumber hukum Islam.
Sementara itu, dalam hukum positif Indonesia, sumber hukum Islam terdapat pada:
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 juncto Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama.
Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Agama ditetapkan sebagai peradilan yang mempunyai kedudukan yang sama atau sederajat dengan peradilan umum, militer, maupun tata usaha negara.
2. Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam
Kompilasi Hukum Islam atau KHI mengatur masalah perkawinan, kewarisan, dan wakaf.
https://www.kompas.com/tren/read/2023/04/02/083000965/mengenal-sumber-sumber-hukum-islam