Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Studi Ungkap, Semakin Lama Menguap Semakin Besar Otak yang Dimiliki

KOMPAS.com - Menguap kerap dianggap sebagai tanda seseorang bosan. Bukan hanya manusia, perilaku ini juga ditunjukkan oleh hewan.

Namun ternyata, ada korelasi "tak masuk akal" antara ukuran otak dengan seberapa lama bisa menguap.

Penemuan ini berasal dari studi hewan skala besar pada 2021, seperti dikutip Science Alert.

Studi tersebut mengungkapkan, hewan bertulang belakang atau vertebrata dengan otak lebih besar dan neuron lebih banyak, cenderung lebih lama saat menguap.

Melibatkan video hewan dari kebun binatang dan online

Penelitian melibatkan 1.291 data menguap terpisah yang berasal dari kebun binatang dan video online.

"Kami pergi ke beberapa kebun binatang dengan kamera dan menungu di dekat kandang sampai hewan itu menguap," ujar etologis Utrecht University Belanda, Jorg Massen.

"Ini perjalanan yang cukup lama. Kami juga mempelajari video hewan yang menguap di platform seperti YouTube dan Facebook," lanjutnya.

Adapun dilansir dari laman Utrecht University, data yang terkumpul meliputi 55 spesies mamalia dan 46 spesies burung.

Dari sana, para peneliti kemudian menemukan hubungan positif antara berapa lama hewan menguap dan ukuran otaknya.

Studi ini pun mengisi beberapa celah ilmu pengetahuan tentang menguap, termasuk mengapa hewan seperti jerapah tidak menguap sama sekali.

“Meskipun pola menguap tetap, durasinya berevolusi seiring dengan ukuran otak dan jumlah neuron," tulis para peneliti dalam studi yang terbit di Jurnal Ilmiah Communications Biology.

Menguap cara untuk mendinginkan otak

Analisis terkait hubungan menguap dan otak ini sendiri bertujuan untuk menguji hipotesis yang diajukan para peneliti yang sama pada 2007 silam.

Hipotesis atau dugaan tersebut berupa menguap adalah cara penting untuk mendinginkan otak.

Oleh karena itu, semakin besar ukuran otak, sepatutnya akan semakin lama pula waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkannya.

Hipotesis tersebut turut didukung oleh data yang menunjukkan bahwa mamalia lebih lama menguap daripada burung.

Burung diketahui memiliki suhu inti yang lebih tinggi daripada mamalia. Hal ini menandakan ada perbedaan suhu yang lebih besar dengan udara di sekitarnya.

Dengan demikian, menguap lebih singkat bagi burung cukup untuk menarik udara yang lebih dingin.

Kesimpulan serupa juga dicapai dalam studi 2016 yang melibatkan manusia. Meski dalam penelitian ini, hanya melibatkan 205 data menguap dan 24 spesies yang diukur.

Menurut studi, menguap dengan durasi terpendek yakni 0,8 detik berasal dari tikus, dengan menguap terpanjang sekitar 6,5 detik datang dari manusia.

"Melalui penghirupan udara dingin secara bersamaan dan peregangan otot di sekitar rongga mulut, menguap meningkatkan aliran darah yang lebih dingin ke otak, dan dengan demikian memiliki fungsi termoregulasi," jelas etologis State University of New York, Andrew Gallup.

Tidak menghubungkan kecerdasan

Namun demikian, para peneliti tidak menghubungkan menguap dengan kecerdasan. Penelitian mereka hanya sebatas pada ukuran otak dan jumlah neuron yang ada di dalamnya.

Penelitian juga tidak merujuk pada seberapa banyak atau frekuensi menguap yang dilakukan, seperti 5-10 kali sehari pada manusia.

Meski masih banyak penelitian yang harus dilakukan untuk mencari tahu alasan mengapa manusia dan hewan menguap, setidaknya penelitian ini memberikan jawaban lebih dari hipotesis mendinginkan otak.

https://www.kompas.com/tren/read/2023/03/21/060500665/studi-ungkap-semakin-lama-menguap-semakin-besar-otak-yang-dimiliki

Terkini Lainnya

Kata Media Asing soal Kecelakaan Maut di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Kata Media Asing soal Kecelakaan Maut di Subang, Soroti Buruknya Standar Keselamatan di Indonesia

Tren
Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Pendaftaran STIS 2024 Dibuka 15 Mei, Total 355 Kuota, Lulus Jadi CPNS

Tren
Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Mencari Bus Pariwisata yang Layak

Tren
DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

DNA Langka Ditemukan di Papua Nugini, Disebut Bisa Kebal dari Penyakit

Tren
Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Duduk Perkara Komika Gerallio Dilaporkan Polisi atas Konten yang Diduga Lecehkan Bahasa Isyarat

Tren
Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Arab Saudi Bangun Kolam Renang Terpanjang di Dunia, Digantung 36 Meter di Atas Laut

Tren
Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Penjelasan Pertamina soal Pegawai SPBU Diduga Intip Toilet Wanita

Tren
Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Kelas BPJS Kesehatan Dihapus Diganti KRIS Maksimal 30 Juni 2025, Berapa Iurannya?

Tren
Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Penjelasan Polisi dan Dinas Perhubungan soal Parkir Liar di Masjid Istiqlal Bertarif Rp 150.000

Tren
Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Apa yang Terjadi jika BPJS Kesehatan Tidak Aktif Saat Membuat SKCK?

Tren
Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Uji Coba Implan Otak Neuralink Pertama untuk Manusia Alami Masalah, Ini Penyebabnya

Tren
BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

BPOM Rilis 76 Obat Tradisional Tidak Memenuhi Syarat dan BKO, Ini Daftarnya

Tren
Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Update Banjir Sumbar: Korban Meninggal 41 Orang, Akses Jalan Terputus

Tren
Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Ini Penyebab Banjir Bandang Landa Sumatera Barat, 41 Orang Dilaporkan Meninggal

Tren
Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Gara-gara Mengantuk, Pendaki Gunung Andong Terpeleset dan Masuk Jurang

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke