Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Lika-Liku Kehidupan Anak Kos

Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ikko Anata

KOMPAS.com - Seiring berjalannya waktu, mau tidak mau kita harus belajar hidup mandiri. Salah satunya dengan hidup indekos. Tidak dimungkiri juga bahwa dengan tidak pulang ke rumah akan banyak cerita dan pengalaman yang menarik.

Mulai dari bertemu orang baru, harus beradaptasi dengan tetangga, hingga belajar menghemat uang. Kehidupan indekos inilah yang diperbincangkan Anya dan Banni dalam siniar Kosan HAI bertajuk “Derita Anak Kos-kosan” yang dapat diakses melalui tautan berikut https://dik.si/KosanHAIE7.

Namun, memang kehidupan sebagai anak kos tidaklah mudah. Apalagi bila merantau di kota orang dan jauh dari orangtua.

Mereka (anak kos) tidak jarang harus menahan lapar, terlebih bila mencapai tanggal-tanggal tua. Uang kiriman belum datang, sementara di tabungan sudah jauh berkurang.

Itulah mengapa, masak sendiri atau warteg selalu menjadi primadona anak kos. Bukan hanya karena harganya yang murah, melainkan menu makanan rumah yang ditawarkan dapat sedikit mengobati rasa kangen rumah. Terlebih, bila bulan Ramadhan akan datang, maka rasa perantauan akan semakin terasa.

Mereka harus membiasakan diri berpuasa di kos. Pelbagai pengalaman dan cerita akan mereka dapatkan, apalagi yang baru pertama kali berpisah dari orangtua, seperti mahasiswa semester satu. Jelas, suasana puasa dan Hari Raya akan berbeda. Mereka terpaksa sahur dan buka puasa dengan menu seadanya dan juga makan sendirian.

Akan tetapi, bagaimana dengan masa pandemi? Apakah kehidupan indekos masih sama? Oleh karena pandemi Covid-19, mau tidak mau perkuliahan dilakukan secara daring. Mahasiswa pulang dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Sekarang, pandemi memang sudah mulai mereda, maka aktivitas di kampus dan sekitarnya kembali ada. Tentu, kuliah tatap muka ini diadakan agar proses belajar-mengajar dapat seperti sedia kala karena kurang optimalnya bila dilakukan secara daring.

Begitu juga dengan kehidupan kos-kosan yang sempat sepi kembali bersemi. Tempat nongkrong juga mulai ramai. Biasanya, setelah membicarakan hal-hal yang ringan hingga berat di tempat nongkrong, anak akan melanjutkan dengan pindah ke tempat kos milik temannya yang paling nyaman dan akan menginap di sana.

Memang, meskipun memiliki kamar kos sendiri, bukan berarti tidak bisa menginap. Hal ini dapat terjadi selain karena sudah lewat jam malam juga berkumpul bersama teman lebih menyenangkan.

Selain itu, bila menghabiskan waktu dengan teman, kesedihan tak ada keluarga bisa berkurang. Entah dengan bermain games online, mengerjakan tugas bersama-sama, atau sekadar melanjutkan obrolan yang tertinggal di tempat nongkrong.

Kehidupan kos memang sederhana, dan kadang juga menjengkelkan juga menyeramkan, khususnya ketika pemilik kos sudah mewanti-wanti untuk membayar uang sewa. Akan tetapi, segala suasana kos akan tetap memiliki cita rasanya sendiri karena telah mewarnai para perantau.

Dengarkan obrolan seru Anya dan Banni lainnya hanya melalui siniar Kosan HAI di Spotify. Dalam siniar ini, akan ada banyak obrolan seru, mencengangkan, dan menarik seputar tren yang sedang viral di kalangan para remaja.

Ikuti juga siniarnya agar kalian tak tertinggal setiap ada episode terbarunya. Akses sekarang juga episode ini melalui tautan berikut https://dik.si/KosanHAIE7.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/11/21/180000565/lika-liku-kehidupan-anak-kos

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke