Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Survei Litbang Kompas: Citra Polisi Terus Menurun, Apa Penyebabnya?

Angka tersebut menjadi yang terendah dalam lebih dari setahun terakhir survei Litbang Kompas.

Pada Januari 2021, citra positif Polri mencapai 71 persen dan melejit menjadi 78,7 persen pada April 2021, serta menempatkannya sebagai institusi negara dengan citra terbaik setelah TNI, dikutip dari Kompas.id.

Namun, setelah melejit di angka 78,7 persen, citra positif Polri justru terus mengalami penurunan.

Pada Oktober 2021, citra Polri berada pada angka 77,5 persen. Penurunan terjadi lebih tajam pada Januari 2022, yakni 74,8 persen, kemudian menjadi 65,7 persen pada Juni 2022.

Penyebab citra polisi merosot

Litbang Kompas mencatat, Polri menjadi sorotan karena publik mempertanyakan keseriusannya dalam menangani kasus-kasus pidana sejak awal Oktober 2021.

Misalnya, maraknya cerita warganet di media sosial yang mengaku tak puas dengan penanganan polisi dalam merespons laporan kasus kekerasan seksual.

Beberapa video yang memperlihatkan kekerasan oleh polisi juga banyak beredar di media sosial.

Selain ketidakpuasan publik dalam penanganan kasus pidana, Polri juga mendapat sorotan ketika menempatkan AKBP Brotoseno sebagai penyidik di Badan Reserse Kriminal (Bareskrim).

Padahal diketahui, Brotoseno merupakan mantan terpidana kasus korupsi cetak sawah di daerah Ketapang, Kalimantan Barat.


Hanya fokus perbaikan citra

Terkait hasil survei Litbang Kompas, Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar menilai, wajar jika penilaian publik kepada Polri kian menurun.

Menurut Rivanlee, selama ini langkah perbaikan yang dilakukan kepolisian bersifat reaksioner dan sebatas fokus pada perbaikan citra.

Selain itu, penerapan konsep Polri Presisi lebih banyak terjebak pada jargon ketimbang implementasi di lapangan.

”Persoalan laten yang menyebabkan kinerja polisi menuai kritik publik selama ini belum diatasi secara optimal, yakni kultur kekerasan,” kata dia dikutip dari Kompas.id, Kamis (30/6/2022).

Merujuk hasil riset Kontras yang meneliti pemberitaan di media massa dan kasus-kasus yang didampingi, terdapat sejumlah temuan yang menunjukkan bahwa kultur kekerasan di kepolisian masih ada. 

Kasus kekerasan polisi

Sepanjang Juli 2021-Juni 2022, tercatat ada 677 peristiwa kekerasan yang melibatkan aparat kepolisian.

Kekerasan yang dimaksud meliputi:

  • Penembakan (456 kasus),  
  • Penganiayaan (83 kasus),
  • Penangkapan sewenang-wenang (47 kasus),
  • Pembubaran demonstrasi dengan kekerasan (43 kasus).

Sejumlah kekerasan itu mengakibatkan 59 orang tewas, 928 orang terluka, dan 1.240 orang ditangkap secara sewenang-wenang.

Kasus polisi viral di media sosial

Kontras juga menyoroti soal tidak optimalnya kerja kepolisian tanpa faktor viralitas di media sosial.

Hal itu mendorong munculnya beberapa tagar, di antaranya #PercumaLaporPolisi, #1Day1Oknum, #NoViralNoJustice, dan #ViralForJustice.

Sejumlah kasus yang terkait dengan tagar-tagar tersebut ditangani dengan cepat oleh kepolisian. Sebaliknya, kasus yang tak menjadi sorotan dibiarkan mangkrak dalam waktu yang lama.

Kegagalan mengidentifikasi masalah

Menurut Rivanlee, hal itu menunjukkan persoalan fundamental kepolisian, yakni kegagalan mengidentifikasi masalah.

Masih ada pula kecenderungan untuk bersikap diskriminatif dan memilah-milah kasus untuk ditindaklanjuti, terlebih jika kasus yang dimaksud bermuatan politis.

”Kami melihat, komitmen perbaikan beberapa bulan lalu hanya semacam pemadam kebakaran dari kemarahan masyarakat,” ujarnya.


Catatan Kompolnas

Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarti mengatakan, hasil survei Litbang Kompas tersebut harus dijadikan sebagai refleksi untuk meningkatkan profesionalitas penanganan kasus-kasus pidana.

Sebab, Poengky menyebut masyarakat juga mengeluhkan hal yang sama.

"Pengaduan masyarakat ke Kompolnas juga 90 persen mengeluhkan kinerja Reskrim," kata Poengky saat dihubungi Kompas.com, Senin (4/7/2022).

Menurutnya Polri sudah melakukan upaya untuk memperbaiki pelatanan terkait penanganan pengaduan masyarakat melalui aplikasi Dumas Presisi.

Ia menjelaskan, pengaduan melalui Dumas Presisi ini disinkronkan dengan aplikasi pengaduan lembaga pengawas eksternal, misalnya E-Lapor Kompolnas.

Dengan bergitu, penanganan komplain masyarakat menjadi mudah dan cepat, sehingga mereka segera mendapatkan kepastian hukum.

"Faktor kecepatan merespon dan komunikasi yg baik untuk menjawab pertanyaan pengadu sangat penting agar masyarakat merasa diperhatikan masalahnya," jelas dia.

Selain itu, Polri juga membuka peluang untuk penyelesaian masalah melalui restorative justice untuk kasus-kasus pidana ringan.

Kendati demikian, Poengky menyebut pentingnya kesadaran masyarakat bahwa penegakan hukum merupakan jalan terakhir.

"Agar tidak semuanya dilarikan ke penegakan hukum. Lebih penting adalah mencegah kejahatan dengan tindakan preventif dan preemtif," ujarnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/07/04/170000665/survei-litbang-kompas--citra-polisi-terus-menurun-apa-penyebabnya-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke