Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

26 Menteri Sri Lanka Mengundurkan Diri Usai Dihantam Krisis Ekonomi

KOMPAS.com - Sebanyak 26 menteri Sri Lanka menyerahkan surat pengunduran diri dari jabatannya di tengah krisis ekonomi yang melanda negara di wilayah Asia Selatan itu.

Mundurnya ke-26 menteri tersebut menyisakan Presiden Gotabaya Rajapaksa dan kakak laki-lakinya, Perdana Menteri Mahinda Rajapaksa di kursi kabinet.

Kabar pengunduruan diri disampaikan oleh Menteri Pendidikan Dinesh Gunawardena usai menghadiri pertemuan pada Minggu (3/2/2022) tengah malam.

"Semua menteri mengajukan surat pengunduran diri agar presiden dapat membentuk kabinet baru," ujar Gunawardena, dikutip dari media Qatar Aljazeera (3/4/2022).

Krisis ekonomi memburuk

Gunawardena menambahkan, keputusan tersebut diambil setelah pembahasan krisis ekonomi yang kian memburuk.

Adapun tiga anggota keluarga Rajapaksa yang juga masuk dalam kabinet, yakni Menteri Keuangan Basil Rajapaksa, Menteri Irigasi Chamal Rajapaksa, serta anak dari Perdana Menteri yang menjabat Menteri Urusan Kepemudaan, Namal Rajapaksa turut serta mengundurkan diri.

Namal Rajapaksa berharap, keputusannya akan membantu presiden dan perdana menteri dalam membangun stabilitas bagi rakyat dan Pemerintah Sri Lanka.

Krisis terburuk dalam 70 tahun

Sri Lanka tengah didera krisis ekonomi terburuk dalam 70 tahun terakhir.

Selama berbulan-bulan, negara kepulauan di Samudra Hindia itu mengalami pemadaman listrik bergilir di seluruh negeri, termasuk di ibu kota Kolombo.

Melansir dari BBC (2/4/2022), pemadaman listrik berlangsung selama 13 jam dengan perkiraan pemadaman hingga 16 jam untuk beberapa hari ke depan.

Selain pemadaman listrik yang mengganggu aktivitas warga Sri Lanka, masih ada lonjakan harga dan kelangkaan BBM, bahan pangan, dan obat-obatan yang kian memperburuk kondisi ekonomi.


Pandemi Covid-19 dan puncak krisis

Dalih Presiden Gotabaya Rajapaksa, pandemi Covid-19 adalah penyebab utama krisis ekonomi yang melanda negaranya.

Sebab, pandemi membuat sektor pariwisata sebagai pendapatan utama Sri Lanka lumpuh dan menyusut drastis.

Namun, dalih Rajapaksa ditepis oleh para ahli. Mereka mengatakan, krisis Sri Lanka sudah berlangsung sejak lama dan saat ini merupakan puncaknya.

"Ini adalah puncak (krisis), hasil akumulasi dari apa yang sudah dibangun selama beberapa dekade dan seperti biasa tidak ada yang bertanggung jawab untuk itu," komentar Jayadeva Uyangoda, ilmuwan politik kepada BBC.

Jayadeva menambahkan, rezim Rajapaksa saat ini secara langsung bertanggung jawab atas krisis lantaran ketidakmampuan, kesombongan, dan korupsi sejak ia berkuasa pada 2019.

Sementara itu, mantan deputi gubernur bank sentral Sri Lanka, WA Wijewardena menuturkan, Sri Lanka tengah menghadapi krisis uang dan cadangan devisa yang sekarat.

Cadangan devisa menyusut

Sri Lanka memiliki cadangan devisa mencapai 7,6 miliar dollar AS pada akhir tahun 2019. Namun kini, angka tersebut turun menjadi 2,3 miliar dollar AS dan devisa yang dapat digunakan hanya sekitar 300 juta dollar AS.

Wijewardena menilai, krisis Sri Lanka akan terus memburuk karena tidak ada aliran devisa berkelanjutan untuk negara yang sangat bergantung pada impor ini.

Alhasil, Sri Lanka tidak lagi memiliki cukup uang untuk membeli barang-barang penting, seperti listrik dan bahan bakar untuk kendaraan.

Bukan hanya itu, masih diberitakan oleh BBC, kemarahan rakyat Sri Lanka kian memuncak saat keluarga Rajapaksa yang berkuasa dibebaskan dari pemadaman listrik bergilir.

Kemewahan yang ditunjukkan di tengah krisis juga semakin membuyarkan kepercayaan rakyat terhadap presiden yang memenangkan suara 52,25 persen di tahun 2019 itu.

https://www.kompas.com/tren/read/2022/04/04/120000565/26-menteri-sri-lanka-mengundurkan-diri-usai-dihantam-krisis-ekonomi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke