Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenang 100 Tahun Jenderal Hoegeng

Banyak tantangan terhadap polisi saat ini, termasuk soal kepercayaan masyarakat.

Mari mengenang Jenderal Hoegeng yang dianggap menjadi teladan para polisi di Indonesia.

Masa kecil Hoegeng

Asvi Warman Adam, dalam artikelnya "Hoegeng, Polisi Teladan" yang dimuat di Harian Kompas, 1 Juli 2004, menuliskan, nama pemberian ayah Hoegeng adalah Imam Santoso.

Dalam tulisan Asvi disebutkan, waktu kecil Hoegeng sering dipanggil Bugel (gemuk), lama-kelamaan menjadi Bugeng, akhirnya berubah jadi Hugeng.

Hoegeng mengenyam pendidikan di beberapa daerah yang berbeda. Setelah Sekolah di HIS dan MULO Pekalongan, Hoegeng belajar di AMS A Yogyakarta.

Selepas dari Yogyakarta, Hoegeng melanjutkan pendidikan ke Recht Hoge School (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia kemudian masuk Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK).

Bagi seorang polisi, daerah ini merupakan sebuah batu ujian karena terkenal dengan penyelundupan.

Dia pun disambut secara unik. Rumah pribadi dan mobil telah disediakan beberapa cukong judi. Akan tetapi, Hoegeng menolaknya dan memilih tinggal di hotel sebelum mendapat rumah dinas.

Tak berhenti di situ. Rumah dinas itu lalu dipenuhi dengan perabot oleh tukang suap. Perabot itu dikeluarkan secara paksa oleh Hoegeng dari rumahnya dan diletakkan di pinggir jalan.

Sikap Hoegeng ini pun membuat gempar Kota Medan.

Selepas bertugas di Medan, Hoegeng kembali ke Jakarta dan ditugaskan Presiden Soekarno untuk menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi.

Chris Siner Key Timu dalam artikel "Pak Hoegeng dalam Kenangan" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menceritakan, Hoegeng meminta istrinya, Merry, untuk menutup toko kembang.

Ketika istrinya menanyakan hubungan antara jabatan Dirjen Imigrasi dan toko kembang, Hoegeng menjawab singkat.

"Nanti semua yang berurusan dengan imigrasi akan memesan kembang pada toko kembang Ibu Merry dan ini tidak adil untuk toko-toko kembang lainnya," tulis Chris.

Ibu Merry pun memahami dan menutup toko kembangnya.

Hoegeng juga menolak pemberian mobil dinas dari Sekretariat Negara. Alasannya, ia telah memiliki mobil jip dinas dari kepolisian.

Rosihan Anwar, dalam artikel "In Memorian Hoegeng Imam Santoso" yang dimuat di Harian Kompas, 15 Juli 2004, menuliskan, pada masa itu kasus penyelundupan merajalela.

Di antara yang terkenal adalah kasus penyelundupan mobil mewah yang didalangi oleh Robby Tjahyadi atau Sie Tjie It.

Pada 1971, Hoegeng mengumumkan keberhasilannya dalam membekuk penyelundupan mobil mewah melalui Pelabuhan Tanjung Priok.

Mobil-mobil itu dimasukkan dengan perlindungan tentara. Dilaporkan bahwa istri Presiden Soeharto, Bu Tien juga terlibat di dalamnya.

Ternyata, pengungkapan kasus itu mempercepat pemberhentiannya sebagai Kepala Polri. Soeharto beralasan, pemberhentian Hoegeng tersebut adalah untuk regenerasi.

Selepas itu, Hoegang sebenarnya ditawari menjadi Duta Besar oleh Soeharto, tetapi ia menolaknya.

"Saya menolak penugasan saya sebagai Duta Besar di luar negeri, karena saya merasa tidak capable untuk tugas itu," kata Hoegang, dikutip dari pemberitaan Harian Kompas, 15 September 1971.

"Saya mau pikir keluarga saya dulu. Kedua anak saya masih sekolah dan kalau saya ke luar negeri, studi mereka bisa kacau," sambungnya.

Kesederhanaan, kejujuran, dan keberanian membuat namanya dikenang sepanjang masa.

Bahkan, namanya seringkali muncul sebagai bentuk kerinduan publik akan sosok polisi seperti Hoegeng.

Satu nasihat ayahnya yang membentuk sosok Hoegeng adalah, "Yang penting dalam kehidupan manusia adalah kehormatan. Jangan merusak nama baik dengan perbuatan yang mencemarkan."

Ibarat buah jatuh tak jauh dari pohonnya, kejujuran Hoegeng merupakan hasil didikan ayahnya.

Meski seorang birokrat Belanda, ayah Hoegeng tak sempat punya tanah dan rumah pribadi hingga akhir hayatnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/10/14/070500765/mengenang-100-tahun-jenderal-hoegeng

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke