Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Membuat Mural Presiden Bisa Dipidana? Ini Penjelasan Ahli Hukum

KOMPAS.com - Warganet ramai memperbincangkan mural bergambar wajah Presiden Joko Widodo (Jokowi) disertai tulisan '404: Not Found'.

Mural tersebut diketahui berada di Batuceper, Tangerang, Banten, tepatnya di terowongan inspeksi Tol Kunciran-Bandara Soekarno Hatta.

Polres Metro Tangerang Kota belum mengetahui siapa pembuat mural itu. Setelah viral, polisi dan jajaran aparat terkait kini menghapus mural itu dengan menimpanya menggunakan cat warna hitam.

"Tetap diselidiki itu perbuatan siapa. Karena bagaimanapun itu kan lambang negara, harus dihormati," kata Kasubbag Humas Polres Tangerang Kota, Kompol Abdul Rachim dikutip dari Tribunnews, Jumat (13/8/2021).

Lantas, apakah betul presiden merupakan lambang atau simbol negara? Apakah pembuat mural 'Jokowi 404: Not Found' bisa dipidana?

Bukan simbol negara

Dosen Hukum Tata Negara Universitas Sebelas Maret (UNS) Agus Riewanto menjelasakan bahwa presiden bukan termasuk simbol negara.

"Jadi kalau ada orang menggambar mural, wajah presiden, itu bukan melanggar simbol negara ya. Tapi ini soal etik saja," kata Agus, saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (14/8/2021).

Adapun produk hukum mengenai simbol negara, diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009.

Pada pasal 2 disebutkan, yang termasuk dalam simbol negara yakni bendera, bahasa, lambang negara dan lagu kebangsaan, yang merupakan wujud eksistensi NKRI.

"Presiden bukan simbol negara, tetapi secara kehidupan berbangsa bernegara sebagai orang timur itu kita hormati, kita tempatkan sebagai pemimpin negara yang sepantasnya," jelas Agus.


Melanggar Perda

Mengenai mural yang terdapat di tembok atau fasilitas publik, menurut Agus, itu bisa saja melanggar peraturan daerah (Perda).

Agus mengatakan, ada beberapa daerah yang memang menerapkan Perda ketertiban umum yang secara spesifik melarang adanya gambar, stiker atau gambar semacamnya di pohon, jembatan, tiang, tembok atau fasilitas publik.

"Jadi kalau itu dianggap sebagai melanggar, mestinya melanggar Perda pada soal larangan tempat-tempat umum itu dijadikan sebagai tempat untuk aksi vandalisme," terang Agus.

Karena itu menurut Agus, pembuat mural ini bukan melanggar hukum pidana, tetapi melanggar Perda ketertiban umum.

"Itu sih seharusnya enggak sampai ke polisi ya. Perda itu penindakannya bukan polisi, kan, tetapi Satpol PP. Maksimal denda, kalau tidak ya paling dihentikan atau dibubarkan saja," tutur dia.

Adapun bila masyarakat menggambar mural di fasilitas pribadi yang tidak diperuntukkan bagi publik, maka tidak dianggap melakukan pelanggaran.

"Selama bukan di fasilitas publik dan tidak diperlihatkan kepada publik. Untuk kita sendiri ya tidak melanggar, karena tidak diperlihatkan sebagai sesuatu untuk banyak orang. Kalau privat kan lain," imbuh Agus.


Dinilai ganggu ketertiban umum

Dikutip dari Kompas.com (13/8/2021), mural yang tergambar di dinding salah satu rumah di Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur dihapus pemerintah setempat.

Sejumlah akun media sosial mengunggah foto yang memperlihatkan dinding berisi mural dan kondisi setelah dihapus.

Pada mural itu terlihat gambar dua karakter dengan tulisan, 'Dipaksa Sehat di Negara yang Sakit'.

Kepala Satpol PP Kabupaten Pasuruan Bakti Jati Permana mengatakan, penghapusan mural itu sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tentang ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat.

Bakti mengatakan, dalam Pasal 19 Perda Kabupaten Pasuruan Nomor 2 Tahun 2017 tercantum larangan mencoret dinding atau tembok sarana umum.

"Memang ada laporan ke kami terkait masalah mural itu. Kalau kami menghubungkan dengan masalah Perda ya. Yang pasti kalau Perda kita Perda Nomor 2 Tahun 2017, memang ada mengatur tentang tertib lingkungan, setiap orang dilarang mencorat-coret yang mengarah pada sarana umum," kata Bakti melalui sambungan telpon, Jumat (13/8/2021).

https://www.kompas.com/tren/read/2021/08/15/070500665/apakah-membuat-mural-presiden-bisa-dipidana-ini-penjelasan-ahli-hukum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke