Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jangan Hanya PPKM, Ini yang Harus Dilakukan untuk Kendalikan Pandemi di Indonesia

KOMPAS.com - Pemerintah resmi memperpanjang Pemberlakuan Pengetatan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di Jawa-Bali hingga 8 Februari 2021.

Perpanjangan ini diputuskan karena PPKM jilid pertama dinilai belum maksimal.

Berdasarkan hasil evaluasi pada 11-18 Januari 2021, diketahui sebanyak 46 kabupaten/kota mengalami peningkatan kasus aktif.

Hanya 24 kabupaten/kota yang mengalami penurunan kasus, sedangkan tiga daerah lainnya tidak mengalami perubahan.

Epidemiolog Griffith University Australia Dicky Budiman mengingatkan, strategi PPKM ini hanya bersifat strategi tambahan.

Artinya, strategi itu hanya untuk menopang dan memperkuat strategi utama berupa testing, tracing, dan treatment (3T).

"Ini yang akan memutus pola eksponansial Covid-19. Sayangnya, hingga saat ini belum jadi intervensi signifikan yang sesuai dengan besaran pandeminya dan skala penduduknya. Ini belum terjadi," kata Dicky kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).

"Mau diperpanjang berapa lama pun yang terjadi adalah efek yoyo, apalagi PPKM ini bukan PSBB," ujar dia.

Seharusnya PSBB

Jika memang serius membatasi pergerakan masyarakat, Dicky menyebutkan, pemerintah seharusnya menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sesuai Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Dalam UU tersebut, definisi PSBB adalah penghentian semua aktivitas sosial, baik perkantoran, sekolah, perdagangan atau pasar atu pertokoan atau pusat perbelanjaan, transportasi, dan lain-lain.

"Di situ sebetulnya salah satu bentuk lockdown. Untuk apa? Untuk memperkuat testing dan tracing, sehingga jadi optimal dan bisa mengejar ketertinggalan kita dari virus ini," jelas dia.

Menurut Dicky, penerapan PSBB Jawa-Bali ini dianggap penting karena memiliki kontribusi kasus sebanyak 65 persen.

Selain itu, angka kematian di Jawa-Bali juga menyumbang 66 persen dari skala nasional.

"Ini bukan hal yang biasa dan tidak bisa hanya diselesaikan dengan PPKM saja, tak mungkin," ujar dia.

Ditambah lagi, test positivity rate (TPR) tidak masuk dalam parameter PPKM. Padahal, TPR ini menjadi indikator valid untuk memutuskan pelonggaran dan pengetatan.

Jika PPKM dengan sejumlah kelonggarannya ini masih dilakukan, kata Dicky, permodelan epidemiologi estimasi kasus terendah Indonesia dengan rata-rata 120.000 kasus per hari akan semakin meningkat.

Apa akibatnya? Hal itu berpotensi akan menyebabkan kekacauan layanan kesehatan dan peningkatan jumlah kematian akibat Covid-19.

"Bukan tidak mungkin bulan depan kematian kita tembus 500 per hari. Ini yang harus kita antisipasi. Kita harus cegah, apalagi test positivity rate kita Januari 2021 tidak pernah kurang dari 20 persen," kata Dicky.

"Ini bukan hal yang biasa, ini menunjukkan pandemi kita semakin tak terkendali. Bukan dilonggarkan atau modifikasi versi toleran dari PSBB, tapi PSBB itu sendiri yang harus kita lakukan di Jawa-Bali saat ini," ujar Dicky.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/23/112900765/jangan-hanya-ppkm-ini-yang-harus-dilakukan-untuk-kendalikan-pandemi-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke