Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Tagihan Listrik Rp 68 Juta, YLKI: Seharusnya Ada Ruang Negosiasi

Kasus mulai ramai diperbincangkan ketika pelanggan PLN berinisial M (31), seorang ibu rumah tangga, mengungkapkan keluhan soal tagihan listrik tersebut di media sosial Twitter pada Jumat (15/1/2021).

Berdasarkan konfirmasi Kompas.com, Minggu (17/1/2021), M mengaku biasanya hanya menerima tagihan listrik sebesar Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per bulan.

Namun pada Oktober 2020, dia menerima tagihan online yang membengkak, yakni hampir Rp 5 juta. Karena merasa aneh, keluarga itu mengadukan masalah itu ke PLN Cabang Kreo Ciledug.

Kemudian, PLN menindaklanjuti dengan mendatangkan petugas yang mengecek metaran listrik dan menyarankan mengganti meteran karena angkanya tidak presisi.

Selanjutnya, pelanggan PLN itu diminta datang ke kantor dan diberitahu hasil pemeriksaan PLN ditemukan ada sesuatu pada meteran hingga disebut terjadi pelanggaran dan dikenakan denda Rp 68 juta.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, secara regulasi, seharusnya ada saksi yang melihat saat petugas PLN melakukan pengecekan unit meteran listrik.

"Baik dari saksi konsumen, saksi ketua RT, atau tetangga yang terdekat di situ," kata Tulus, saat dihubungi Kompas.com, Senin (18/1/2021).

"Enggak boleh secara sepihak hanya petugas PLN sendiri. Harus ada saksi," kata Tulus menegaskan.

Tulus mengatakan, ketentuan adanya saksi itu diatur oleh regulator, dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).

Menurut dia, dalam kasus tersebut, dimungkinkan ada unsur kesalahan saat pencatatan meter yang dilakukan oleh petugas PLN.

"Yang normalnya Rp 700 ribu jadi Rp 5 juta, itu secara teori tidak mungkin, pasti ada kesalahan dari petugas pencatat meter. Saya menduga ada kesalahan di situ," ujar Tulus.

Ruang negosiasi

Jika memang benar ada temuan jumper pada unit meteran listrik milik pelanggan itu, Tulus menyebutkan, PLN seharusnya tidak terburu-buru menjatuhkan denda kepada konsumen.

Menurut dia, PLN seharusnya membuka ruang negosiasi lebih dulu dengan konsumen terkait permasalahan itu.

Apalagi, konsumen yang bersangkutan masih kooperatif dengan berupaya mengonfirmasi temuan jumper itu kepada kakaknya, selaku pemilik rumah.

"Kalau memang benar ada jumper itu memang enggak boleh, itu pelanggaran, tetapi PLN saya kira mestinya memberikan ruang pada konsumen untuk bernegosiasi," kata Tulus.

"Termasuk ketika konsumen akan mengonfirmasi soal itu," kata dia.

Ia menilai, PLN seharusnya mengapresiasi konsumen yang bersikap kooperatif, karena pada kasus-kasus semacam ini. Ia mengatakan, pada kasus-kasus yang pernah terjadi, kebanyakan konsumen memilih untuk kabur.

"Selama ini kan yang terjadi kan konsumennya pergi, enggak ada jejaknya. Nah ini kan masih ada jejaknya. Jadi PLN tidak boleh arogan begitu, dengan cara langsung mendenda," ujar Tulus.

"Betul secara hukum ada temuan begitu (jumper) memang tidak dibenarkan, tapi mestinya PLN lebih kooperatif dengan memberikan ruang untuk bernegosiasi," kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2021/01/18/132700765/soal-tagihan-listrik-rp-68-juta-ylki--seharusnya-ada-ruang-negosiasi

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke