Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Soal Sekolah Tatap Muka, Pemerintah Pusat Harus Pastikan Tak Ada yang Salah Ambil Keputusan

KOMPAS.com - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan, keputusan pembelajaran semester genap pada tahun akademik 2020/2021 ada di tangan pemerintah daerah (Pemda), komite sekolah, dan para orangtua.

Keputusan apakah pembelajaran akan dilakukan secara tatap muka atau belajar dari rumah, bukan lagi ditentukan oleh pemerintah pusat.  

Epidemiolog dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai, keputusan yang diambil Kemendikbud ini masih mengambang.

Ia tak sepakat jika keputusan metode pembelajaran hanya diputuskan oleh pemda, komite sekolah, dan orangtua.

Menurut Dicky, pemerintah pusat seharusnya juga berperan memastikan pemerintah daerah, sekolah dan orangtua agar tidak salah dalam mengambil keputusan.

"Dalam situasi seperti ini, daerah itu tidak bisa dibiarkan berada dalam suatu kondisi apabila nantinya mengambil keputusan yang cenderung membahayakan dan merugikan pengendalian pandemi," kata Dicky saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Di Indonesia, kata dia, situasi pandemi masih belum bisa dikendalikan hingga saat ini.

Oleh karena itu, dibutuhkan peran pemerintah pusat sebagai penanggung jawab utama selain dukungan dari pemerintah daerah.

"Ingat, pandemi tanggung jawab bersama. Keputusan ini seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah. Tidak bisa diserahkan kepada orangtua atau pada daerah saja, ini tanggung jawab bersama," ujar Dicky.

Idealnya belajar dari rumah

Melihat tren kasus Covid-19 di Indonesia saat ini, Dicky menyarankan agar para siswa untuk sementara waktu belajar dari rumah.

Pembelajaran yang ideal dan optimal memang dengan tatap muka, tetapi hal itu berlaku jika kondisi normal.

Bukan seperti saat ini.

"Artinya harus dipahami dan diingat bahwa kita ini sedang dalam kondisi pandemi dan dalam kondisi yang tidak normal, terlebih pandeminya belum terkendali," kata Dicky.

"Ditambah strategi testing, tracing, treatment (3T) yang dilakukan pemerintah masih jauh dari standar. Kalau sekolah ingin dibuka, pemerintah ya harus menguatkan strategi itu," lanjut dia.

Kriteria lain jika ingin dilakukan pembukaan sekolah, kata Dicky, adalah positivity rate yang di bawah 5 persen selama setidaknya dua minggu berturut-turut.

Menurut dia, hal-hal tersebut merupakan kriteria yang disarankan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Harus koordinasi dengan Dinkes setempat

Sementara itu, epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), dr. Bayu Satria Wiratama mengatakan, keputusan Nadiem tepat selama pemda dan komite sekolah berkoordinasi dengan dinas kesehatan (Dinkes) setempat.

Koordinasi ini penting dilakukan untuk merancang dan melakukan asesmen awal sebelum sekolah dibuka kembali.

"Untuk bisa membuka tatap muka perlu asesmen detail dan menyeluruh dari seluruh sistem pendidikan serta daerah sudah mengontrol kasus Covid-19," kata Bayu, saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/11/2020).

Bayu juga sependapat dengan pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim jika tatap muka tidak diwajibkan.

"Terlebih di zona merah sebaiknya jangan. Karena kasus masih tinggi dan itu juga berarti kasus OTG lebih tinggi lagi," kata dia.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/11/21/073200165/soal-sekolah-tatap-muka-pemerintah-pusat-harus-pastikan-tak-ada-yang-salah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke