Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Demo UU Cipta Kerja, Ancaman Rasa Aman, dan Kontroversi SKCK Pelajar...

KOMPAS.com - Upaya pihak kepolisian yang akan mencatat para pelajar yang ikut aksi penolakan UU Cipta Kerja dalam catatan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) mendapat sorotan sejumlah pihak.

Selain Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) pun ikut angkat bicara.

Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti mengungkapkan, tindakan kepolisian dengan mengancam akan mencatat para pelajar yang ikut aksi penolakan UU Cipta Kerja dalam catatan SKCK dinilai melanggar rasa aman itu sendiri terhadap masyarakat.

"Sebenarnya polisi tidak bisa memberikan rasa takut, karena itu melanggar hak rasa aman itu sendiri terhadap masyarakat termasuk juga anak-anak di bawah umur," ujar Fatia saat dihubungi Kompas.com, Kamis (15/10/2020).

Ia menjelaskan, aksi unjuk rasa merupakan sebuah kegiatan yang telah dijamin dan dilindungi oleh Undang-Undang.

Oleh karena itu, pihak kepolisian tidak bisa mengancam siapa pun karena ikut aksi unjuk rasa.

"Dengan adanya ancaman ini tentu melanggar HAM mereka, karena mereka dipaksa untuk dibungkam dan takut menjadi tidak lagi ikut dalam kegiatan-kegiatan publik yang melibatkan masyarakat secara luas, melemahkan suara rakyat sendiri," lanjut dia.

Terkait adanya penegasan pencatatan SKCK ini, Fatia menilai bahwa kegiatan ini dibuat oleh polisi agar anak-anak muda yang saat ini proaktif untuk menyuarakan suara pada negara menjadi takut agar mereka tidak lagi melakukan unjuk rasa.

Padahal melakukan unjuk rasa bagi anak-anak muda bukanlah hal baru di Indonesia. Tindakan ini sudah berlaku sejak tahun-tahun sebelumnya.

Fatia menambahkan, pihak kepolisian tidak boleh secara tiba-tiba atau serta merta mengambil orang-orang di lapangan yang tanpa tahu apakah mereka peserta unjuk rasa atau bukan.

Apalagi jika tindakan tersebut dilakukan tanpa prosedur penanganan dan juga tanpa didasari asas praduga dan bukti bahwa orang-orang yang mereka tangkap telah melakukan suatu pelanggaran tertentu.

"Itu jelas melanggar HAM, karena itu merupakan hak kebebasan berkumpul dan partisipasi publik yang berkaitan dengan kegiatan masyarakat," katanya lagi.

Menurut dia, ketika polisi banyak menangkapi peserta demonstrasi di beberapa kota di Indonesia, hal ini merupakan tindakan yang melanggar hukum.

Apalagi menjadikan peserta demosntrasi sebagai tahanan, karena aksi unjuk rasa merupakan sebagai bentuk untuk menakut-nakuti masyarakat.

Fatia mengimbau agar polisi tidak melakukan aksi brutal yang justru memicu amarah masyarakat.

"Seharusnya polisi menerapkan Perkap No. 8 Tahun 2009 terkait standar HAM, dan bagaimana sebenarnya Kapolri dan juga jajarannya tidak menerapkan brutal yang memicu amarah masyarakat sendiri," katanya lagi.

Selain itu, ia menjelaskan bahwa Komnas HAM dan Ombudsman, serta beberapa lembaga pengawas negara memiliki pengarahan penting untuk mendesak pihak kepolisian untuk tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang melanggar hukum dan standar HAM.

Oleh karena itu, Fatia mendesak lima lembaga pengawas negara terkait aksi tindak kekerasan aparat kepolisian tersebut.

Sebelumnya, Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listiyarti mengatakan anak-anak yang tidak melakukan perbuatan pidana tidak seharusnya mendapatkan catatan kriminal hanya karena alasan mereka pernah ikut serta dalam aksi unjuk rasa.

Ia menilai, mengeluarkan pendapat secara damai bukanlah tindak pidana dan bukan suatu kejahatan.

“Selesaikan masalah anak-anak pendemo yang terbukti rusuh, melakukan kekerasan, melakukan pembakaran, dan tindak pidana lainnya sesuai peraturan perundangan yang ada, yaitu UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA)," kata dia.

"Anak pelaku pidana atau ABH harus diproses dengan menggunakan UU tersebut,” imbuhnya.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/10/15/183500965/demo-uu-cipta-kerja-ancaman-rasa-aman-dan-kontroversi-skck-pelajar-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke