Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

28 Triliun Ton Es di Bumi Menguap Kurang dari 30 Tahun, Apa Dampaknya?

KOMPAS.com – Sebanyak 28 triliun ton lapisan es di bumi hilang atau menguap sejak tahun 1994 atau sekitar hampir 30 tahun terakhir.

Hal tersebut disampaikan oleh ilmuwan Inggris yang menganalisis survei satelit dari kutub, gunung dan glester di bumi. 

Penelitian itu dilakukan untuk mengukur berapa banyak lapisan es yang hilang akibat pemanasan global karena meningkatnya emisi gas rumah kaca.

Ilmuwan yang berbasis di Universitas Leeds dan Edinburgh serta Universitas College London tersebut menggambarkan, tingkat kehilangan es merupakan sesuatu yang mengejutkan.

Mereka juga memperingatkan bahwa analisis mereka menunjukkan bahwa kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh mencairnya glester dan lapisan es pada abad ini bisa mencapai sekitar satu meter.

"Setiap sentimeter kenaikan permukaan laut berarti sekitar satu juta orang akan mengungsi dari tanah air mereka yang lebih rendah," kata Profesor Andy Shepherd, direktur Pusat Pengamatan dan Pemodelan Kutub Universitas Leeds dikutip dari The Guardian, Minggu (23/8/2020). 

Mempengaruhi radiasi matahari

Para ilmuwan juga memperingatan, mencairnya es dalam jumlah tersebut dapat secara serius mengurangi kemampuan planet untuk memantulkan radiasi matahari kembali ke luar angkasa.

Es putih menghilang, maka laut akan gelap. Tanah yang terbuka di bawahnya menyerap lebih banyak panas sehingga peningkatan pemanasan planet bumi akan terjadi.

Selain itu, air dingin segar yang mengalir dari glester dan lapisan es yang mencair dapat menyebaban gangguan besar pada kesehatan biologis perairan Arktik dan Antartika.

Adapun hilangnya glester di pegunungan bisa mengancam dan menghapus sumber air tawar yang menjadi ketergantungan masyarakat sekitar.

“Di masa lalu, para peneliti telah mempelajari area Antartika atau Greenland tempat es mencair. Tapi ini adalah pertama kalinya seseorang melihat semua es menghilang dari seluruh planet,” ujar Shepherd.

Hilangnya es yang diungkapkan oleh kelompok peneliti tersebut, cocok dengan prediksi skenario kasus terburuk yang pernah dituliskan Panel Antarpemerintah Inggris mengenai Perubahan Iklim (IPCC). 

Survei satelit

Kelompok tersebut mempelajari mengenai survei satelit glester yang ada di Amerika Selatan, Asia, Kanada dan berbagai wilayah lain.

Selain itu mereka juga mempelajari es laut yang ada di Kutub Utara dan Antartika, lapisan es yang menutupi tanah di Antartika dan Greenland.

Serta lapisan es yang keluar dari daratan Antartika ke laut.

Studi itu sendiri mempelajari keseluruhan hal tersebut sejak tahun 1994 hingga 2017.

Para peneliti menyimpulkan bahwa semua wilayah tersebut saat ini telah mengalami penurunan lapisan es yang menghancurkan dalam tiga dekade terakhir dan kehilangan ini terus berlanjut.

“28 triliun ton es akan menutupi seluruh permukaan Inggris dengan lapisan air beku setebal 100 meter,” ujar Tom Slater dari anggota kelompok Universitas Leeds.

Akibat pemanasan iklim

Dalam makalah yang diterbitkan di jurnal Diskusi Cryosphere para peneliti meyakini sebagian besar hilangnya es di bumi adalah konsekuensi langsung dari pemanasan iklim.

“Rata-rata, suhu permukaan bumi telah meningkat 0,85 derajat celcius sejak 1880, dan sinyal ini telah diperkuat di daerah kutub,” kata para peneliti.

Akibatnya suhu laut dan atmosfer meningkat yang kemudian memperbesar potensi hilangnya es sebagaimana diungkapkan oleh para ahli.

Sementara terkait kasus lapisan es yang mencair di Antartika, peningkatan suhu laut menjadi pendorong utama bagi peningkatan suhu atmosfer yang menyebaban hilangnya es dari glester pedalaman seperti yang ada di Himalaya

Sementara di Greenland, hilangnya es dipicu oleh kombinasi peningkatan suhu laut dan atmosfer.

Meski demikian pihaknya menekankan bahwa tidak semua es yang hilang selama periode tersebut berkontribusi pada kenaikan permukaan laut.

“Sebanyak 54 persen es yang hilang berasal dari es laut,” kata peneliti Universitas Leeds, Isobel Lawrence.

“Ini mengapung di atas air dan pencairannya tidak akan menyebabkan kenaikan permukaan laut," tambahnya.

Akan tetapi, 46 persen air leleh lainnya berasal dari gletser dan lapisan es di tanah, dan ini yang akan menambah kenaikan permukaan laut.

Penyebab pemanasan global

Hasil kelompok tersebut diterbitkan 30 tahun setelah penilain pertama IPCC diterbitkan pada akhir Agustus 1990.

Hal ini menguraikan, secara gamblang bahwa pemanasan global nyata dan dipicu oleh peningkatan emisi gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil.

Meskipun ada peringatan dari para ilmuwan, emisi ini terus meningkat karena suhu global terus melonjak.

Setidaknya pada minggu lalu dilaporkan, ada peningkatan 0,14 derajat celcius suhu global antara dekade 1980-89 dan dekade 1990-1999, kemudian peningkatan 0,2 derajat celcius antara masing-masing dekade berikutnya.

Laju kenaikan ini diperkirakan akan meningkat, kemungkinan menjadi sekitar 0,3 derajat celcius  per dekade, karena emisi karbon terus meningkat.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/08/23/192700165/28-triliun-ton-es-di-bumi-menguap-kurang-dari-30-tahun-apa-dampaknya-

Terkini Lainnya

Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Situs Panganku.org Beralih Fungsi Jadi Judi Online, Kemenkes dan Kemenkominfo Buka Suara

Tren
Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Kapan Pengumuman Hasil Tes Online 1 Rekrutmen Bersama BUMN 2024?

Tren
Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Ramai soal Surat Edaran Berisi Pemkab Sleman Tak Lagi Angkut Sampah Organik, Ini Kata DLH

Tren
Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Saat Penyambut Tamu Acara Met Gala Dipecat karena Lebih Menonjol dari Kylie Jenner...

Tren
Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Kronologi dan Motif Ibu Racuni Anak Tiri di Rokan Hilir, Riau

Tren
Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Rumah Sakit di Rafah Kehabisan Bahan Bakar, WHO: Penutupan Perbatasan Halangi Bantuan

Tren
Cerita Rombongan Siswa SD 'Study Tour' Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Cerita Rombongan Siswa SD "Study Tour" Pakai Pesawat Garuda, Hasil Nabung 5 Tahun

Tren
Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena 'Salah Asuhan', Ini Kata Ahli

Viral, Video Kucing Menggonggong Disebut karena "Salah Asuhan", Ini Kata Ahli

Tren
Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Seekor Kuda Terjebak di Atap Rumah Saat Banjir Melanda Brasil

Tren
Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Link Live Streaming Indonesia vs Guinea U23 Kick Off Pukul 20.00 WIB

Tren
Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Prediksi Susunan Pemain Indonesia dan Guinea di Babak Play-off Olimpiade Paris

Tren
Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Alasan Semua Kereta Harus Berhenti di Stasiun Cipeundeuy, Bukan untuk Menaikturunkan Penumpang

Tren
Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Indonesia Vs Guinea, Berikut Perjalanan Kedua Tim hingga Bertemu di Babak Playoff Olimpiade Paris 2024

Tren
Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Pelatih Guinea soal Laga Lawan Indonesia: Harus Menang Bagaimanapun Caranya

Tren
8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

8 Pencetak Gol Terbaik di Piala Asia U23 2024, Ada Dua dari Indonesia

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke