Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Disorot Dunia, Ini Cerita dari Swedia Hadapi Pandemi Corona

KOMPAS.com - Sejak awal respons Swedia terhadap pandemi virus corona baru telah menjadi perhatian dunia. 

Berbeda dengan sebagian besar negara di dunia, pemerintah Swedia membiarkan kegiatan berjalan normal di wilayahnya. 

Apa yang dilakukan oleh Swedia secara tidak langsung membuat dunia mampu mengamati tentang bagaimana kondisi pandemi ketika pemerintah mengizinkan kegiatan dilakukan secara bebas atau tanpa pembatasan.

"Mereka benar-benar tidak memperoleh apa-apa. Mereka juga tidak memperoleh keuntungan ekonomi," kata Jacob F. Kirkegaard dari Peterson Institute for International Economics sebagaimana dikutip The New York Times, Selasa (7/7/2020).

Asumsi pemulihan ekonomi

Di Amerika Serikat, di mana virus menyebar dengan cepat, Presiden Donald Trump bersikeras menghindari dilakukannya penguncian (lockdown) atau mencabut kebijakan tersebut sebelum waktunya.

Adapun alasannya adalah untuk mendorong pemulihan kondisi ekonomi dan memungkinkan orang-orang kembali bekerja. 

Di Inggris, Perdana Menteri Boris Johnson membuka kembali pub dan restoran pada akhir pekan lalu dalam upaya untuk memulihkan kondisi ekonomi seperti sedia kala.

Dari kebijakan-kebijakan tersebut, secara implisit terlihat bahwa pemerintah berusaha menjaga keseimbangan ekonomi dengan risiko kesehatan yang dipertaruhkan.

Namun, apa hasil yang diperoleh dari pelonggaran atau tidak adanya pembatasan di tengah pandemi?

Dampak tidak ketatnya pembatasan

Swedia menunjukkan bahwa terjadi lebih banyak kematian dengan kerugian ekonomi yang kurang lebih sama dengan negara yang melakukan pembatasan.

Kegagalan untuk menjaga jarak fisik atau aturan social distancing dapat mengorbankan kehidupan dan pekerjaan dalam waktu yang sama.

Saat kasus Covid-19 mulai muncul, pemerintah Swedia mengizinkan restoran, toko, taman bermain, hingga sebagian besar sekolah tetap buka. 

Kebijakan tersebut berbanding terbalik dengan negara seperti Denmark dan Norwegia yang memilih melakukan pembatasan aktivitas masyarakat secara ketat.

Hingga kini, lebih dari 5.000 kematian telah terjadi akibat virus corona di Swedia. 

Jika dibandingkan dengan AS, jumlah tersebut mungkin jauh lebih sedikit. Akan tetapi, Swedia hanya memiliki populasi sebanyak 10 juta orang.

Artinya, per juta orang, Swedia memiliki tingkat kematian yang lebih tinggi dari AS sebesar 40 persen, 12 kali lipat lebih banyak dari Norwegia, 7 kali lebih banyak dari Finlandia, dan 6 kali lebih banyak dari Denmark. 

Kerugian ekonomi

Kasus kematian yang terjadi telah tampak jelas di Swedia. Namun, mengapa kondisi atau kerugian ekonomi yang dialaminya tidak jauh berbeda dari negara-negara lain dengan pembatasan ketat?

Singkatnya, Swedia mengalami tingkat kematian yang jauh lebih tinggi dan gagal mencapai keuntungan ekonomi yang diharapkan.

Sebagaimana diketahui, virus corona berdampak secara internasional. Terlepas dari keputusan pemerintah Swedia untuk mengizinkan kegiatan ekonomi berjalan, bisnis di Swedia terjebak dengan kondisi yang sama seperti di tempat lain.

Swedia pun terdampak oleh kondisi perdagangan global. 

"Sektor manufaktur Swedia tutup ketika semua orang lainnya juga tutup karena situasi rantai pasokan. Ini sepenuhnya telah dapat diprediksi," ujar Kirkegaard.

Berbanding terbaik dengan Swedia, Norwegia justru mulai menunjukkan perbaikan ekonomi yang cepat.

Negara ini tidak hanya melakukan penguncian agresif yang cepat, tetapi juga cukup awal melonggarkan pembatasan bersamaan dengan ditingkatkannya testing untuk Covid-19.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/07/11/124700965/disorot-dunia-ini-cerita-dari-swedia-hadapi-pandemi-corona

Terkini Lainnya

Bakteri Bermutasi di Stasiun Luar Angkasa, Jadi Strain Baru yang Belum Pernah Ada di Bumi

Bakteri Bermutasi di Stasiun Luar Angkasa, Jadi Strain Baru yang Belum Pernah Ada di Bumi

Tren
Vaksin Covid-19 AstraZeneca Ditarik Peredarannya di Seluruh Dunia

Vaksin Covid-19 AstraZeneca Ditarik Peredarannya di Seluruh Dunia

Tren
Jalan Kaki 45 Menit Membakar Berapa Kalori?

Jalan Kaki 45 Menit Membakar Berapa Kalori?

Tren
Jam Buka dan Harga Tiket Animalium BRIN Cibinong 2024

Jam Buka dan Harga Tiket Animalium BRIN Cibinong 2024

Tren
Diduga Cemburu, Suami di Minsel Bacok Istri hingga Tewas

Diduga Cemburu, Suami di Minsel Bacok Istri hingga Tewas

Tren
Mengapa Suhu Dingin Justru Datang Saat Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Mengapa Suhu Dingin Justru Datang Saat Kemarau? Ini Penjelasan BMKG

Tren
Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 8-9 Mei 2024

Prakiraan BMKG: Wilayah yang Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 8-9 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Minum Kopi Sebelum Makan, Apa Efeknya? | Cabut Gigi Berakhir Meninggal Dunia

[POPULER TREN] Minum Kopi Sebelum Makan, Apa Efeknya? | Cabut Gigi Berakhir Meninggal Dunia

Tren
Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Ketahui, Ini Masing-masing Manfaat Vitamin B1, B2, hingga B12

Tren
Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Uni Eropa Segera Larang Retinol Dosis Tinggi di Produk Kecantikan

Tren
Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Hamas Terima Usulan Gencatan Senjata, Israel Justru Serang Rafah

Tren
Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Pengakuan TikToker Bima Yudho Dapat Tawaran Endorse Bea Cukai, DBC: Tak Pernah Ajak Kerja Sama

Tren
Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Mengenal Rafah, Tempat Perlindungan Terakhir Warga Gaza yang Terancam Diserang Israel

Tren
Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Fortuner Polda Jabar Tabrak Elf Picu Kecelakaan di Tol MBZ, Pengemudi Diperiksa Propam

Tren
Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Alasan Polda Metro Jaya Kini Kirim Surat Tilang via WhatsApp

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke