Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Polemik Pilkada di Tengah Pandemi Covid-19

RENCANA penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (Pilkada) di masa pandemi Covid-19 menjadi polemik.

Pemerintah pada Senin (4/5/2020) lalu menerbitkan Perarturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Perppu Pilkada) untuk menggeser waktu pelaksanaan Pilkada 2020 dari semula 23 September menjadi 9 Desember 2020 akibat pandemi Corona.

Perppu Pilkada tersebut, yang mewajibkan seluruh tahapan pilkada sesuai dengan protokol kesehatan Covid-19, kini menjadi salah satu agenda pembahasan prioritas di DPR memasuki masa sidang IV tahun 2019-2020.

Sebelumnya, dalam rapat kerja pada Selasa (14/4/2020) lalu, seluruh fraksi di Komisi II DPR bersama dengan Kemendagri dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah menyepakati penundaan Pilkada menjadi 9 Desember 2020.

Pihak Kemendagri beralasan tanggal 9 Desember 2020 merupakan opsi paling optimistis dari tiga opsi waktu yang diajukan oleh KPU. Selain 9 Desember, opsi lainnya adalah Maret 2021 dan Desember 2021.

Masa tanggap darurat yang ditetapkan Gugus Tugas Covid-19 berlangsung hingga 29 Mei 2020, dengan demikian tahapan pilkada yang sempat tertunda bisa dilanjutkan kembali.

Mendagri Tito Karnavian mengatakan, tidak ada alasan kuat pilkada dilaksanakan 2021. Pandemi Covid-19 diyakini akan berlangsung untuk waktu yang lama. Tidak ada yang menjamin pandemi ini akan berakhir pada 2021.

Dengan diterimanya Perppu Pilkada oleh DPR, maka tahapan pilkada yang sempat tertunda akan mulai dilanjutkan pada 15 Juni 2020 oleh KPU.

Pelaksanaan seluruh tahapan pilkada yang menerapkan standar pencegahan Covid-19 membutuhkan tambahan anggaran yang tidak sedikit, antara lain untuk pengadaan alat perlindungan diri (APD) dan perlengkapan disinfeksi di 270 wilayah pemilihan yang meliputi sembilan provinsi, 37 kota, dan 224 kabupaten.

Permintaan tambahan anggaran sebesar Rp 4,7 triliun yang diajukan KPU telah disetujui oleh DPR dan pemerintah yang akan dicairkan dalam tiga tahap.

Selain KPU, Bawaslu dan Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP) juga mendapatkan tambahan anggaran masing-masing sebesar Rp 478,9 miliar dan Rp 39,05 miliar. Seluruh tambahan biaya ini bersumber dari APBN dan APBD.

Banyak persoalan

Penyelenggaraan Pilkada pada 9 Desember 2020 menuai krtitik karena dinilai dipaksakan di saat pandemi Covid-19 masih berlangsung.

Banyak potensi persoalan yang bisa muncul, bukan saja terkait kesehatan masyarakat, namun juga terkait proses demokrasi dari pilkada itu sendiri.

Pilkada yang diselenggarakan di tengah pandemi akan membuat masyarakat enggan berpartisipasi. Dengan rendahnya tingkat partisipasi, maka peluang terjadinya manipulasi semakin terbuka.

Potensi korupsi dan politik uang juga terbuka. Berbagai bantuan sosial (bansos) yang dikucurkan di tengah pandemi bisa diselewengkan untuk kepentingan pilkada. Begitupun politik uang untuk kepentingan pilkada bisa bersembunyi dibalik bansos pandemi.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut program penanganan Covid-19 berpotensi dijadikan alat untuk politik uang.

Kesiapan KPU menyelenggaran pilkada di tengah pandemi juga dipertanyakan. Jika KPU tak siap, maka akan menurunkan kualitas pilkada yang berdampak pada turunnya kepercayaan dan kredibilitas demokrasi.

Lantas, bagaimana mengatasi berbagai persoalan pada Pilkada 2020?

Saksikan pembahasannya dalam talkshow Satu Meja The Forum, Rabu (17/6/2020), yang disiarkan langsung di Kompas TV mulai pukul 20.00 WIB.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/17/114301565/polemik-pilkada-di-tengah-pandemi-covid-19

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke