Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Apakah Kasus Virus Corona di Indonesia Mulai Menurun? Berikut Hasil Hitungan Peneliti

KOMPAS.com - Pemerintah mulai menerapkan kebijakan new normal saat pandemi virus corona. Sejumlah daerah pun mulai melonggarkan aturan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), seperti DKI Jakarta yang kini memasuki masa transisi PSBB.

Salah satu yang menjadi patokan bagi setiap negara yang akan melakukan transisi, pelonggaran pembatasan, dan skenario new normal harus memperhatikan enam ketentuan yang telah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO. 

Salah satu ketentuannya adalah penyebaran wabah Covid-19 dapat dikendalikan. Penyebaran wabah bisa dinyatakan telah terkendali jika selama 14 hari terjadi penurunan. 

Lantas, seperti apa kondisi di Indonesia? 

Prediksi awal penelitian

Peneliti dari Pemerintah Provinsi DIY menjelaskan alasan prediksi awal mereka soal Covid-19 di Indonesia melenceng dan tidak sesuai fakta di lapangan hari ini.

Sebelumnya, pada penelitian berjudul "Prediksi Periode Penyebaran Kasus Covid-19 Berbasis Konteks", kurva kumulatif kasus Covid-19 di Indonesia diprediksi terjadi pada pertengahan Mei.

Selanjutnya pandemi ini akan mereda di awal Agustus 2020.

Prediksi yang dibuat sejak awal Maret hingga 30 April 2020 disebutkan memiliki akurasi hingga 95 persen, karena angkanya mendekati angka riil yang disebutkan pemerintah melalui Gugus Tugas setiap hari.

Namun, kondisi di lapangan pada pertengahan Mei justru menunjukkan fakta yang sebaliknya. Peningkatan kasus terjadi begitu tinggi, jauh melampaui angka yang telah diprediksi sebelumnya.

Rata-rata sebelumnya di angka 300-400 kasus per hari. Namun, pada pekan kedua Mei, jumlah kasus harian ada di rentang 600-700 kasus.

Jumlah kasus meningkat

Kemudian, jumlah kasus positif virus corona terus menunjukkan peningkatan pada 9 dan 10 Juni lalu. Pemerintah mengumumkan, dalam satu harinya terdapat lebih dari 1.000 kasus baru terkonfirmasi Covid-19.

Peneliti dari Pemprov DIY, Joko Hariyono, menyebutkan, faktor yang membuat kurva semakin meningkat adalah masyarakat yang kembali melakukan aktivitasnya secara normal dan tidak menaati imbauan pemerintah.

Hal itu disebutkan Joko dalam keterangan resminya yang diterima Kompas.com, Sabtu (13/6/2020). "Imbauan protokol kesehehatan dari Pemerintah tidak sepenuhnya dijalankan secara konsisten oleh sebagian masyarakat," kata Joko.

Peningkatan aktivitas yang disebut kontraproduktif dengan upaya yang sudah diusahakan sejak awal pandemi terjadi ketika memasuki awal bulan Ramadhan.

Banyak masyarakat yang tidak memperhatikan protokol kesehatan saat membeli santapan berbuka puasa, berbelanja ke pasar, mengantre bantuan sembako, tetap menjalankan ibadah secara bersama-sama, dan sebagainya.

"Momen ini berlangsung hampir di sepanjang Ramadhan, akhir April-akhir Mei 2020 dan diikuti dengan hari raya Idul Fitri pada akhir Mei 2020," jelas Joko.

Pada masa yang sama, banyak pemerintah daerah juga fokus untuk memantau pintu-pintu perbatasan guna mencegah terjadinya perpindahan masyarakat dari satu wilayah ke wilayah lain.

Namun, pemda tidak begitu fokus pada interaksi antar-masyarakat yang terjadi di wilayahnya.

Simulasi baru

Oleh karena hasil prediksi pada simulasi pertama tidak berjalan sesuai dengan fakta di lapangan sejak pertengahan Mei 2020, maka dibuatlah simulasi baru dengan basis yang sama.

Hanya saja, kali ini peneliti memasikukkan faktor kelonggaran yang diberikan pemerintah dengan pemberlakuan New Normal.

"Kebetulan hari ini memasuki 100 hari penanganan kasus Covid-19, kami menulis beberapa hal terkait revisi penelitian kami sebelumnya disertai hasil simulasi baru. Kami juga menganalisis kenapa terjadi anomali atas penelitian kami," kata Joko dalam pesan singkat kepada Kompas.com.

Dalam simulasi ini, akan ada 3 klasifikasi prediksi: prediksi awal yang meleset di pertengahan jalan, prediksi ketiga diberlakukan new normal dengan pembatasan ketat, dan prediksi terakhir diberlakukan new normal dengan pembatasan sedang.

Sementara untuk garis bewarna biru dengan adanya penerapan new normal didampingi agresivitas dan kecepatan yang cukup memadai dari pemerintah berisiko memperluas penyebaran hingga 285 hari dari kasus pertama, dengan tingkat infeksi di atas 200.000 kasus.

Sedangkan penerapan new normal dengan pendampingan pemerintah di tingkat rendah menyebabkan kasus Covid-19 di Indonesia memasuki zona uncertainity, dengan tingkat infeksi yang sangat parah dan periode penyelesaian sulit untuk diukur.

Data yang diacu untuk analisis simulasi kedua ini berasal dari data pemerintah sejak awal kasus di 3 Maret-12 Juni 2020.

https://www.kompas.com/tren/read/2020/06/13/132948665/apakah-kasus-virus-corona-di-indonesia-mulai-menurun-berikut-hasil-hitungan

Terkini Lainnya

Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Kasus Sangat Langka, Mata Seorang Wanita Alami Kebutaan Mendadak akibat Kanker Paru-paru

Tren
Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Cara Buat Kartu Nikah Digital 2024 untuk Pengantin Lama dan Baru

Tren
Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Saat Warganet Soroti Kekayaan Dirjen Bea Cukai yang Mencapai Rp 51,8 Miliar...

Tren
Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Sejarah Tanggal 2 Mei Ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional

Tren
7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

7 Instansi yang Sudah Membuka Formasi untuk CASN 2024

Tren
BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

BMKG: Wilayah Berpotensi Hujan Lebat, Petir, dan Angin Kencang pada 2-3 Mei 2024

Tren
[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

[POPULER TREN] Daerah yang Merasakan Gempa Bandung M 4,2 | Madinah Banjir Setelah Hujan Turun 24 Jam

Tren
Batal Menggagas Benaromologi

Batal Menggagas Benaromologi

Tren
Bukan Pluto, Ilmuwan Temukan Bukti Baru Adanya Planet Kesembilan dalam Tata Surya

Bukan Pluto, Ilmuwan Temukan Bukti Baru Adanya Planet Kesembilan dalam Tata Surya

Tren
Disebut Hewan Pemalas, Berikut Beberapa Fakta Unik tentang Kungkang atau Sloth

Disebut Hewan Pemalas, Berikut Beberapa Fakta Unik tentang Kungkang atau Sloth

Tren
Ramai soal Aturan Warung Madura Buka 24 Jam, Ini Penjelasan Menkop-UKM

Ramai soal Aturan Warung Madura Buka 24 Jam, Ini Penjelasan Menkop-UKM

Tren
Ramai soal Mahasiswi Undip Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Mundur Usai Diungkap Warganet

Ramai soal Mahasiswi Undip Penerima KIP Kuliah Bergaya Hidup Mewah, Mundur Usai Diungkap Warganet

Tren
Head to Head Indonesia vs Irak, Tim Garuda Terakhir Menang pada Tahun 2000

Head to Head Indonesia vs Irak, Tim Garuda Terakhir Menang pada Tahun 2000

Tren
Sejarah Kejuaraan Bulu Tangkis Dunia Piala Thomas dan Piala Uber, Apa Bedanya?

Sejarah Kejuaraan Bulu Tangkis Dunia Piala Thomas dan Piala Uber, Apa Bedanya?

Tren
Harga BBM, Elpiji, dan Tarif Listrik yang Berlaku 1 Mei 2024

Harga BBM, Elpiji, dan Tarif Listrik yang Berlaku 1 Mei 2024

Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke