Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Jokowi di Antara Tekanan Terbitkan Perppu KPK dan Narasi Pemakzulan...

Pasca disahkan DPR pada 24 September 2019, sejumlah aksi digelar meminta Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.

Presiden sempat bertemu dengan sejumlah tokoh pada 26 September 2019, dan menyatakan mempertimbangkan akan mengeluarkan perppu.

Akan tetapi, hingga hari ini, perppu itu tak kunjung terbit.

Dari barisan partai koalisi, sejumlah petinggi partai mengeluarkan "warning" jika Jokowi mengeluarkan Perppu KPK.

Salah satunya, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh.

Pada 2 Oktober 2019, ia menyebutkan, Jokowi dan partai-partai pendukungnya sepakat untuk belum mengeluarkan Perppu KPK karena saat ini tengah berlangsung uji materi UU tersebut di Mahkamah Konstitusi.

Bahkan, Paloh sempat mengeluarkan pernyataan jika salah bertindak, Jokowi bisa dimakzulkan karena keputusan itu.

"Mungkin masyarakat dan anak-anak mahasiswa tidak tahu kalau sudah masuk ke ranah sana (MK). Presiden kita paksa keluarkan perppu, ini justru dipolitisasi. Salah-salah presiden bisa di-impeach (dimakzulkan) karena itu," kata Paloh.

Merespons narasi pemakzulan ini, sejumlah tokoh dan pengamat bersuara.

Mantan Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki salah satunya.

Menurut dia, tidak ada risiko hukum yang akan diterima Presiden jika menerbitkan perppu, apalagi pemakzulan jabatan.

Ruki berpendapat, sebaliknya, Jokowi akan mendapat simpati publik karena menyelamatkan KPK.

“Apakah ada konsekuensi hukum, sama sekali tidak ada, termasuk hukum pidana. Mengeluarkan perppu tidak ada konsekuensi hukum, mau dibawa ke MK atau MA tidak bisa,” kata dia, seperti diberitakan Kompas.com, Jumat (4/10/2019).

Pendapat yang sama disampaikan Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Syamsuddin Haris, di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Haris menyebutkan, secara konstitusi, prosedur pemberhentian presiden sudah jelas diatur, harus ada unsur pelanggaran dan pengkhianatan terhadap konstitusi.

“Mesti ada pelanggaran hukum mencakup penghianatan terhadap konstitusi, negara, melakukan tindakan tercela, melakukan tindak kriminal itu kategorinya. Jadi konyol penerbitan perppu dihubungankan dengan impeachment," ujar Haris.

Kewenangan Presiden

Sementara itu, Kabid Hukum dan Administrasi Gerindra Habiburokhman mengatakan, seharusnya tidak ada kekhawatiran terjadi pemakzulan presiden, karena menerbitkan perppu merupakan kewenangan Presiden yang ada dalam undang-undang.

“Soal perppu ini saya enggak habis pikir, kok bisa dampaknya dimakzulkan. Itu kan kewenangan presiden yang ada di konstitusi. Bagaimana mungkin orang menggunakan hak konstitusionalnya kemudian dimakzulkan,” ujar Habiburrokhman.

Koalisi Masyarakat Sipil Selamatkan KPK juga menyesalkan adanya isu pemakzulan Presiden akibat mengeluarkan perppu yang dianggap sebagai tindakan inkonstitusional.

“Kami menyayangkan komentar seperti itu, karena justru itu akan membelokkan persepsi dan pemahaman publik terkait apa itu pemakzulan,” sebut salah satu anggota koalisi, Fajri Nursyamsi, di Jakarta, Minggu (6/10/2019).

Benteng terakhir

Perppu dianggap sebagai benteng terakhir untuk membatalkan UU KPK versi revisi.

Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada, Oce Madril mengatakan, dibandingkan judicial review, saat ini solusi yang paling efektif untuk mengatasi persoalan UU KPK adalah melalui Perppu.

"Perppu memang solusi yang sangat efektif supaya kekeliruan-kekeliruan yang terjadi di dalam kebijakan revisi UU KPK itu bisa diperbaiki dengan cepat," kata Oce, saat dihubungi Kompas.com, 3 Oktober 2019.

Menurut dia, uji materi tidak terlalu tepat karena lebih pada aspek konstitusional.

Padahal, persoalan KPK soal amanat reformasi mengenai pemberantasan korupsi, bukan hanya sekadar persoalan konstitusional.

Dengan revisi UU KPK saat ini, agenda itu bisa terhambat.

"Jadi ini lebih pada agenda reformasi sebenarnya, bahwa pemberantasan korupsi itu harus dilakukan secara luar biasa, kemudian menggunakan cara-cara yang luar biasa, kan begitu amanat TAP MPR," kata Oce.

Menurut Oce, judicial review akan membutuhkan waktu lama.

Oleh karena itu, ia berpendapat, penerbitan perppu lebih efektif dibandingkan judicial review untuk mengakhiri kontroversi soal UU KPK versi revisi.

(Sumber: Kompas.com/Christoforus Ristianto, Dylan Aprialdo Rachman, Ahmad Naufal Dzulfaroh)

https://www.kompas.com/tren/read/2019/10/07/052200265/jokowi-di-antara-tekanan-terbitkan-perppu-kpk-dan-narasi-pemakzulan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke