Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Kotagede Dijuluki Jewellery of Jogja?

Kompas.com - 12/05/2024, 15:00 WIB
Yulisha Kirani Rizkya Pangestuti,
Widya Lestari Ningsih

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Kerajinan yang menjadi keunggulan ekonomi di Kotagede, Yogyakarta, adalah kerajinan perak.

Bahkan Kotagede kerap dijuluki Jewellery of Jogja karena reputasinya sebagai pusat kerajinan perak yang sangat terkenal di Yogyakarta.

Kerajinan perak Kotagede memang sudah ada sejak zaman Belanda.

Berikut ini sejarah singkat kerajinan perak di Kotagede, hingga dijuluki Jewellery of Jogja.

Baca juga: Sejarah Kotagede, Ibu Kota Kerajaan Mataram Islam yang Pertama

Kotagede, Sentra Kerajinan Perak Yogyakarta

Awal mula kerajinan perak Kotagede berakar pada pembangunan kawasan ini pada abad ke-16.

Saat itu, Kotagede ditetapkan sebagai ibu kota Kerajaan Mataram Islam yang baru saja berdiri.

Letak kawasan Kotagede tidak jauh dari Keraton Yogyakarta saat ini.

Pada awalnya, kerajinan perak di Kotagede hanya dikhususkan untuk pesanan keraton Mataram.

Perak menjadi salah satu simbol kemewahan pada masa itu, bahkan sejak masa Hindu-Buddha.

Pada masa penjajahan Belanda, Kotagede mulai memproduksi kerajinan perak untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Adalah Mary Agnes, istri Pieter Rudolph Wolter van Gesseler Verschuir, Gubernur Belanda di Yogyakarta periode 1929-1933, yang mengembangkan industri kerajinan perak di Kotagede.

Baca juga: Kota Mana yang Terkenal dengan Julukan Kota Seribu Satu Malam?

Seperti kebanyakan warga Eropa, Mary Agnes rutin mengadakan acara minum teh di kediamannya.

Peralatan perak yang ia bawa langsung dari Belanda sangat polos tanpa ukiran.

Mulanya, Mary Agnes sering mendapatkan hadiah dari keraton berupa mangkuk emas dan kotak perak.

Hadiah yang diterimanya membuat Mary Agnes tertarik pada kerajinan perak Kotagede.

Setelah melihat seni tatah ukir perak yang banyak dikerjakan perajiin Kotagede, Mary Agnes memesan alat makan dan minum.

Ingin ornamen budaya Jawa hadir pada pesanannya itu, Mary Agnes meminta bantuan seniman untuk menggambarkan relief yang ada di Candi Prambanan.

Lalu gambar tersebut diserahkan kepada perajin perak di Kotagede, yang kemudian melukiskannya pada bokor atau piring yang dipesan Agnes.

Baca juga: Kenapa Semarang Dijuluki Venetie van Java?

Puas dengan hasil pesanan pertamanya, Agnes terus menambah pesanannya, baik untuk memenuhi kebutuhan pribadi maupun sebagai suvenir bagi para relasi.

Ornamen yang digunakan pun bertambah. Ia mengambil contoh ukiran dari Ratu Boko, Candi Borobudur, ukiran Masjid Mantingan Jepara, ukiran di Pura Pakualaman, bahkan juga motif khas Sumatera Barat dan Palembang.

Agnes kemudian mendorong para perajin untuk meningkatkan kualitas, menciptakan lebih banyak model yang diminati, dan memperluas variasi motif.

Mary Agnes juga meminta Sultan sebidang tanah untuk membangun ruang pamer (showroom) kerajinan perak.

Setelah Sultan menyediakan lahan di tepi jalan umum, sebuah toko yang indah pun dibangun.

Pada 1930, kerajinan perak Kotagede mencapai masa kejayaannya.

Baca juga: Mengapa China Dijuluki sebagai Negeri Tirai Bambu?

Atas bantuan Sultan Hamengkubuwono VIII, pada 1932 pemerintah kolonial Belanda membentuk Stichting Beverdering van het Yogyakarta Kenst Ambacht (Pakaryan Ngayogyakarta), yang berfungsi untuk mengembangkan dan mengecek kualitas serta desain produk perak dan kerajinan lainnya di Yogyakarta.

Secara tidak langsung, usaha Mary Agnes mendorong para perajin perak Kotagede untuk mengembangkan usaha mereka.

Dukungan Sultan Hamengkubuwono VIII dan kolaborasi dengan pemerintah Belanda menjadi faktor kunci bagi keberhasilan industri perak Kotagede.

Sayangnya, setelah berakhirnya Perang Dunia II dan kedatangan Jepang, permintaan terhadap perak Kotagede merosot karena konsumen utamanya, yakni orang Belanda, mulai meninggalkan Jawa.

Peristiwa itu menyebabkan penurunan produksi produk perak Kotagede, karena banyak perusahaan perak memilih beralih ke produk lain.

Setelah Indonesia merdeka, usaha untuk mengembalikan kejayaan perak Kotagede terus dilakukan.

Baca juga: Mengapa Sragen Dijuluki sebagai Bumi Sukowati?

Pada 1998, harga perak melonjak drastis akibat krisis ekonomi, yang menyebabkan industri perak Kotagede kembali merosot.

Banyak perajin yang melebur koleksi perak mereka untuk mendapatkan uang tunai.

Meskipun demikian, upaya untuk mempertahankan eksistensi kerajinan perak Kotagede tetap berlanjut.

Kerajinan perak Kotagede dikenal karena gaya seni ukirnya yang unik dan berkualitas tinggi.

Kepiawaian para perajin dalam membuat ukiran perak sudah dikuasai secara turun-temurun, dari generasi ke generasi.

Maka dari itu, salah satu cara untuk melestarikan industri perak adalah dengan mempertahankan seni ukir perak asli Kotagede yang menjadi ciri khasnya.

Kini, Kotagede masih menjadi industri yang menghasilkan ratusan jenis kerajinan perak yang unik dan khas, mulai dari cincin, berbagai perhiasan, bros dan aksesori lainnya, serta miniatur kendaraan dan masih banyak lainnya.

Itulah mengapa Kotagede kerap dijuluki Jewellery of Jogja atau Perhiasan Jogja.

 

Referensi:

  • Priyo Salim. (2016). Buletin Pelestarian Warisan Budaya dan Cagar Budaya Mayangkara edisi 3: Mengukir Sejarah Perak Kotagede. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan DIY.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com