Budak-budak Bali terkenal akan kesetiannya. Mereka dianggap sebagai pengasuh yang baik. Budak perempuan yang berasal dari Bali juga sangat laku di pasaran karena banyak diminati orang Eropa.
Mereka biasanya dijadikan sebagai pembantu rumah tangga. Selain itu, mereka juga dijadikan budak seks.
Pelarangan perempuan Belanda untuk datang ke Nusantara memunculkan masalah seksual. Sehingga, budak-budak perempuan digunakan untuk memenuhi kebutuhan seksual para pria Eropa.
Perbudakan seks ini didukung dengan pergundikan atau pelacuran yang pada saat itu dilegalkan oleh VOC.
Sehingga, para perempuan yang Bali ini tidak hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang mengurusi rumah, tetapi juga mengurusi hawa nafsu dari tuan mereka.
Baca juga: Dua Suku Bangsa Asli di Bali
Perbudakan di Jawa dan Bali setelah masa pemerintahan Belanda di bawah Daendels, diambil alih oleh Inggris di bawah Raffles.
Dalam memerintah, Raffles menerapkan kebijakan untuk menghapuskan jual beli budak (pandelingschap).
Kapal-kapal pembawa budak pada saat itu mulai ditangkap, sehingga mulai berkurang. Hal ini menyebabkan harga budak naik sangat tinggi ketika sampai di tempat tujuan.
Namun kebijakan Raffles di Bali ditentang Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Karangsem. Pertentangan ini membuat pemerintah kolonial Inggris berperang dengan raja-raja Buleleng serta Karangasem pada tahun 1814.
Setelah Raflfles mengahpuskan perbudakan perekonomian di Bali merosot tajam.
Referensi: