Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Perdagangan Budak di Bali

KOMPAS.com - Perdagangan di wilayah Jawa bagian timur meningkat pesat serta ramai disinggahi pedagang asing pada abad ke-17 hingga abad ke-19, tak terkecuali Bali.

Pada abad inilah masyarakat Bali mulai menjalin hubungan dengan orang-orang Eropa. Perbudakan di Eropa juga turut dibawa ke Nusantara.

Agama Hindu Sebagai Faktor Utama Terjadinya Perbudakan

Pemahaman agama Hindu yang sudah ada di Bali sejak abad ke-14, menjadi faktor utama aktivitas jual beli budak di Bali.

Disebutkan dalam prasasti Sukawana yang berangka tahun 804 Saka, bahwa pada abad ke-9 masyarakat Bali sudah mempunyai budak. Budak bahkan menjadi komoditas ekonomi.

Agama Hindu menerapkan sistem kasta yang menyebabkan kaum paling rendah dalam kasta sosial, menjadi budak.

Masyarakat Bali sudah mengenal catur kasta, yaitu pengelompokan status sosial berdasarkan garis keturunan. Kelas kasta tersebut diantaranya adalah Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra.

Namun, dalam Prasasti Srokodan berangka tahun 999 Saka, menyebutkan secara eksplisit budak sebagai kasta terendah setelah Sudra.

Sehingga, bisa disebut bahwa perbudakan di Bali sudah terjadi sebelum datangnya bangsa Barat.

Distribusi Budak di Bali

Setelah bangsa Barat datang ke Bali sekitar abad ke-17, perdagangan budak di Bali semakin masif.

Hal ini dikarenakan pihak VOC saat itu membutuhkan budak sebagai kuli, pembantu perkebunan, bahkan prajurit perang.

Kebutuhan tersebut mempengaruhi tingkat penjualan budak di Bali. Budak menjadi komoditi utama dalam perdagangan di Bali, bahkan menjadi penggerak perekonomian pertama saat itu.

Budak-budak asal Bali dikirim ke berbagai daerah. Seperti Batavia, Maluku bahkan hingga ke Afrika Selatan serta penjuru pulau-pulau di Samudera Pasifik dan Hindia.

Sekitar 2.000 budak diperdagangkan setiap tahunnya oleh bangsawan Bali. Budak-budak tersebut biasanya ditukarkan dengan koin, senjata hingga candu.

Palayaran maritim di Pulau Bali saat itu menjadi jalur yang sangat penting bagi pendistribusian budak antar pulau.

Salah satunya adalah kawasan Teluk Benoa yang langsung berhadapan dengan kawasan Samudera Hindia dan juga Selat Lombok serta Selat Bali.

Kedua kawasan tersebut menjadi pusat perdagangan antara kawasan Asia dan Australia.
Harga budak di Bali sediri terbilang cukup mahal di pasaran Nusantara.


Budak Perempuan Bali

Budak-budak Bali terkenal akan kesetiannya. Mereka dianggap sebagai pengasuh yang baik. Budak perempuan yang berasal dari Bali juga sangat laku di pasaran karena banyak diminati orang Eropa.

Mereka biasanya dijadikan sebagai pembantu rumah tangga. Selain itu, mereka juga dijadikan budak seks.

Pelarangan perempuan Belanda untuk datang ke Nusantara memunculkan masalah seksual. Sehingga, budak-budak perempuan digunakan untuk memenuhi kebutuhan seksual para pria Eropa.

Perbudakan seks ini didukung dengan pergundikan atau pelacuran yang pada saat itu dilegalkan oleh VOC.

Sehingga, para perempuan yang Bali ini tidak hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga yang mengurusi rumah, tetapi juga mengurusi hawa nafsu dari tuan mereka.

Akhir Perbudakan di Bali

Perbudakan di Jawa dan Bali setelah masa pemerintahan Belanda di bawah Daendels, diambil alih oleh Inggris di bawah Raffles.

Dalam memerintah, Raffles menerapkan kebijakan untuk menghapuskan jual beli budak (pandelingschap).

Kapal-kapal pembawa budak pada saat itu mulai ditangkap, sehingga mulai berkurang. Hal ini menyebabkan harga budak naik sangat tinggi ketika sampai di tempat tujuan.

Namun kebijakan Raffles di Bali ditentang Kerajaan Buleleng dan Kerajaan Karangsem. Pertentangan ini membuat pemerintah kolonial Inggris berperang dengan raja-raja Buleleng serta Karangasem pada tahun 1814.

Setelah Raflfles mengahpuskan perbudakan  perekonomian di Bali merosot tajam.

Referensi:

  • I Wayan Pardi. Perdagangan Budak di Bali Pada Abad Ke XVII-XIX: Ekspolitasi, Genealogi, dan Pelaranganya. Jurnal Masyarakat dan Budaya, Vol. 20, No.1. 2019
  • Muhammad Ilhan dan Rahyu Zami. Tawan Karang Dalam Perpolitikan Kolonial Belanda Dengan Raja-Raja Bali Berdasarkan Surat-Surat Kontrak. Abad ke-19. Junal Sejarah dan Budaya, Vol. 13 (2). 2019

https://www.kompas.com/stori/read/2024/02/27/164952479/perdagangan-budak-di-bali

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke