Para pemimpin Putera menanamkan rasa nasionalisme agar rakyat Indonesia tergerak untuk berjuang sampai kemerdekaan diperoleh.
Namun, lambat laun pergerakan Putera tercium oleh Jepang dan akhirnya organisasi ini dibubarkan oleh Jepang.
Setelah Putera dibubarkan, pemerintah Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada 8 Januari 1944.
Pemerintah Jepang berharap Jawa Hokokai mampu meyakinkan masyarakat bahwa kesengsaraan dan penderitaan yang mereka alami bukanlah akibat dari pendudukan Jepang.
Jawa Hokokai mencakup tiga bagian, yaitu bagian pendidikan, bagian usaha, dan bagian umum.
Di dalam organisasi ini terdiri dari beragam kelompok sesuai dengan profesinya, misalnya guru-guru yang tergaabung di Kyoiku (kebaktian para pendidik) dan para dokter yang tergabung dalam Izi (kebaktian para dokter).
Baca juga: Tujuan Jepang Membentuk Jawa Hokokai
Selain, ada juga organisasi perempuan yang bernama Fujinkai.
Fujinkai diketuai oleh Nyonya Sunarjo Mangunpuspito dan didirikan dengan tujuan mengatasi masalah sosial ekonomi yang buruk kala itu.
Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) merupakan suatu organisasi Islam yang ada sejak zaman Hindia Belanda.
MIAI didirikan di Surabaya pada 1937 oleh K. H. Mas Mansur dan kawan-kawan.
Setelah penjajahan Belanda berakhir, organisasi ini tetap diizinkan berdiri oleh pemerintah Jepang.
Pada awalnya, MIAI dipilih oleh Jepang sebagai wadah gabungan yang dimiliki umat Islam.
Namun, organiasi ini baru diakui oleh pemerintah militer Jepang setelah mengubah anggaran dasar.
MIAI memperoleh simpati yang besar dari umat Islam dan sejak awal 1943 diperbolehkan menerbitkan majalah sebagai sarana komunikasinya, yaitu Soeara MIAI.
Seiring dengan perkembangan MIAI, Jepang mulai mengawasi pergerakannya.
Karena dianggap kinerjanya kurang optimal dan tidak memuaskan pemerintah Jepang, MIAI akhirnya dibubarkan dan digantikan dengan organisasi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia).
Referensi: