Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Prof. Al Makin
Rektor UIN Sunan Kalijaga

Guru Besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Prof. Dr. phil. Al Makin, S.Ag. MA, kelahiran Bojonegoro Jawa Timur 1972 adalah Profesor UIN Sunan Kalijaga. Penulis dikenal sebagai ilmuwan serta pakar di bidang filsafat, sejarah Islam awal, sosiologi masyarakat Muslim, keragaman, multikulturalisme, studi minoritas, agama-agama asli Indonesia, dialog antar iman, dan studi Gerakan Keagamaan Baru. Saat ini tercatat sebagai Ketua Editor Jurnal Internasional Al-Jami’ah, salah satu pendiri portal jurnal Kementrian Agama Moraref, dan ketua LP2M (Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat) UIN Sunan Kalijaga periode 2016-2020. Makin juga tercatat sebagai anggota ALMI (Asosiasi Ilmuwan Muda Indonesia) sejak 2017. Selengkapnya di https://id.m.wikipedia.org/wiki/Al_Makin.

Selamat Natal dan Kemajuan Simbolik Relasi Antar-Iman

Kompas.com - 27/12/2023, 07:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SELAMAT Natal 2023. Damai dan bahagia semua. Yang merayakan ataupun yang mengucapkan selamat Natal juga. Salam persahabatan, perdamaian, dan kebhinekaan. Salam antar-iman, damai seluruh agama-agama di Indonesia.

Ucapan selamat Natal tidak lagi mengandung persoalan berat, untuk saat ini. Patut kita syukuri kemajuan relasi antariman di Tanah Air, ditandai dengan dua hal simbolik: ucapan salam dari berbagai agama dan perayaan hari besar agama-agama.

Dua hal itu menandakan kemenangan simbolik sikap toleransi antarumat beragama.

Dalam acara-acara resmi negara, ucapan salam enam agama tidak lagi tabu, tetapi sudah menjadi sopan santun dan etika.

Pemimpin dan umat semua iman mengucapkan salam versi berbagai agama. Panjang dan seperti membosankan memang.

Namun, hal ini adalah kemenangan simbolik, paling tidak bahwa hubungan antarumat dan antaragama sudah menjadi wacana publik. Publik tidak ragu-ragu dan khawatir mengucapkan salam yang bukan berasal dari tradisi agamanya.

Saat ini, publik menyadari pentingnya mengucapkan selamat Natal dan hari-hari besar menurut iman yang berbeda pada waktunya.

Menjadi beriman harus bersikap antariman. Menjadi taqwa harus mengerti dan mengangkat taqwa menurut versi iman lain. Menjadi beragama berarti meresapi arti agama lain menurut pemeluknya.

Saat ini kita saksikan kebhinekaan simbolik. Relasi antariman simbolik, persoalan yang lebih esensial nanti dulu.

Ucapan dalam berbagai acara kenegaraan dimulai dari yang netral dulu, selamat pagi, siang, sore atau malam. Para pembawa acara dan pejabat selanjutnya mulai mengucapkan Assalamulaikum warahmatullahi wa barakatuh. Salam versi Muslim.

Para pejabat negara ataupun pemimpin agama apapun mengucapkan salam damai dan rahmat itu dalam bahasa Arab.

Assalamualaikum bukan lagi hanya diucapkan oleh pemimpin, kiai, ustaz dan imam Islam. Tetapi semua pembawa acara dan pembicara dari berbagai agama yang diberi kesempatan tampil di podium akan mengucapkan sapaan itu.

Assalamualikum artinya salam damai untuk Anda semua. Rahmat dan berkah Tuhan untuk semua.

Kira-kira artinya sama dengan doa versi Katolik, Berkah Dalem. Itu ucapan aslinya dalam bahasa Jawa, tetapi juga mengandung arti yang sama dengan kata dalam salamnya Muslim berbahasa Arab, wa barakatuh. Berkah Tuhan melimpahi.

Kata shalom dalam bahasa Ibrani juga sering diucapkan oleh para pejabat dan pemimpin agama, termasuk imam, ustaz, atau kiai dalam agama Islam secara wajar.

Para pemimpin kita tidak lagi takut dan khawatir imannya terganggu dengan salam berbagai agama. Tauladan yang baik.

Shalom artinya sama dengan Assalamualaikum. Sapaan damai dan doa bagi yang hadir dalam ruangan atau kesempatan dalam acara itu.

Lafaz shalom sama maksud dan tujuannya dengan Assalamualaikum. Kini, kata itu diucapkan oleh semua pemeluk semua iman, pemimpin dan umat.

Mengucapkan kata shalom tidak lagi menakutkan dengan adanya tuduhan murtad, syirik, atau konversi ke agama lain.

Sama juga dengan mengucapkan Assalamualaikum bukan berarti sudah konversi ke agama Islam, atau sudah menjadi Muslim.

Dalam acara Kementerian Agama RI kini sudah biasa mengundang enam pemuka agama di Indonesia untuk doa bersama di panggung.

Kiai atau ustaz Islam berdoa dengan bahasa Arab, memulainya dengan allahumma, rabbana atau sholawat. Pendeta, Romo, atau Pastor mengucapkan salam Kristiani dengan menyilangkan tanda Salib.

Bhante Buddha berdoa juga dengan bahasa Pali. Pedande Hindu juga berdoa dengan Sanskerta atau Bali. Dari Khonghucu juga sama dengan bahasa China sedikit.

Semua pemimpin agama lalu menyambung doa dalam bahasa Indonesia. Semua mendoakan kebajikan bagi umat dan bangsa.

Dalam beberapa acara di UIN Sunan Kalijaga dengan mengikuti (ittiba) apa yang dipraktikkan di Kementrian Agama, Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, Aliran Kepercayaan juga mendapatkan waktu untuk berdoa.

Salam rahayu, salam sejahtera, salam bahagia, sudah enteng diucapkan. Tidak ada kekhawatiran.

Memang, tahun 1981 kita saksikan adanya polemik nasional soal Selamat Natal bagi Muslim. Fatwa dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) kala itu sempat menjadi perbincangan.

Menteri Agama waktu itu konon akan mundur, tetapi justru Ketua MUI-nya yang mundur. Walaupun pemerintah Orde Baru juga berusaha mensosialisaikan toleransi antariman dan internal umat, tetap saja berhati-hati.

Kira-kira sepuluh tahun yang lalu, keharaman mengucapkan Natal menjadikan beberapa sahabat menahan diri untuk tidak mengucapkan Natal.

Status di media sosial juga mengingatkan agar berhati-hati mengucapkan Natal. Keharaman mengucapkan selamat pada agama lain di hari besarnya masih viral. Hanya sedikit yang terang-terangan.

Perlu disadari kesadaran antariman tidak mudah dan cepat. Butuh waktu yang panjang.

Pemilu 2024 saat ini pun tidak lagi mencemaskan dalam hal polarisasi karena identitas keagamaan. Dalam hal ini, rakyat dan para pemimpinnya cair.

Tentu ada persoalan lain, sebagaimana hidup ini tidak pernah sepi dari persoalan, tetapi paling tidak soal identitas agama tidak lagi mengkhawatirkan.

Ucapan Selamat Natal untuk para sahabat Katolik dan Kristen akan mencairkan suasana, sebagaimana juga selamat Idul Fitri, Idul Adha, atau Muilid Nabi Muhammad SAW pada waktunya.

Selamat Galungan dan Kuningan. Selamat Nyepi. Selamat Waisak. Selamat Tahun Imlek. Semuanya menguatkan persahabatan.

Kita memerlukan itu. Semua diucapkan dengan ringan dan membahagikan yang mendengar dan membacanya.

Saling mengucapkan selamat berarti tidak hanya saling mendoakan, tetapi menegaskan hak-hak umat dan iman itu untuk hidup berdampingan di bumi Indonesia.

Selamat Natal.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com