Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Van Daalen, Tokoh Pembantaian di Tanah Rencong

Kompas.com - 13/10/2023, 16:00 WIB
Widya Lestari Ningsih

Penulis

KOMPAS.com - Gotfried Coenraad Ernst van Daalen adalah seorang perwira militer Belanda yang pernah menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 1905-1908.

Semasa menjabat, Van Daalen menghadapi kritik dari publik dan pejabat Belanda akibat tindakannya pada 1904.

Pada 1904, Van Daalen memimpin ekspedisi militer di Tanah Rencong alias Aceh, khususnya di Tanah Gayo, Tanah Alas, dan Tanah Batak.

Dalam ekspedisi tersebut, ia dinilai terlalu kejam karena telah membantai ribuan nyawa, termasuk di antaranya perempuan dan anak-anak.

Meski terlibat kontroversi, karier Van Daalen tetap menanjak, hingga akhirnya memilih pensiun dan kembali ke Eropa.

Baca juga: Tragedi Kuta Reh, Pembantaian Rakyat Tanah Alas oleh Belanda

Perjalanan karier Van Daalen

Gotfried Coenraad Ernst van Daalen lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, pada 23 Maret 1863.

Ia merupakan putra Gotfried Coenraad Ernst van Daalen senior, seorang perwira KNIL.

Ayahnya merupakan veteran Perang Aceh yang diberhentikan menyusul perselisihannya dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.

Ketika sang ayah meninggal di Surabaya pada 1889, Van Daalen menjelma menjadi perwira muda Belanda berpangkat letnan yang berprestasi dan menerima beberapa penghargaan militer berkat keberaniannya.

Pada 1904, sebagaimana sang ayah, Van Daalen terjun dalam Perang Aceh, yang saat itu hampir menemui ujungnya.

Baca juga: Rencong, Pusaka dari Aceh yang Memiliki Lafaz Bismillah

Tokoh Pembantaian Kuta Reh 1904

Pada 1904, Gotfried Coenraad Ernst van Daalen diberi komando ekspedisi militer melewati Tanah Gayo, Tanah Alas, dan Tanah Batak.

Tugasnya adalah mematahkan perlawanan rakyat di wilayah tersebut, sekaligus membangun otoritas Belanda di sana.

Van Daalen berpose di atas tumpukan mayat rakyat Alas yang tewas dalam Pembantaian Kuta Reh 1904.TROPENMUSEUM Van Daalen berpose di atas tumpukan mayat rakyat Alas yang tewas dalam Pembantaian Kuta Reh 1904.
Van Daalen membawa Pasukan Marsose, yang terdiri dari 10 perwira Eropa, 13 bintara Eropa, dan 208 pasukan KNIL dari Jawa dan Ambon.

Saat itu, di pengujung Perang Aceh, rakyat Alas di Kampung Kuta Reh (Kutarih) paling getol menolak tunduk kepada Belanda.

Mereka bahkan membangun benteng dari tanah dan berani membela diri hanya dengan berbekal 75 senapan.

Dalam catatan JCJ Kempees, ajudan Van Daalen, benteng tidak dibangun di sekitar Kampung Kuta Reh, tetapi terletak di daerah terbuka di arah timur laut (lokasi Tugu Perjuangan Benteng Kuta Rih sekarang).

Baca juga: Perang Aceh: Penyebab, Tokoh, Jalannya Pertempuran, dan Akhir

Melihat kegigihan rakyat Kuta Reh, Van Daalen memerintahkan pasukan Korps Marechaussee te voet (Pasukan Marsose) yang berada di bawah komandonya, untuk menyerang.

Dalam serangan yang berlangsung tidak lebih dari satu setengah jam, sebagian besar penduduk Kuta Reh telah terbantai.

Kemenangan Van Daalen bahkan diabadikan dalam banyak foto.

Ekpedisi militer Van Daalen di Tanah Rencong sepajang 1904 diperkirakan telah menewaskan 2.922 warga sipil, termasuk di antara perempuan dan anak-anak.

Van Daalen mendapat penghargaan tinggi atas ekspedisi di Aceh. Pada 1905, Van Daalen diangkat menjadi Gubernur Militer Aceh.

Diserbu kritik

Kemenangan Van Daalen dalam menaklukkan sisa-sisa pejuang Aceh diabadikan dalam banyak foto serta catatan asistennya, JCJ Kempees.

Sanjungan yang awalnya diterima Van Daalen perlahan memudar setelah foto-foto kemenangannya di atas tumpukan mayat rakyat Alas, disebarkan oleh media Belanda.

Baca juga: Mengapa Belanda Mengirim Dr. Snouck Hurgronje ke Aceh?

Opini publik pun terbelah, hingga parlemen Belanda menyerukan penyelidikan atas dugaan kekejaman Van Daalen yang merusak wibawa KNIL.

Pada 1906, di tengah tekanan pers dan menteri Belanda, Gubernur Jenderal van Heutsz meminta Van Daalen memberikan klarifikasi.

Dalam surat pembelaannya tertanggal 24 April 1906, Van Daalen menyangkal telah melakukan pembantaian terhadap rakyat Aceh dan tetap menganggap bahwa langkah yang ia ambil adalah tindakan yang memang diperlukan.

Ia justru memberikan kritik terhadap pemerintahan Van Heutsz dan menuding pasukan KNIL yang sulit untuk diatur dan tidak mau patuh padanya sebagai atasan.

Tidak berhenti di situ, pada 1907, De Avondpost menerbitkan serangkaian artikel kritik terhadap Van Daalen yang ditulis seseorang dengan nama samaran Wekker.

Pada 6 November 1907, Van Daalen menyurati Menteri Jajahan Dirk Fock, dan menyatakan bahwa sebagai Gubernur Aceh, ia menyayangkan harus mempertanggungjawabkan tuduhan yang diberikan artikel anonim.

Karena situasi tidak membaik, Van Heutsz meminta Van Daalen mengundurkan diri.

Akhirnya, pada 28 Desember 1907, Van Daalen mengajukan pengunduran dirinya dari jabatan Gubernur Aceh.

Baca juga: Sebab Khusus Terjadinya Perang Aceh

Menjadi Komandan KNIL

Penyelidikan terhadap aksi Van Daalen di Aceh tidak mendatangkan tuntutan.

Meski reputasi Van Daalen ternoda, ia masuk kembali ke militer dan pada 1909 naik pangkat menjadi letnan jenderal.

Pada 1910, Letnan Jenderal Van Daalen diangkat menjadi Komandan KNIL.

Ia memegang jabatan itu hingga pensiun pada 1914. Setelah pensiun, Van Daalen kembali ke Belanda dan meninggal di Den Haag pada 22 Februari 1930 di usia 66 tahun.

 

Referensi:

  • Ilhamsyah, Yopi. (2022). Surat-Surat dari Aceh: Catatan Tertinggal Van Daalen 1896-1907. Banda Aceh: Naskah Aceh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com