Bahkan, cendekiawan pun mulai mengakui manfaat kopi dalam meningkatkan daya pikir, menjadikannya populer di kalangan intelektual.
Perlahan tapi pasti, nilai ekspor kopi dari Yaman pun melonjak, membuktikan bahwa minuman ini telah memperoleh tempat istimewa di hati masyarakat global.
Seiring dengan popularitasnya yang meningkat, para penguasa Eropa sadar akan potensi besar dari tanaman kopi.
Ini mendorong mereka untuk mencoba menanam kopi di wilayah kolonial mereka yang jauh.
Pada abad ke-18, negara-negara kolonial, seperti Inggris, Spanyol, Perancis, Portugis, dan Belanda, menjadikan kopi sebagai salah satu tanaman komersial utama di wilayah jajahan mereka.
Dari pulau-pulau di Indonesia hingga Amerika Latin dan Karibia, petani yang diperbudak diharuskan menanam kopi di perkebunan kolonial.
Bahkan, koloni Karibia Perancis di St. Dominique, pada akhir 1700-an, menanam dua pertiga dari produksi kopi global.
Perkembangan kopi berlanjut ketika Revolusi Industri merajalela di Inggris pada abad ke-18.
Kala itu, kopi memainkan peran penting dalam mempertahankan jam kerja yang panjang.
Di Eropa, kedai kopi bahkan menjadi tempat di mana para intelektual berkumpul untuk membahas berbagai topik, mulai dari ekonomi hingga politik.
Contohnya, di London terdapat kedai kopi yang disebut "universitas penny", tempat di mana pelanggan membayar secangkir kopi untuk mendapatkan akses ke debat intelektual.
Di Kekaisaran Ottoman, manfaat stimulan kopi membantu pekerja beradaptasi dengan jam kerja yang tidak lagi tergantung pada sinar matahari.
Dalam dunia militer, kopi juga memiliki peran strategis. Selama Perang Dunia I, kopi instan yang ditemukan oleh George C.L. Washington memberikan kemudahan dalam persiapan minuman di medan perang.
Pada Perang Dunia II, kopi instan menjadi kunci dalam menjaga semangat tentara.
Amerika Serikat bahkan menghasilkan minuman kopi instan dalam jumlah besar untuk memenuhi kebutuhan militer.
Hal ini menjadikan kopi bukan hanya minuman aristokrasi, tetapi juga obat yang diperlukan oleh massa.
Referensi: