Pada awalnya, pemerintah kolonial Belanda pada saat itu tidak memahami sepenuhnya makna dan potensi lagu Indonesia Raya.
Mereka menganggap Indonesia Raya hanya sebagai hiburan biasa tanpa menyadari bahwa lagu ini sebenarnya adalah ungkapan semangat perjuangan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan.
Pada 1930, karena kepopuleran Indonesia Raya, pemerintah kolonial mulai melarang lagu ini dan dianggap dapat mengganggu ketertiban umum.
Namun, larangan ini tidak mampu meredam semangat perjuangan rakyat Indonesia.
Soepratman bahkan dipanggil oleh aparat Belanda dan diinterogasi tentang maksud dan tujuan menciptakan lagu Indonesia Raya.
Akan tetapi, dia berhasil membuktikan bahwa lagunya tidak bermaksud menghasut dan akhirnya dibebaskan.
Baca juga: Perjuangan Merekam Lagu Indonesia Raya dalam Piringan Hitam...
Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia selama Perang Dunia II, lirik lagu Indonesia Raya mengalami perubahan sebanyak tiga kali.
Perubahan-perubahan tersebut diinisiasi dan diawasi oleh pihak pemerintah pendudukan Jepang sebagai bagian dari upaya mereka untuk mengendalikan pesan dan ideologi yang disampaikan melalui lagu tersebut.
Perubahan pertama terjadi pada 1942 untuk mencerminkan semangat Asia Timur Raya yang didorong oleh Jepang.
Perubahan kedua pada 1943, menekankan kemenangan dan supremasi Jepang.
Perubahan ketiga pada 1944, mencerminkan situasi politik yang berubah-ubah di Asia Tenggara.
Namun, setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, lagu Indonesia Raya secara resmi dikumandangkan kembali dengan lirik aslinya yang mencerminkan semangat perjuangan, persatuan, dan cinta kepada Tanah Air.
Berdasarkan sejarah perjalanannya ini, lagu Indonesia Raya pun dipilih menjadi lagu kebangsaan dan dinyanyikan pada setiap kesempatan, baik yang bersifat formal maupun informal.
Lagu ini telah menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia dan terus membangkitkan semangat rakyat yang menyanyikannya.
Referensi: